Islam di Indonesia Islam yang Rileks
2 Mei 2019Untuk menangkal konflik antar agama, dialog antar agama saja tidak cukup. Penanaman pemahaman multikulturalisme dan membangun sistem pendidikan yang lebih baik jadi kunci utama dalam membangun perdamaian, baik di tanah air atau dimana pun. Demikian dipaparkan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, pembicara utama pada seminar "Tolerance of Islam in Pluricultural Societies", akhir April 2019 di Villa Borsig, Berlin, Jerman.
"Kita harus menumbuhkan konsep-konsep praktik multikulturalisme pada para pemimpin muslim untuk saling menghargai, baik sesama muslim maupun dengan non muslim dan juga harus menghormati budaya lokal,” ujar Profesor Azyumardi Azra.
Sementara di bidang pendidikan, perlu adanya penanaman toleransi antar umat beragama pada sistem pendidikan, mulai dari para pengajar yang nanti akan meneruskannya pada anak didik mereka, demikian dipaparkan Azyumardi Azra.
Islam yang rileks
Baru-baru ini Indonesia melewati masa pemilu yang bagi beberapa kalangan cukup menyulut polarisasi. "Soal hubungan agama dan politik harus dilihat lebih cermat, karena tensi terlihat dalam pilpres, terbelah antara kaum muslim yang mendukung, misal kaum moderat Nahdatul ulama, Muhammadyah, didukung minoritas, mendukung Jokowi-Ma'ruf. Muslim agak ke kanan mendukung Prabowo-Sandiaga, misalnya eks HTI yang sudah terlarang,” ujar Azyumardi Azra.
Oleh sebab itu, menurut Azyumardi Azra penting untuk mengingatkan kembali bagaimana menghadirkan lagi contoh nyata Islam yang mampu menjadi pelopor toleransi di tengah ratusan etnis yang sangat heterogen, lewat Islam yang fleksibel atau Islam yang rileks . "Islam Indonesia dikenal sebagai the smiling and colorful Islam, Islam yang penuh warna dan kedamaian. Islam Indonesia sangat tidak kental dengan Arab, tetapi bukan berarti tidak lebih islami dari negara Arab. Sejumlah peneliti mengungkapkan bahwa masyarakat muslim Indonesia lebih taat menjalankan syariat Islam, seperti puasa, salat Jumat, dan haji, dibandingkan beberapa negara di Timur Tengah", papar Azyumardi Azra.
Indonesia masih jadi inspirasi
Seminar yang antara lain diprakarsai duta besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno ini, diselenggarakan atas kerja sama kementerian luar negeri Jerman, Kedutaan Besar RI dan Kedutaan Besar Azerbaijan di Berlin. Beragam tokoh lintas agama dan pemangku kebijakan Jerman hadir pada seminar ini, antara lain anggota parlemen Jerman, organisasi-organisasi Islam, Kristen dan Yahudi, akademisi Universitas Humbolt, dan wakil lembaga masyarakat.
Tujuan dari seminar ini, menurut Dubes Arif Havas: "Saya ingin memberi pandangan alternatif di Jerman bahwa Islam bukan hanya dari Timur Tengah, namun di tempat lain, yang paling besar di Indonesia."
Kepala Departemen Bidang Urusan Agama Kementerian Luar Negeri Jerman, Volker Berresheim menyebutkan bahwa konsep Islam yang berkembang di Indonesia menjadi inspirasi bagi Jerman. "Konsep Islam Indonesia ini dapat menjadi alternatif untuk mengimbangi dominasi konsep Islam dari etnis tertentu yang saat ini berkembang di Jerman,” ujarnya.
Banyak pula di antara peserta seminar yang membahas bagaimana pemilu di Indonesia telah berpengaruh pada hubungan politik identitas dan agama. Mereka pun menyodorkan berbagai masukan, di antaranya penguatan nilai-nilai multikulturalisme di masyarakat, penguatan dialog antar dan inter agama, dialog pemimpin agama dengan pemerintah, pengajaran agama yang benar melalui sistem pendidikan, serta merumuskan mekanisme sistem peringatan dini untuk mengidentifikasi dan mengatasi gerakan-gerakan radikalisme yang kerap mengatas namakan agama tertentu.