Para Imam Jerman Sebagai Kunci Perangi Radikalisasi
11 November 2020Serentetan serangan teror terbaru di Prancis dan Austria tidak akan menghambat kerja sama antara pemerintah dan komunitas muslim Jerman, demikian ditegaskan Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer. "Kami tidak akan membiarkan terorisme dan ekstremisme menggagalkan kerja sama kami," kata Seehofer pada awal Konferensi Islam Jerman tahun ini.
Fokus konferensi tahun ini, yang berlangsung secara digital akibat pandemi virus corona, adalah pelatihan imam di Jerman.
Seehofer memuji program teologi Islam untuk para imam yang berbahasa Jerman di Kota Osnabrück sebagai kontribusi yang signifikan dalam mencegah radikalisasi. Proyek yang didanai Kementerian Dalam Negeri Jerman untuk program ini adalah "uang yang dibelanjakan dengan baik untuk kohesi masyarakat di negara kita," kata Seehofer.
Dalam wawancara dengan DW, seorang ustaz asal Indonesia di Bergheim, Jerman, Anang Widhi Nirwansyah mengatakan sangat mendukung dorongan untuk dibukanya lembaga-lembaga pendidikan islam formal di Jerman, “Langkah ini akan memberikan bekal bagi para calon imam untuk mendalami Islam dalam bahasa Jerman dan strategi dakwah yang lebih fokus dengan kondisi budaya lokal. Sebab sebelumnya menurut para pakar, banyak imam yang didatangkan dari negara lain, dan tentu ini disebabkan karena minimnya lembaga pendidikan Islam formal di Jerman.“
Anang Widhi meyakini bahwa Islam memiliki toleransi yang kuat dalam menghadapi perbedaan sosiokultural di suatu wilayah. “Di Jerman, Islam masuk pascaperang dan meningkat jumlahnya hingga sekarang melalui para imigran dan tentu para imam ataupun pendakwah. Dan tidak sedikit warga Jerman yang masuk Islam, tentu tidak sedikit juga ini adalah hasil kontribusi dari dakwah yang dilakukan dengan bahasa setempat (Jerman).“
Apa agenda konferensi?
Perbincangan dalam konferensi tahun ini juga tidak lepas dari soal serangkaian serangan mematikan baru-baru ini di Paris, Nice dan Wina yang menurut pihak berwenang dilakukan oleh kelompok Islam radikal.
Peserta konferensi juga berdebat dan menawarkan solusi tentang berbagai topik, termasuk kelas agama Islam di sekolah dan pelatihan yang diterima para penceramah Islam - serta bahasa apa yang harus digunakan di masjid-masjid Jerman.
Sejak tahun 2006, pertemuan tahunan tersebut berupaya mendorong dialog antara pemerintah Jerman dan perwakilan dari komunitas muslim di negara itu.
Lebih banyak dukungan untuk masjid di Jerman
Dengan banyaknya imam yang menjalani pelatihan agama di luar negeri, terutama di Turki di bawah payung organisasi Diyanet yang dikelola negara namun kontroversial, pemerintah Jerman berharap dapat meningkatkan program bagi para pemimpin agama Islam untuk belajar di Jerman.
Bülent Ucar, Direktur Institut Teologi Islam di Universitas Osnabrück, mengatakan bahwa pelatihan tidak akan cukup - lulusan program juga perlu mendapatkan posisi di masjid.
Dalam wawancara dengan kantor berita EPD, Ucar mendesak pemerintah Jerman untuk memberikan dukungan negara kepada masjid-masjid lokal untuk membantu mereka agar menjadi lebih mandiri secara finansial.
Negara dapat mendanai program integrasi dan bahasa Jerman di masjid dengan cara yang sama seperti negara mendukung program sosial di komunitas agama lain.“Kemudian komunitas bisa menggunakan sumbangan dari anggota masjid untuk menggaji imam mereka,” kata Ucar.
