1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Program Fatah: Menentang Pendudukan Israel dengan Segala Cara

10 Agustus 2009

Presiden Palestina Mahmud Abbas yang berusia 74 tahun tetap tak tergoyahkan sebagai pucuk pimpinan Gerakan Fatah.

https://p.dw.com/p/J7CE
Penjagaan ketat Kongres Fatah.Foto: picture-alliance/ dpa

Tujuan terpenting kongres Gerakan Fatah di Bethlehem adalah mengokohkan kekuasaan, sekaligus mencegah keambrukan gerakan Palestina itu. Hal tsb dianut oleh para delegasi dan pengamat seperti dikatakan oleh Khalil Shoke dari parlemen kota Bethlehem: "Tanpa persatuan dan perujukan, kita mirip batu mosaik yang terpecah-belah. Kita memerlukan posisi dan visi bersama, karena upaya kita adalah memperoleh kemerdekaan dan pembentukan negara sendiri."

Dalam program Fatah yang disepakati tertulis bahwa tujuan pembentukan negara Palestina harus dicapai lewat jalan politik. Tetapi pada saat bersamaan Fatah juga mencantumkan akan berjuang dengan segala sarana menentang pendudukan Israel. Di atas kertas perlawanan bersenjata tetap merupakan opsi strategis. Ini merupakan upaya untuk memperoleh kembali dukungan dari penduduk Palestina, yang sejak puluhan tahun merasakan pendudukan Israel sebagai bentuk kekerasan.

Juga dengan tuntutan akan kedaulatan Palestina di Yerusalem Timur serta pembongkaran pemukiman Yahudi, Fatah hendak mengalahkan saingannya Hamas. Politisi Israel mula-mula hanya menanggapi hal tsb. PM Israel Benjamin Netanyahu membalas dengan tuntutan yang sudah diketahui umum: "Bila kelompok Palestina yang moderat memang benar-benar menginginkan perdamaian, kami menginginkan kepastian akan dua hal. Yaitu mengakui negara Israel dan demiliterisasi. Kedua hal itu harus tercantum dalam perjanjian perdamaian."

Bagi warga Palestina yang terpenting adalah hasil pemilihan anggota Komite Pusat Fatah dan Dewan Revolusi. Wakil dari Gaza yang punya pengaruh kuat, Mohammed Dahlan dan mantan PM Ahmed Qureia berupaya tampil sebagai tokoh yang mungkin menggantikan Mahmud Abbas. Tetapi bagi warga Palestina, keduanya bukanlah merupakan simbol dari awal baru yang benar-benar dibutuhkan oleh Fatah.

Hari Sabtu (08.08.) lalu Abbas sudah dikukuhkan tanpa adanya calon lain dalam sidang pleno yang dihadiri 2.200 utusan. Presiden Palestina itu mengandalkan tekanan dalam kelompok dan menang. Lawan politiknya yang paling gigih, yaitu Hamas, menyebutnya sebagai 'kesempatan yang terbuang percuma'. Hal itu dikatakan anggota parlemen di Gaza, Sami Abu-Zuhri sbb: "Terpilihnya Mahmud Abbas sebagai ketua Fatah adalah urusan mereka. Tetapi menurut pendapat Hamas, keputusan Fatah itu tidak menguntungkan, dan hanya akan mempercepat keambrukan Fatah sendiri."

Hamas berusaha mengendalikan konferensi di Bethlehem dari jauh. Mereka menghambat delegasi Fatah dari Gaza, bahkan ada beberapa di antaranya yang ditahan. Situasi di Gaza merupakan tema besar bagi Fatah. Bukan mengenai masalahnya, melainkan mengenai pemikiran taktis dari perorangan. Bagi warga Palestina di Gaza sendiri, itu sulit dipahami, seperti dikemukakan seorang warga: "Memang, perpecahan merugikan urusan Palestina, tetapi tidak lebih dari pendudukan Israel. Sebab pendudukan itulah yang menyebabkan perpecahan rakyat Palestina. Tanpa pendudukan, juga tidak ada perpecahan."

Torsten Teichmann / Dewi Gunawan-Ladener
Editor Ayu Purwaningsih