Pemerintah Myanmar Berusaha Redam Kerusuhan
25 Maret 2013Kerusuhan anti muslim meluas ke tiga kota lain selama akhir minggu di Myanmar. Mesjid dan puluhan rumah diberitakan dibakar massa, sementara pasukan pemerintah berusaha meredakan situasi.
Jumat lalu (22/03) pemerintah Myanmar sudah memberlakukan situasi darurat di kota Meikhtila. Kerusuhan pecah di kota itu hari Rabu lalu setelah pertengkaran antara seorang pedagang muslim dengan warga Budha. Setelah itu, terjadi aksi penyerangan terhadap rumah, mesjid dan warga muslim.
Seorang warga muslim di Tatkone, sekitar 80 kilometer dari Meikhtila melaporkan lewat telpon kepada sebuah kantor berita, sekitar 20 orang pada hari Minggu (24/03) merusak mesjid di kota itu. Tentara kemudian datang dan membubarkan massa dengan melepaskan tembakan ke udara.
Sehari sebelumnya, menurut laporan televisi, massa membakar sebuah mesjid dan 50 rumah di kota Yamethin. Dari beberapa tempat lain juga dilaporkan terjadi aksi penyerangan dan pembakaran.
Di kota Meikhtila, 32 orang diberitakan tewas dan hampir 10.000 orang, kebanyakan warga muslim, harus mengungsi. Media setempat mengeritik polisi yang tidak bertindak tegas terhadap para pelaku pembakaran. Menurut media, para penyerang adalah warga Budha yang membawa pedang dan pisau.
Saat ini, tentara terlihat di berbagai tempat menjaga situasi. ”Saya pikir, situasi sekarang sudah cukup aman dan saya bisa membuka toko saya lagi, sebab sekarang dijaga tentara”, kata Khin Mya, penduduk Meikhtila (52) kepada kantor berita Reuters. ”Segera setelah tentara tiba, kondisi jadi aman. Tapi situasi pada beberapa hari sebelumnya sangat berbahaya”, tambahnya.
PBB imbau pemimpin agama redakan situasi
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Vijay Nambiar, berkunjung ke Meikhtila Minggu (24/03). Ia mengatakan kepada kantor berita Reuters, pemerintah Myanmar berjanji untuk mengerahkan aparat keamanan guna menenangkan situasi.
PBB mengeluarkan pernyataan dan mengecam kerusuhan sektarian di Myanmar. Pernyataan itu menyebutkan, kerusuhan ini bisa membahayakan langkah reformasi yang dimulai oleh Presiden Thein Sein.
Vijay Nambiar menambahkan: ”Pemimpin agama dan pemimpin lokal lainnya harus mengimbau masyarakat agar menghentikan aksi kekerasan, menghormati aturan hukum dan mempromosikan perdamaian”.
Stasiun televisi pemerintah MRTV memberitakan, polisi Minggu (24/03) telah menahan 35 orang di Meikhtila dan dua kota lainnya sehubungan dengan serangan terhadap kaum muslim.
Seorang penduduk di kota Ywadan, sekitar 66 kilometer di selatan Meikhtila menceritakan, massa membakar 40 rumah di kota itu. 38 rumah adalah milik warga muslim. Ada sekitar 100 orang yang datang dan mulai membakar rumah dan toko-toko, kata pemilik toko berusia 35 tahun, yang minta namanya tidak dipublikasi.
Insiden terakhir ini menunjukkan ”ketegangan komunal di Myanmar tidak hanya terbatas pada isu Rakhine dan Rohingya”, kata pengamat Jim Della-Giacoma dari International Crisis Group. ”Jika sebuah negara demokrasi menjadi tujuan bangsa ini, Myanmar perlu mencari tempat bagi semua kelompok masayrakat sebagai warga negara yang punya hak-hak yang setara”.
Ketegangan juga terasa di Yangoon, kota terbesar di Myanmar. Polisi dan tentara terlihat berjaga-jaga di sekitar mesjid dan tempat-tempat strategis. Mayoritas penduduk Myanmar yang berjumlah sekitar 60 juta orang beragama Budha. Hanya sekitar 5 persen yang beragama Islam, sebagian besar berasal dari India dan Bangladesh.
HP/DK (rtr, dpa, afp)