Pembangkangan Korps Diplomatik Iringi Protes di Myanmar
5 Maret 2021Polisi dan aparat keamanan Myanmar membubarkan demonstrasi yang berlangsung sejak pagi dengan gas air mata dan peluru karet di seluruh penjuru negara ini, pada Jumat (05/03). Aksi unjuk rasa terhadap kudeta bulan lalu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Para pengunjuk rasa membangun barikade untuk menghalangi polisi, tapi junta militer Myanmar membubarkan protes dan menahan banyak orang. "Kami berusaha semampu kami untuk menghalangi mereka. Kami mengatur barikade di jalan utama untuk melakukan protes," kata Lwin Ko Aung, yang tinggal di Kota Sanchaung, sebagaimana dikutip dari DPA.
"Aksi protes kami diporakporandakan oleh mereka pagi ini dan kami lari, tapi kami akan segera melakukannya lagi. Mereka sangat ingin membubarkan demonstrasi. Mereka melakukannya karena tidak ingin terjadi pemogokan secara kolektif," kata Myo Myo, warga Sanchaung lainnya.
Menurut laporan media lokal, polisi membubarkan aksi protes di Yangon, Mandalay, Monywa, Myingyan dan Pathein. Dalam laporan kantor berita DPA, disebutkan ada satu kasus kematian baru di Mandalay. Insiden terjadi ketika polisi membubarkan demonstrasi dan ketika orang-orang berlarian, seorang pria ditembak di lehernya, demikain diangkap seorang saksi mata yang dikutip oleh DPA.
Jumlah pasti korban tewas tidak tercatat, tetapi PBB mengatakan setidaknya 54 orang telah telah meninggal dunia dalam sejumlah berntrokan. Selain itu, lebih dari 1.700 telah ditahan.
Di Kota Mandalay, dalam aksi demontrasi kerumunan besar berbaris menyanyikan: "Zaman batu sudah berakhir, kami tidak takut meski kalian mengancam kami."
Di kota utama Yangon, polisi menembakkan peluru karet dan menggunakan granat kejut untuk membubarkan pengunjuk rasa yang telah bergabung dengan sekitar 100 dokter berjubah putih, demikian diungkapkan saksi mata sebagainmana dikutip dari Reuters. Kerumunan juga berkumpul di Kota Pathein, di sebelah barat Yangon.
Pada hari Kamis (04/03), polisi membubarkan aksi unjuk rasa dengan gas air mata dan tembakan di beberapa kota. Sehari sebelumnya, puluhan orang tewas pada hari protes paling berdarah di negeri itu.
Pimpinan dewan hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet menuntut pasukan keamanan menghentikan apa yang dia sebut sebagai "tindakan keras yang kejam terhadap pengunjuk rasa damai". Bachelet mengatakan di antara lebih dari 1.700 orang yang telah ditangkap, 29 orang di antaranya adalah wartawan.
Menteri luar negeri Singapura, Vivian Balakrishnan pada hari Jumat (05/03) mengatakan tindak kekerasan yang dilakukan militer itu adalah "aib nasional" bagi angkatan bersenjata dalam menggunakan senjata melawan rakyat mereka. Dia meminta militer Myanmar untuk mencari solusi damai, demikian dikutip dari kantor berita Reuters.
Seorang juru bicara dewan militer Myanmar tidak menjawab telepon Reuters ketika dimintai komentar mengenai hal tersebut.
Dubes lama tetap mewakili Myanmar di PBB
Perselisihan mengenai siapa yang mewakili Myanmar di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York kini berusaha diredam, setelah orang yang ditempatkan junta militer Myanmar sebagai perwakilan mereka mengundurkan diri.
Misi PBB untuk Myanmar memberikan konfirmasi bahwa Duta Besar Myanmar untuk PBB sebelumnya, Kyaw Moe Tun, tetap mewakili negara itu.
Junta militer Myanmar memecat Kyaw Moe Tun pada hari Sabtu lalu setelah dia mendesak negara-negara di Majelis Umum PBB untuk menggunakan "cara apa pun diperlukan " untuk memulihkan demokrasi.
Di Washington, tidak jelas apakah kedutaan Myanmar masih mewakili junta militer, setelah mengeluarkan pernyataan mengecam kematian pengunjuk rasa sipil dan menyerukan otoritas Mynamar untuk "menahan diri sepenuhnya".
Seorang diplomat di kedutaan itu juga mengundurkan diri dan setidaknya tiga orang yang lain mengatakan dalam postingan di media sosial bahwa mereka bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil terhadap militer.
Setidaknya 19 petugas polisi Myanmar telah menyeberang ke India. Mereka takut dianiaya karena tidak mematuhi perintah, ujar seorang pejabat polisi senior India kepada Reuters.
Pembekuan aset
Penyelidik hak asasi manusia PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mendesak Dewan Keamanan untuk membahas situasi Myanmar pada hari Jumat (05/03) – dengan pembahasan seputar pemberlakuan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan pada junta militer.
Negara-negara harus menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan minyak dan gas Myanmar, yang sekarang dikendalikan oleh militer dan menjadi sumber pendapatan terbesar mereka, ujarnya dalam sebuah laporan.
Sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa militer Myanmar berusaha untuk memindahkan dana sekitar satu miliar dollar AS yang disimpan di Federal Reserve Bank di New York beberapa hari setelah merebut kekuasaan. Namun pejabat AS membekukan dana itu tanpa batas waktu, kata mereka.
Departemen Perdagangan AS juga menetapkan pembatasan sejumlah perdagangan dengan kementerian militer Myanmar. Tetapi langkah-langkah tersebut diprediksi hanya berefek terbatas.
"Dampak yang lebih besar adalah dengan mengejar aset keuangan dari para pemimpin militer kudeta," ujar William Reinsch, yang merupakan mantan pejabat Departemen Perdagangan AS.
Sementara itu, untuk menghindari pemberian bantuan keuangan kepada militer, Uni Eropa menangguhkan dukungan untuk pembangunan proyek di negara tersebut.
Di media sosial, YouTube mengatakan telah menghapus lima saluran jaringan televisi yang dikelola militer pada platformnya. Bulan lalu, Facebook melarang militer menggunakan platform Facebook dan Instagram.
Para jenderal Myanmar telah lama mengabaikan tekanan dari pihak luar. Amerika Serikat meminta Cina, yang menolak mengutuk aksi kudeta tersebut, untuk memainkan peran yang konstruktif. Cina mengatakan stabilitas adalah prioritas utama.
rzn/hp (rtr, dpa)