Pengacara Muslim Ditembak Mati di Myanmar
30 Januari 2017Pengacara Ko Ni, 63 tahun, adalah ahli dalam hukum konstitusional dan penasihat partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Dia juga seorang tokoh minoritas Muslim di Myanmar.
Dia ditembak di kepalanya Minggu malam (29/1) ketika baru saja kembali dari Indonesia untuk konsultasi strategi rekonsiliasi di negaranya. Seorang sopir Taxi, Nay Win, 42 tahun, juga tewas ketika berusaha untuk menahan pria bersenjata itu. Puluhan ribu orang berkumpul hari Senin (30/1) di ibukota Yangon untuk menghadiri pemakaman Ko Ni.
Polisi menahan seorang pria 53 tahun, yang diduga melakukan penembakan itu. Kolonel Polisi Myo Thu Soe mengatakan kepada kantor berita Reuters, tersangka bernama Kyi Linn, berasal dari kota Yinmabin di Myanmar Tengah dan sudah pernah masuk penjara dua kali karena memperdagangkan barang antik agama secara ilegal.
Kyi Linn terakhir bebas tahun 2014 melalui amnesti dari Presiden Thein Sein. Selama interogasi, tersangka tidak memberikan jawaban yang jelas.
"Kita tidak bisa mengatakan dengan jelas, mengapa dia membunuh, atau siapa yang berada di belakangnya," kata Myo Thu Soe. Reuters tidak berhasil menghubungi keluarga Kyi Linn untuk meminta tanggapan.
Sekitar 100.000 pelayat berdatangan menghadiri acara di Yangon, termasuk anggota keluarga, kalangan pengacara, aktivis NLD dan anggota korps diplomatik. Acara dilaksanakan di sebuah Pemakaman Muslim di Yangon utara.
Pimpinan Myanmar, Aung San Suu Kyi tidak hadir dan belum mengomentari pembunuhan itu. Partai NLD dalam sebuah pernyataan menyebutkan, kematian Ko Ni adalah "kehilangan besar yang tidak bisa digantikan."
Ko Ni adalah salah satu ahli hukum yang ikut menyusun amandemen konstitusi Myanmar sehingga membuka peluang demokrasi di bawah rezim militer.Menurut rekan-rekannya, Ko Ni memang sering menerima ancaman pembunuhan terhubung dengan pekerjaan politiknya, namun motif pembunuhan itu tidak diketahui.
Organisasi think tank International Crisis Group (ICG) menyebutkan, sangat penting untuk mengusut insiden itu sampai tuntas. "Dalam konteks sentimen anti-Muslim yang kuat, maraknya kebencian di media sosial, dan nasionalisme Buddha yang sering dikumandangkan beberapa biksu senior, kejahatan ini bisa menyulut kekerasan lebih lanjut," kata ICG.
hp (rtr, afp, dpa)