Pangan Murah bagi Warga Miskin India
15 Juli 2013Ini mungkin salah satu program subsidi pangan terbesar di dunia. Sekitar 800 juta orang, atau sekitar dua-pertiga dari penduduk India akan mendapatkan keuntungan dari program itu. Presiden India Pranab Mukherjee baru-baru ini menandatangani instrumen hukum berupa rancangan undang-undang Keamanan Makanan. Ini adalah upaya terbaru untuk memerangi kelaparan yang meluas di India, dimana menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), terdapat lebih dari 200 juta orang kekurangan gizi. Meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa dalam dua puluh tahun terakhir, tahun lalu India menduduki peringkat ke -65 Indeks Kelaparan global.
Sebuah langkah penting
Partai Kongres yang berkuasa di India (INC) yang ditunjuk mempersiapkan inisiatif baru sebagai "titik balik dalam perang melawan kemiskinan". Peraturan baru, yang masih harus disetujui oleh parlemen, lebih komprehensif ketimbang sistem subsidi sebelumnya . Nantinya, sekitar 75 persen dari penduduk pedesaan dan 25 persen penduduk perkotaan dapat membeli satu kilo beras seharga tiga rupee, dan untuk gandum dua rupee.
Ekonom terkemuka India dan penerima penghargaan Nobel Amartya Sen memuji inisiatif itu: "Fakta bahwa ini subsidi pangan kini telah ditegakkan, adalah langkah yang sangat penting," katanya.
Kritikan tajam
Tapi tidak semua setuju dengan program pemerintah itu. Beberapa ahli tak yakin program ini akan mengakhiri kelaparan. Aktivis HAM dan lingkungan Vandana Shiva yang mendirikan Yayasan India "Yayasan Sains Teknologi Ekologi", mengecam kebijakan itu sebagai "serangan terhadap keamanan pangan" , karena mengabaikan aspek produksi. "Langkah ini akan membahayakan kehidupan jutaan petani kecil dan mengancam kemerdekaan India dalam produksi pangan." Ia khawatir, perusahaan-perusahaan yang ikut dalam program itu mungkin malah akan mengambil alih pertanian di India.
Shiva mendesak pemerintah untuk menyediakan produksi yang berkelanjutan makanan sehat dan bergizi. "Saat ini peraturan makanan baru telah sepenuhnya gagal."
Pakar isu India, dari Yayasan Ilmu dan Politik Christian Wagner memandang serupa: "Saya tidak yakin program subsidi dapat menggatasi masalah kekurangan gizi di India untuk jangka panjang," katanya kepada Deutsche Welle. Ditambahkannya kebijakan ini malah akan menciptakan "raksasa birokrasi". Sementara petani kecil di India kemudian akan terabaikan.
Biaya dan pelaksanaan program juga tak luput dari dikritik. Diperkirakan rencana subsidi bisa mencapai lebih dari 17 miliar Euro per tahun. Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa hal ini bisa memperburuk posisi keuangan India – yang pertumbuhan ekonominya melambat. Di tahun-tahun belakangan, pertumbuhan ekonomi India hanya lima persen. Pertumbuhan terendah dalam sepuluh tahun meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk meningkatkan reformasi ekonomi.
Korupsi yang merajalela
Pemerintah India membantu orang yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan program subsidi lainnya. Mereka dapat memperoleh barang-barang dengan harga rendah, misalnya, minyak tanah, gas untuk memasak, pupuk, gandum. Tetapi program ini memiliki reputasi tidak efektif dan dipenuhi dengan korupsi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terjadi hilangnya barang subsidi dari toko antara 30 dan 60 persen. Program baru ini berisiko menjadi tidak efisien karena korupsi, kata pakar Asia Selatan Christian Wagner.
Meskipun banyak tantangan, wartawan Amit Baruah di Delhi berujar bahwa subsidi baru ini bagaimanapun juga dianggap perlu: "Pengeluaran keuangan yang besar…Tetapi ketika orang berpikir tentang masalah yang mendesak yakni kemiskinan, kita harus menyambut baik inisiatif itu, karena sejumlah besar orang tidak memiliki akses ke makanan." Karena India belum mampu memecahkan masalah kelaparan, maka lebih baik menurutnya, pemerintah menempatkan prioritas keuangan.
Pancingan sebelum pemilu?
Partai-partai oposisi India menganggap langkah yang diambil pemerintah dalam memberikan subsidi sebagai gerakan politik Partai Kongres yang ingin mendapat dukungan untuk masa jabatan ketiga kalinya. "Ada unsur-unsur populis tertentu dalam permainan politik. Politisi sering bertindak dengan motif tersembunyi. Pemerintah koalisi ingin memastikan bahwa inisiatif itu menjadi isu utama dalam pemilihan parlemen Mei 2014," kata Amit Baruah.
Untuk bisa berhasil, program subsidi itu harus mengatasi tiga hal: masalah pembiayaannya, koordinasinya dan menghindari korupsi," kata pakar India Christian Wagner. Tantangan besar lainnya adalah tempat penyimpanan makanan yang diproduksi. Di negara bagian Punjab berton-ton biji-bijian membusuk di udara terbuka, karena kurangnya fasilitas penyimpanan.