Presiden Jerman ‘Memahami' Protes COVID di Cina
29 November 2022Dalam sebuah wawancara dengan DW pada Senin (28/11), Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan bahwa dia tersentuh oleh gambar-gambar protes yang terjadi di Cina saat ini.
"Kita semua ingat perjuangan kita sendiri melawan virus corona, melawan pandemi, dan kita masih ingat betapa banyak kesulitan yang dihadapi banyak orang di Jerman," kata Steinmeier kepada Rosalia Romaniec dari DW di Istana Bellevue, kediaman resminya di Berlin.
"Kita hanya bisa bertanya-tanya apa beratnya bagi rakyat Cina, di mana langkah-langkahnya jauh lebih ketat dan lebih lama jangkauannya, bahkan hari ini. Jadi saya mengerti mengapa orang ingin menyuarakan ketidaksabaran dan keluhan mereka di jalanan."
Para demonstran telah turun ke jalanan di kota-kota besar Cina untuk memprotes pembatasan COVID yang ketat di negara itu sebagai tanda pembangkangan publik yang jarang terjadi.
Pihak berwenang Cina sejauh ini telah mencoba mengakhiri demonstrasi dengan adanya laporan penangkapan pengunjuk rasa di beberapa kota oleh pihak Kepolisian.
"Sebagai seorang demokrat, saya hanya bisa mengatakan bahwa kebebasan untuk mengekspresikan pendapat pribadi secara bebas adalah penting, dan saya hanya bisa berharap bahwa pihak berwenang di Cina menghormati hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan untuk berdemonstrasi. Dan tentu saja, saya berharap demonstrasi tetap damai," lanjut Steinmeier.
Steinmeier tolak seruan gencatan senjata di Ukraina
Ketika perang berkecamuk di Ukraina, beberapa pejabat Barat bersikeras bahwa gencatan senjata mungkin satu-satunya cara untuk mengakhiri perang. Tetapi Steinmeier menggambarkan setiap saran gencatan senjata sekarang sebagai hal yang "sembrono."
"Karena menetapkan gencatan senjata saat ini akan berarti membenarkan semua ketidakadilan yang telah terjadi," katanya.
Dengan pasukan Rusia masih menduduki bagian-bagian Ukraina, gencatan senjata sekarang akan memungkinkan Moskow untuk mempertahankan kehadirannya di wilayah-wilayah ini meskipun itu merupakan pelanggaran hukum internasional, katanya. "Itu tidak bisa menjadi tujuan gencatan senjata."
"Jadi, sayang sekali, saya tidak bisa mengatakan bahwa saya melihat adanya jalan keluar [dari perang] pada saat ini," tambah Steinmeier.
Perang di Ukraina memaksa Jerman memikirkan kembali kebijakannya
Mengenai tanggapan Jerman terhadap invasi Rusia ke Ukraina dan dukungan yang diberikan untuk Kyiv, Presiden Jerman mengatakan telah ada banyak "berpikir ulang" terkait kebijakan Jerman.
Berlin dikritik keras karena awalnya menolak untuk menyediakan senjata bagi Ukraina. Tetapi dalam sebuah kebijakan besar U-turn, Pemerintah Jerman meningkatkan pengeluaran militernya dan mulai mengirim peralatan pertahanan ke Ukraina.
Steinmeier mengatakan pemerintah dan penduduk Jerman mulai memahami bahwa tidak ada lagi jaminan keamanan di Eropa dengan adanya perang di Ukraina.
Kyiv juga mengutuk hubungan beberapa pejabat Jerman dengan Moskow. Steinmeier sendiri tidak diundang oleh pemerintah Ukraina ketika dia berencana mengunjungi Ukraina pada bulan April. Kyiv menyebut sikap ramah Rusia dalam beberapa tahun terakhir sebagai alasannya.
Ketegangan kemudian teratasi dan Steinmeier mengunjungi ibu kota Ukraina pada Oktober. Sebelumnya, Presiden Jerman juga mengakui telah membuat kesalahan atas kebijakan terhadap Rusia.
"Saya telah ke Ukraina seperti yang Anda tahu, dan saya dapat mengatakan kritik yang diarahkan terhadap Jerman terkait dukungan senjata telah mereda dan justru ada banyak apresiasi saat ini," katanya.
Jerman harus terus membantu Ukraina melalui bulan-bulan musim dingin mendatang karena serangan berkelanjutan yang merupakan bagian dari strategi Rusia "menyasar penduduk sipil untuk meluluh-lantakkan seluruh negeri," kata Steinmeier.
Apalagi yang dikatakan Steinmeier?
Presiden Jerman mengutuk ancaman nuklir oleh Moskow, dengan mengatakan hal itu "tidak dapat dibenarkan" dan "tidak bisa ditoleransi."
Dia juga memuji parlemen Jerman karena mengusulkan untuk menyatakan Holodomor (peristiwa kelaparan dan pembunuhan massal di Ukraina pada rentang tahun 1932-1933) sebagai "genosida."
"Kita harus ingat bahwa rakyat Ukraina-lah yang menjadi korban kelaparan dahsyat itu. Dan bencana kelaparan bukanlah hasil dari panen yang gagal [...] melainkan adalah strategi yang ditargetkan oleh rezim Stalin pada tahun 1932/33 untuk membuat sebagian populasi Uni Soviet kelaparan untuk membuat mereka mudah ditaklukkan," katanya.
Steinmeier juga mengatakan rencana perjalanannya ke Makedonia Utara dan Albania akhir pekan ini dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa Balkan Barat "tidak dilupakan."
Negara-negara Balkan Barat telah mencari akses ke Uni Eropa selama bertahun-tahun. Dan sekarang, beberapa di negara-negara itu telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Uni Eropa lebih fokus pada aplikasi pelacakan cepat milik Ukraina.
Steinmeier menekankan bahwa jika mereka mencapai kemajuan domestik yang diperlukan, jalan menuju keanggotaan Uni Eropa akan menjadi "lebih mudah diatur."
yas/gtp