Peran Iran dalam Perang Suriah
19 Februari 2013Secara demonstratif Presiden Suriah Bashar al Assad tampil di televisi di samping pejabat tinggi Iran yang berkunjung ke Damaskus. Suriah punya perangkat untuk melakukan serangan balik, kata Assad. Wakil menteri Luar Negeri Iran Hussein Amir Abdullahian lalu menambahkan, serangan Israel terhadap Suriah akan punya ”dampak besar” bagi kota Tel Aviv. Israel memang melakukan serangan ke Suriah, tapi belum jelas apa sasarannya. Suriah menyatakan, Israel menyerang sebuah laboratorium penelitian militer. Amerika Serikat menyebutkan, Israel menyerang konvoi yang sedang membawa senjata di perbatasan ke Libanon.
Sejak serangan itu, Iran secara terang-terangan membela rejim di Suriah. Keterlibatan Iran di Suriah sebenarnya sudah ada sejak dua tahun lalu, ketika terjadi aksi protes yang meluas menjadi pemberontakan. Pada awalnya, Iran memasok senjata dan teknologi militer serta mengirim pelatih militer ke Suriah. Ini dilakukan secara diam-diam. Belakangan, bantuan Iran bertambah dan dilakukan secara terbuka. Iran mengirim penasehat politik dan membantu rejim Suriah dengan informasi dinas rahasia.
Beberapa hari lalu, kelompok bersenjata Suriah menembak mati seorang komandan pasukan Garda Revolusi Iran. Menurut keterangan Kedutaan Besar Iran di Libanon, yang tewas adalah Hussam Khoshnevis, ketua Komisi Pembangunan Kembali di Libanon. Iran menyatakan, Koshnevis sedang berada dalam perjalanan dari Damaskus ke Libanon ketika ia dibunuh ”oleh kelompok teroris bersenjata”.
Satuan Militer Iran di Suriah
Pasukan khusus Garda Republik Iran, IRG, jugamembantu tentara Suriah menghadapi tentara pemberontak. Selain itu, menurut informasi dari Irak, pasukan infanteri dari Iran dikerahkan untuk mengganti tentara Suriah yang membelot. Tentara Iran ini tadinya ditempatkan di kawasan Azerbaijan dan kawasan Kurdi yang berbatasan dengan Irak. Mereka ditarik dari sana untuk membantu tentara Suriah. Mereka tidak ditugaskan untuk terlibat dalam pertempuran, melainkan untuk menjaga gudang senjata dan basis-basis militer.
Bukti lain keterlibatan Iran di Suriah adalah tertangkapnya 48 warga Iran oleh pasukan pemberontak bulan September lalu di Damaskus. Mereka akhirnya dibebaskan awal Januari setelah ditukar dengan sekitar 2000 tahanan politik yang dibebaskan rejim Assad. Pemerintah Suriah menyebut warga Iran yang diculik itu sebagai ”peziarah Syiah”. Tapi kelompok pemberontak menerangkan, 48 warga Iran itu adalah anggota IRG. Seorang komandan IRG, Salar Abnoush, dalam wawancara dengan harian Arab mengakui, Iran memang membantu ”pelatihan dinas rahasia dan aparat kemanan di Suriah”.
Pasukan Elit Brigade Al Quds
Menurut laporan dinas rahasia Amerika Serikat, pimpinan tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei melakukan pertemuan khusus dengan Dewan Keamanan Iran untuk membahas situasi di Suriah jika rejim Assad jatuh. Khamenei lalu memerintahkan Brigade Al Quds melancarkan operasi membantu rejim di Suriah, karena pihak barat membantu kelompok oposisi. Khamenei mengangkat komandan Brigade Al Quds, jendral Ghasem Suleimani, sebagai penghubung untuk Presiden Suriah Assad.
Brigade Al Quds adalah satuan elit dalam Garda Republik yang bertugas di luar negeri. Satuan ini antara lain aktif di Irak untuk memperkuat pengaruh kaum Syiah. Mereka terlibat dalam sengketa berdarah antara kelompok Sunni dan Syiah. Ghasem Suleimani pernah bertugas di Irak. Harian Inggris Guardian bahkan sempat menyebutnya sebagai ”penguasa Bagdad yang sebenarnya”.
Kerjasama Militer Iran-Suriah
Kerjasama militer Iran dan Suriah sudah berlangsung lama. Tahun 2006, Iran dan Suriah membentuk pakta pertahanan ketika terjadi perang di Irak. Antara lain karena Presiden Amerika Serikat saat itu, George W Bush menyebut Iran dan Suriah sebagai bagian dari ”poros kejahatan”. Sejak itu, Iran memperluas pengaruhnya di Suriah, Irak dan Libanon.
Iran melihat perang di Suriah sebagai bagian dari perang melawan Amerika Serikat, Israel dan negara-negara barat lainnya. Negara-negara barat dilihat sedang memperluas pengaruhnya di Arab dan Timur Tengah. Karena itu, Iran membentuk aliansi dengan rejim di Suriah dan kelompok Hizbullah di Libanon sebagai bagian dari ”poros pertahanan” melawan barat.
”Tidak berlebihan kalau Iran disebut sebagai tonggak utama rejim di Suriah”, kata Loay Safi, anggota kelompok oposisi Dewan Nasional Suriah. ”Teheran memberi bantuan politis, teknis, militer, dinas rahasia dan keuangan ke Damaskus.” Akibatnya, Iran sekarang mencoba mengambil alih kendali dalam berbagai prakarsa politik, tandas Safi.