Keluarga Pelaku Bom Bunuh Diri
14 Mei 2018Headline media Jerman mengenai tragedi pengeboman yang terjadi di Indonesia menyoroti pelaku pengeboman yang berasal dari satu keluarga. Media Die Welt menulis Islamistische Familie sprengt sich in Kirchen in die Luft atau "Keluarga Islamis Melakukan Bom Bunuh Diri di Gereja." Situs berita terkemuka Jerman Der Spiegel di spiegel.de mengangkat judul Familie soll für tödliche Explosionen verantwortlich sein (Satu Keluarga Bertanggungjawab atas Ledakan Mematikan). Sementara harian Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) menulis Eine Familie, drei Anschläge, zehn Minuten (Satu Keluarga, Tiga Serangan, Sepuluh Menit) di situsnya, faz.net.
Pada Minggu dan Senin (13 dan 14/05) terjadi rangkaian serangan bom di Surabaya dan Sidoarjo, yang pelakunya berasal dari satu keluarga. Kapolri Tito Karnavian melalui konferensi pers telah menyatakan bahwa serangan bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya, yang terjadi Minggu pagi (13/05) dilakukan oleh pasangan suami istri Dita Supriyanto dan Puji Kuswati, yang mengikutsertakan empat anak mereka, tiga diantaranya masih dibawah umur.
Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin mengungkapkan pada Senin (14/05) bahwa aksi pengeboman Minggu malam di Sidoarjo juga dilakukan oleh satu keluarga yang terdiri dari orang tua dan empat anak. Tiga anak selamat dan dua diantaranya dirawat di RS Bhayangkara, Surabaya.
Di kejadian bom bunuh diri Senin pagi (14/05) di depan Polrestabes Surabaya lagi-lagi satu keluarga yang menjadi pelakunya. Empat anggota keluarga tewas, sementara satu anak selamat karena terlempar, ungkap Kapolri Tito, seperti dilansir detik.com.
Bagaimana hal ini bisa terjadi dan mengapa perempuan dan terlebih anak-anak di bawah umur juga diikut sertakan oleh orang tua mereka? Dalam wawancara dengan DW, Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi BNPT, berpendapat bahwa sosok perempuan sebagai seorang istri dan ibu, memiliki pengaruh yang besar untuk meradikalisasi suami dan anak-anaknya. "Sekalinya perempuan terlibat, ia bisa libatkan semua keluarganya, seperti kasus Joko Wiwoho. Dia adalah pejabat eselon 2 di Batam. Pada saat saya wawancara, dia tidak mengerti konteks jihad, hijrah dan semacamnya. Dia dengan mudah meninggalkan jabatannya karena pengaruh istrinya, tanpa memikirkan mudarat yang akan mereka dapat."
Modus baru terorisme di Indonesia
Irfan Idris mengatakan modus teror satu keluarga ini bisa ditiru oleh kelompok teroris lain. "Kalau misalnya dikatakan menjadi pendorong, menjadi pemicu untuk yang lainnya, mungkin bisa saja bagi sel-sel yang tertidur. Yang sudah tidak sabar lagi untuk menuju sorga, mewujudkan keinginan mereka, hanya menunggu waktu saja. Bisa lebih cepat dia lakukan, makanya kewaspadaan perlu ditingkatkan," ujarnya kepada DW.
Pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam, Hasibullah Satrawi, menilai aksi bom bunuh diri dengan melibatkan anak-anak sebagai modus baru terorisme di Indonesia. Direktur Eksekutif Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu mengatakan, "Kalau cuma kakak-beradik sebenarnya ada. Tapi yang kemudian satu keluarga, termasuk dengan anak-anaknya, ini baru di Indonesia," seperti dimuat di detik.com.
Kapolri Tito menyampaikan pendapat senada. "Di Suriah dan ISIS, mereka sudah lakukan. Namun, fenomena menggunakan anak-anak, ini baru pertama kali di Indonesia, anak 9 dan 12 tahun dilengkapi bom di pinggang", ujarnya dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Timur Senin (14/05) mengacu kepada pelaku Puji Kuswati dan dua anaknya, yang menyerang Gereja Kristen Indonesia, Surabaya, menggunakan bom pinggang.
Pakar terorisme Stanislaus Riyanta mengatakan pelibatan anak-anak dan perempuan bertujuan untuk mengelabui aparat dan mengkhawatirkan modus keluarga sebagai pelaku bom ini akan ditiru oleh teroris lainnya. "Ini model baru tapi sudah saya duga sebelumnya karena mereka mudah mengelabui petugas dan intelijen," katanya pada detik.com.
Kantor berita Antara memuat pernyataan Kapolri Tito yang menyatakan bahwa kejadian teror bom Surabaya-Sidoarjo saling terkait dan pelaku berada dalam satu jaringan. "Kita sudah mengindentifikasi kelompoknya, yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Sudah saya sampaikan kemungkinan motifnya terkait dengan serangan ini karena ada instruksi dari ISIS yang mendesak dan memerintahkan sel-sel lainnya," ujarnya.
Kembali dari Suriah
ISIS melalui agensi beritanya, Aamaq, melegitimasi serangan bom gereja Surabaya dengan menulis "tiga serangan martir menewaskan sebelas orang Kristen dan melukai 41 lainnya di kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia." Menurut keterangan Kapolri Tito, keluarga Dita Supriyanto termasuk 500 WNI yang kembali dari Suriah setelah bergabung dengan ISIS. Diduga kuat, Dita adalah ketua Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang pendirinya Aman Abdurrahman saat ini ditahan di Mako Brimob dan merupakan pendukung ISIS di Indonesia.
Terpaparnya WNI yang pernah bergabung dengan paham radikalisme ISIS menjadikan mereka menganggap apa yang dilakukan adalah tugas mulia. Bersama ISIS, situs merdeka.com melansir, keluarga pengebom gereja belajar strategi teror, kemiliteran dan membuat bom.
Menurut Kapolri, kelompok militan ini "terlatih untuk menghindari deteksi" aparat keamanan, namun kekuatan mereka tidak besar. "Mereka tidak mungkin mengalahkan negara, polisi, TNI dan kita semua." Untuk itulah, Kapolri meminta "dukungan" DPR agar segera menyelesaikan revisi UU antiterorisme karena polisi mengetahui keberadaan sel-sel JAD atau JAT, tetapi mereka tidak bisa ditindak, demikian BBC.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, mengatakan Kementeriannya melakukan upaya pencegahan radikalisasi bekerja sama dengan lembaga terkait, seperti Kepolisian, dan akan memberikan rehabilitasi sosial kepada anak-anak yang menjadi korban, termasuk anak pelaku pengeboman. "Semua warga negara Indonesia akan menjadi perhatian negara. Untuk itu mereka akan diberi rehabilitasi sosial termasuk juga penyembuhan traumanya," ujarnya seperti dilansir situs antaranews.com.
na/rzn (detik, merdeka, antara, bbc)