Imam yang berbahasa Jerman dapat 'mengimunisasi diri dari ekstremisme'
Bagi ketua Dewan Muslim di Jerman, perluasan program untuk melatih para imam yang berbahasa Jerman sudah lama tertunda.
Pendidikan agama pada akhirnya dapat membantu "imunisasi terhadap ekstremisme," kata Ketua Dewan Muslim Jerman, Aiman Mazyek kepada radio publik RBB menjelang konferensi tersebut.
Dia mengatakan banyak ekstremis telah berpaling dari masjid dan institusi Islam lainnya, sehingga membuat mereka lebih sulit dijangkau. Tetapi komunitas muslim dapat membantu dengan konseling dan pencegahan agama - terutama untuk keluarga ekstremis.
Memberikan lebih banyak dukungan dan perhatian untuk keluarga dapat membantu "memenangkan kembali" orang-orang yang paling dekat dengan mereka yang telah diradikalisasi, katanya.
Kemarahan di komunitas muslim atas serangan baru-baru ini
Melihat serangan baru-baru ini, Mazyek juga mengklaim bahwa mayoritas muslim di Jerman adalah kaum moderat dan bahwa kemarahan mereka atas pembunuhan itu "tahun cahaya yang lebih besar daripada karikatur mana pun."
Prancis mendapat kecaman dari para pemimpin beberapa negara mayoritas muslim, saat Presiden Emmanuel Macron merespons topik karikatur Nabi Muhammad. Bulan lalu, seorang guru di dekat Paris dipenggal kepalanya setelah menunjukkan karikatur itu kepada para siswa sebagai bagian dari pelajaran kebebasan berekspresi. Sementara karikatur tidak menimbulkan kritik khusus di Eropa, di tempat lain di dunia, tidak terkecuali di beberapa bagian Pakistan, protes yang mengkritik reaksi Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah meluas.
Baru-baru ini pula, seorang pria bersenjata menewaskan empat orang dan melukai puluhan lainnya di ibu kota Austria, Wina. Para pejabat mengatakan pria itu adalah pendukung kelompok militan Negara Islam (ISIS).
Membantu pengungsi
Dalam beberapa dekade terakhir, Jerman telah mengalami keragaman agama dan budaya yang lebih besar, terutama akibat imigrasi dari negara-negara muslim. Data departemen dalam negeri Jerman menunjukkan, saat ini, sekitar 4,5 juta muslim tinggal di Jerman, atau sekitar 5,5% dari total populasi. Sebagian besar dari mereka adalah warga negara Jerman.
Kementerian Dalam Negeri Jerman meluncurkan Konferensi Islam Jerman pertama pada bulan September 2006, untuk menciptakan forum dialog antara pemerintah federal, negara bagian dan lokal serta muslim di Jerman.
Tujuan dari dialog ini adalah untuk meningkatkan partisipasi agama dan sosial dari penduduk muslim di Jerman, untuk memberikan pengakuan yang lebih besar atas kontribusi muslim yang ada kepada masyarakat Jerman, dan untuk lebih mengembangkan kemitraan dan dialog antara pemerintah dan organisasi Islam. Konferensi ini juga ingin mencari solusi bersama bagi umat Islam menurut hukum agama Jerman dan masalah praktis keagamaan.
Pada tahun 2014, program kerja untuk sidang legislatif yang berakhir pada September 2017, diadopsi. Topik utamanya adalah kesejahteraan untuk umat Islam dan kerohanian muslim di institusi publik. Banyak proyek dilaksanakan di tahun-tahun mendatang terkait kedua bidang tersebut.
Mengingat banyaknya pengungsi dari negara-negara mayoritas muslim yang tinggal di Jerman, Konferensi Islam di Jerman juga mendukung upaya dan proyek organisasi muslim yang bertujuan memberikan dukungan bagi para pengungsi.
ap/vlz (epd, rbb, afp,kna, Islam Conference Germany)