Prabowo dan Dilema Amerika Soal Visa
21 Mei 2014Prabowo Subianto yang sedang melejit jelang pemilihan kepresidenan Juli mendatang menjanjikan dilema buat Amerika Serikat. Setelah kemenangan Narendra Modi dalam pemilu di India, Prabowo yang berpeluang mendudki kursi RI-1 itu adalah pemimpin kedua di Asia yang hingga kini tidak diizinkan masuk ke Amerika Serikat.
Dalam kasus Modi, Washington terpaksa berpaling arah dan menjanjikan visa buat Perdana Menteri India itu. Modi, punggawa hindu nasionalis, mendapat larangan masuk sejak 2005 lantaran keterlibatannya dalam presekusi dan diskriminasi terhadap minoritas Islam di India.
Peluang munculnya pemimpin Asia lain yang masuk dalam daftar hitam Washington mengganda usai Golkar menyatakan dukungan terbuka buat kandidat partai Gerindra itu. Golkar yang mencatat perolehan suara terbanyak kedua, berpaling dari Jokowi usai negosiasi koalisi yang mandeg di tengah jalan.
Pelanggaran HAM dan Isu Kudeta
Prabowo pernah dianggap sebagai centengnya rejim Soeharto. Ia diduga terlibat dalam penculikan aktivis, pelanggaran HAM dan upaya mendongkel Presiden BJ Habibie dalam kudeta yang berujung pada pemecatannya sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Sebuah laporan New York Times, Maret silam, mengungkapkan Departemen Luar Negeri AS menolak permintaan visa bekas Danjen Kopassus itu untuk menghadiri kelulusan putranya dari Universitas di Boston. Hingga kini Washington belum menjelaskan alasan dibalik penolakan tersebut.
2012 silam Prabowo mengklaim AS masih menolak permohonan visanya menyusul dugaan keterlibatannya ikut mengobarkan kerusuhan yang menelan korban jiwa pada 1998. Ia menepis tuduhan tersebut. Menurut Amnesty International, Prabowo memimpin tim mawar yang berisikan anggota Kopassus dan bertugas menculik aktivis-aktivis demokrasi. Ia juga tidak pernah mengakui keterlibatannya.
Modi dan Minoritas Islam India
Kasus Prabowo tidak berbeda jauh dengan Narendra Modi. Ia ditolak masuk ke Amerika Serikat menyusul Undang-undang 1998 yang melarang izin masuk buat warga asing yang terlibat dalam "pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama."
Modi diduga ikut mengompori atau setidaknya membiarkan kerusuhan beragama di negara bagian Gujarat, 2002 silam yang menewaskan 1000 penduduk, kebanyakan warga muslim. Politisi Partai BJP itu adalah perdana menteri Gujarat saat itu. Serupa Prabowo, ia juga menepis isu keterlibatannya dalam pembantaian tersebut. Analis meyakini, tanpa peristiwa di Gujarat Modi tidak akan mampu menyerap dukungan mayoritas Hindu dalam pemilu silam.
Namun setelah kini menjadi perdana menteri, Presiden AS Barack Obama segera menelepon Modi untuk memberikan ucapan selamat. Ia juga mengundang pemimpin baru India itu ke Washington dan mendeklarasikan kemitraan srategis dengan Gedung Putih.
Ketika ditanya apakah Amerika akan melakukan hal serupa jika Prabowo menang dalam pemilu kepresidenan di Indonesia, Departemen Luar Negeri AS merespon dengan menyatakan, pihaknya tidak membahas kasus visa perorangan.
rzn/as /rtr,dpa,ap)