Presiden Sri Lanka Mundur, Oposisi Bahas Pemerintahan Baru
11 Juli 2022Semua partai oposisi Sri Lanka telah bertemu pada hari Minggu (10/07) dengan harapan dapat membentuk pemerintahan koalisi untuk mengambil alih pemerintahan, setelah protes sengit melengserkan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan memaksa Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe untuk mundur dari jabatannya, sehari sebelumnya.
Partai oposisi utama Samagi Jana Balawegaya (SJB) bertemu dengan partai-partai oposisi lainnya dengan tujuan mencapai konsensus pada hari Minggu (10/07), sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan baru setelah Presiden Rajapaksa mengundurkan diri.
Anggota parlemen oposisi M. A. Sumanthiran dari Aliansi Nasional Tamil mengatakan bahwa koalisi semua partai oposisi dapat dengan mudah mencapai 113 anggota yang diperlukan untuk membentuk mayoritas parlemen.
Perdana Menteri Wickremesinghe mengatakan pada hari Sabtu (09/07) bahwa dia akan mundur untuk memberi jalan bagi pemerintah koalisi mengambil alih kekuasaan. Presiden Rajapaksa juga setuju untuk mengundurkan diri beberapa jam setelahnya, menyusul protes berbulan-bulan yang menyerukan pengunduran dirinya yang memuncak pada hari Sabtu (09/07), ketika para pengunjuk rasa menyerbu kediamannya.
Demonstran menghabiskan "malam dalam kemewahan"
Penyerbuan rumah Rajapaksa di ibu kota Kolombo menyebabkan tentara melepaskan tembakan ke udara sehingga presiden bisa melarikan diri dengan bantuan angkatan laut. Belum diketahui dengan jelas ke mana Rajapaksa kemudian dibawa. Juru bicara pemerintah Mohan Samaranayake juga mengatakan pada hari Minggu (10/07) bahwa dia tidak memiliki informasi tentang keberadaan presiden.
Para pengunjuk rasa pun bermalam di istana presiden, dengan mengatakan pada hari Minggu (10/07) bahwa mereka tidak akan pergi sampai Rajapaksa akhirnya mundur dari jabatannya. Aktivis mahasiswa yang juga memainkan peran besar dalam protes terhadap pemerintah mengatakan bahwa mereka menemukan 17,8 juta rupee (sekitar Rp733 juta) di kamar Rajapaksa, yang mereka serahkan kepada polisi, lapor AFP.
Para warga Sri Lanka mengambil kesempatan itu untuk menikmati istana era kolonial, bersantai di sofa, berenang di kolam renang pribadi presiden, dan mencoba pakaian Rajapaksa.
"Mereka menikmati kemewahan sementara kami menderita," ungkap B. M. Chandrawathi, penjual sapu tangan berusia 61 tahun, kepada Reuters. "Kami ditipu. Saya ingin anak-anak dan cucu-cucu saya dapat merasakan gaya hidup mewah yang bisa mereka nikmati."
Pembicaraan IMF terganggu
Protes dan aksi kemarahan terhadap pemerintah Sri Lanka terjadi ketika negara itu tergelincir ke dalam krisis ekonomi terburuk dalam sejarah pascakemerdekaannya.
Pihak berwenang telah melakukan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai kemungkinan bailout $3 miliar sejak negara itu gagal membayar utang luar negerinya pada April, bersamaan dengan Program Pangan Dunia (WFP) menjelang krisis panganyang diperkirakan terjadi.
Perdana Menteri Wickremesinghe sebelumnya telah mencoba berdiskusi, tetapi pergolakan politik telah meragukannya. Pemerintah Sri Lanka harus mengajukan proposal ke IMF hingga Agustus mendatang.
"Kami berharap resolusi pada situasi saat ini dapat memungkinkan dimulainya kembali dialog kami pada beberapa program yang didukung IMF," kata badan pemberi pinjaman pada hari Minggu (10/07).
kp/ha (AP, AFP, dpa, Reuters)