Partisan sepak bola Indonesia seperti terbelah. Ada yang mendewakan sepak bola resultat, yang mengacu pada hasil akhir. Bahasa lainnya: trophy juara.
Jika begini, maka Shin Tae-yong adalah zero. Nihil gelar sejak STY, sapaannya, in-charge pada 2019. Dua event regional non-FIFA, AFF Cup dan SEA Games, tanpa gelar juara.
Sepak bola resultat pula yang membuat banyak pihak kecewa pasca Indonesia terhenti di Piala Asia Qatar 2023. Empat laga hanya satu kemenangan, vs Vietnam via penalti Asnawi Mangkualam.
Tiga laga lain, disikat Qatar dan Jepang masing-masing 3-1 di fase grup D. Dan lalu dibantai Australia 4-0 di fase gugur, 16 Besar.
Penganut paham sepak bola resultat lalu bertanya: buat apa dipertahankan kalau empat tahun bersama Indonesia tidak satu pun gelar didapat?
Empat tahun sabar bukan waktu sebentar. Bukankah semua keinginan STY dipenuhi Federasi: latihan di luar negeri, naturalisasi, tim pelatih yang komplit hingga uji coba yang mentereng.
Mau bilang STY bisa meloloskan Indonesia pertama kali ke medium 16 Besar Piala Asia? Penganut paham sepak bola resultat mungkin akan bilang begini: bukankah itu berkat bantuan orang lain: striker Joel Kojo saat Kyrgistan menahan imbang Oman 1-1?
Baiklah. Di sisi lain, sebutlah pemuja STY, mungkin akan bilang: tim nasional Indonesia berubah wajah. Ada generasi yang dipangkas. Dengan wajah baru, anak-anak muda, STY membangun masa depan tim nasional kita.
Nama-nama macam Elkan Baggot, Rizky Ridho, Pratama Arhan, Asnawi Bahar, Witan Sulaiman, Ernando Ari dan Marselino Ferdinand adalah deretan pemain yang meloloskan Indonesia ke Qatar.
Mereka, kemudian, diinduksi dengan munculnya nama-nama macam Mohammad Ferrari, Alfeandra Dewangga, Ramadhan Sananta, Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner.
Merekalah yang menghadirkan sepak bola powerfull, indah, berani main dengan mental yang oke. Laga vs Australia, dengan ball-possession 51-49 jadi tolok ukur: Indonesia ada. Tidak mudah. Mereka anak-anak muda yang ke depannya menakutkan.
Lalu?
Saya bilang, memecat STY bukan solusi. Biarkan dia bekerja hingga kontraknya selesai: Juni 2024.
Tugasnya ada dua: pertama adalah kualifikasi Piala Dunia sekaligus Piala Asia 2027 di Arab Saudi dan kedua di Piala Asia U23 2024 di Qatar.
Tugas pertama, meloloskan Indonesia ke Piala Dunia 2026, masih terjaga dan minimal harus tiba sampai putaran keempat.
Kalau pun harus terhenti di putaran ketiga, STY berarti meloloskan Indonesia otomatis ke Piala Asia 2027 di Arab Saudi.
Indonesia saat ini ada di putaran kedua dengan empat laga sisa depan mata, tiga diantaranya di kandang: vs Vietnam 21 Maret, vs Irak 6 Juni dan vs Filipina 11 Juni. Laga away vs Vietnam 26 Maret.
Lolos ke Saudi jika bisa jadi juara grup atau Runner Up. Bisa? Harusnya bisa, apalagi dengan suntikan nama Martin Paes, Ragnar Oratmangien, Nathan Tjoe-An dan Tom Haye.
Tugas kedua: meloloskan Indonesia U23 ke Olimpiade Paris 2024. Dalam laga di Qatar pada 15 April hingga 3 Mei, Indonesia U23 satu grup dengan Qatar, Jordania dan Australia.
Itu tugas STY. Itu beban dia. Jika gagal lagi, ya selesai. Tidak perlu diperpanjang. Cari pelatih lain. Lalu saya usul: lirik nama dari Belanda.
Hardimen Koto: pengamat, analis dan komentator sepak bola
*tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.