1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PKK Provokasi Aksi Militer Turki

25 Oktober 2007

Konflik antara pemerintah Turki dan organisasi militan Kurdi-PKK di utara Irak tetap mengancam stabilitas di kawasan tsb.

https://p.dw.com/p/CJ89
Pesawat tempur Turki mulai masuki kawasan utara Irak
Pesawat tempur Turki mulai masuki kawasan utara IrakFoto: AP

Pemerintah Irak maupun pasukan pendudukan AS di Irak tetap dituding tidak serius menangani masalah keamanan yang dipicu pemberontak Kurdi di utara Irak. Harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina dalam tajuknya berkomentar : Serangan besar-besaran militer Turki memang diharapkan oleh kelompok militan Kurdi-PKK. Sebab, pada dasarnya kelompok PKK yang berhaluan marxisme-nasionalisme ini sudah diambang kehancuran. PKK kini ibaratnya perlu perang, seperti juga drakula yang membutuhkan darah untuk tetap hidup. Untuk mematikannya, PKK harus dibiarkan kelaparan, dengan cara mengisolasinya. Dan hal itu hanya akan berhasil, jika kelompok Kurdi di utara Irak juga ikut bertindak.

Juga harian konservativ Spanyol ABC yang terbit di Madrid menulis komentar senada. Jika Turki melancarkan aksi militer besar-besaran, dengan itu mereka memberi energi baru kepada PKK. Tapi jika pemerintah di Ankara diam saja, dan pemberontak Kurdi terus melancarkan serangan terhadap tentara Turki, akan muncul aksi protes besar-besaran dari rakyat Turki. Memang Turki memiliki hak melancarkan perang melawan terorisme. Akan tetapi, Ankara juga jangan terprovokasi oleh kelompok ekstrimis Kurdi.

Sementara harian Jerman Thüringer Allgemeine yang terbit di Erfurt dalam tajuknya berkomentar : Bagi Turki amatlah menyakitkan, melihat serdadu wajib militernya terbunuh oleh serangan pemberontak PKK, yang di Uni Eropa juga dimasukan dalam kategori organisasi teroris. Brussel memang telah mengingatkan Ankara, agar tidak melancarkan serangan lintas batas negara ke utara Irak. Akan tetapi, jika serangan PKK dari kawasan persembunyiannya di utara Irak, tidak dihentikan oleh pasukan pendudukan AS atau Irak sendiri, tetap terdapat ancaman nyata, bahwa Turki dapat mengutamakan pemecahan militer ketimbang pemecahan politik.

Tema lainnya yang disoroti harian-harian Eropa adalah sidang menteri pertahanan NATO di Belanda. Khususnya dikomentari perpecahan internal yang dipicu misi NATO di Afghanistan. Harian Jerman Neues Deutschland yang terbit di Berlin dalam tajuknya menulis : Terutama tidak adanya haluan yang jelas dari misi NATO, yang menyebabkan Afghanistan dan rakyatnya yang terus dihantui perang, semakin digiring ke situasi yang nyaris tanpa harapan lagi. Lima tahun setelah ditumbangkannya Taliban, kelihatannya sukses dari pembangunan masyakarat sipil di Afghanistan semakin menjauh dari jangkuan. Misi ISAF yang dikaitkan dengan operasi anti-terror AS, justru semakin menyuburkan lahan bagi perlawanan di kalangan rakyat Afghanistan.

Dan terakhir harian Jerman lainnya Kölnische Rundschau yang terbit di Köln berkomentar : NATO ibaratnya berlari dari satu krisis ke krisis lainnya, Afghanistan, Kosovo, Sudan, Libanon, Kongo, Tschad dan Somalia. Semua masalah hendak diambil alih, tapi kapasitas NATO baik di depan maupun di belakang tidak lagi mencukupi. NATO seperti pelari marathon yang kelelahan, yang terus berlari, tapi sebetulnya hanya jalan di tempat.