Palestina Peroleh Pengakuan Resmi
30 November 2012Hasil pemungutan suara dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Kamis (28/11) memutuskan penerimaan Palestina. Dengan demikian, Palestina memiliki status pengamat di PBB seperti yang dimiliki Vatikan. Dari 193 negara anggota PBB, Palestina mendapat dukungan 138 negara, termasuk dari Spanyol, Perancis dan Italia. 9 negara menolak pengakuan Palestina, termasuk Amerika Serikat dan Israel. Sementara Jerman beserta 40 negara lainnya memberika suara abstain.
Untuk jangka pendek, hasil pemungutan suara di PBB tersebut tidak akan banyak mengubah bobot politik antara Israel dan Palestina, dijelaskan Mekelberg, pakar ada Pusat Kajian Chatham House di London. Tapi kemungkinan, bahwa status pengamat ini segera akan diikuti status keanggotaan penuh. Karena seandainya Amerika Serikat tidak memblokir penerimaan dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB, Palestina sudah lama masuk dalam keanggotaan PBB. "Sebagian besar anggota PBB tidak mengerti, mengapa Palestina, yang sebetulnya sudah memerintah di kawasan Tepi Barat Yordan yang merdeka, setidaknya tidak bisa memperoleh status pengamat."
Tema Pertikaian Politik Pemukiman Israel
Justru itu harapan partai moderat Fatah yang memerintah di Tepi Barat Yordan. "Dengan pengajuan permohonan ini , kami mencoba untuk menyelamatkan solusi dua negara,“ kata Xavier Abu Eid, juru bicara tim perundingan Palestina kepada DW . Pengakuan melalui PBB menunjukkan pertanda jelas, "Bahwa negara kami adalah negara pendudukan.“ Isyarat yang dimaksud Abu Eid adalah politik pemukiman Israel.
Karena Israel terus melakukan pembangunan di Tepi Barat Yordan. "Itu hambatan terbesar untuk perundingan perdamaian selanjutnya,“ tutur Mekelberg. Pakar politik iti tidak percaya, bahwa pengakuan akan mengakhiri pembangunan pemukiman. "Argumen Israel adalah: Selama Palestina melakukan langkah diplomatis unilateral, Israel akan menciptakan fakta di tanah, dengan melanjutkan pembangunan pemukiman.“
"Palestina Menghancurkan Jembatan“
Sebelumnya, Paul Hirschson, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel mengritik rencana Palestina. "Dengn langkah tersebut Palestina melanggar kesepakatan Oslo yang menyebutkan, bahwa semua masalah akan diselesaikan melalui perundingan.“ Setelah langkah yang diambil sendiri di PBB, Israel tidak dapat lagi mempercayai bahwa Palestina akan memenuhi kesepakatan. "Selama ini pengakuan memiliki dampak amat negatif terhadap hubungan antara kedua pihak," ujar Hirschson. “Palestina tidak membangun jembatan, melainkan menghancurkannya.“
Menurut Mekelberg, Fatah tidak punya pilihan lain selain memilih jalan ke New York. Karena secara militer mereka kalah dari Israel. Dan dengan setiap aksi militer, dengan kerugian Fatah yang mengandalkan solusi diplomatik, kelompok radikal Hamas semakin kuat. Oleh sebab itu yang ada hanya jalan diplomatis. “Tapi secara politis tidak terjadi apapun. Sementara pemukiman terus bertambah pesat. Karenanya tidak ada jalan lain bagi mereka, selain memilih panggung politik internasional." Dan dengan harapan agar masyarakat internasional memaksa kedua pihak untuk memasuki meja perundingan.
Kemungkinan Gugatan Lewat Mahkamah Internasional?
Seandainya kebekuan diplomatis antara Israel dan Palestina tidak berakhir, maka dapat terjadi bahwa "Palestina melakukan berbagai tindakan dilatarbelakangi keputusaasaan, agar masalah Palestina tetap dibahas dalam agenda internasional dan menjadi topik media,“ demikian Mekelberg. Dengan demikian, setelah pengakuan dari PBB Fatah dapat mengajukan tuntutan ke Mahkamah Internasional. Fatah memang menjanjikan tidak akan mengambil langkah ini, selama Uni Eropa dan negara-negara seperti Inggris dan Perancis mendukung penerimaan Palestina di PBB. "Tapi mungkin godaannya terlalu besar“. Terutama karena Amerika Serikat dan Uni Eropa saat ini disibukkan dengan krisis ekonomi dan dampak dari Musim Semi Arab dan hanya sedikit menunjukkan minat terhadap Palestina.“
Palestina dapat saja mengambil langkah menuju Mahkamah Internasional, kata Paul Hirschon dari Kementerian Luar Negeri Israel. Tapi itu berarti mereka hanya membuang waktu, "Dan dengan sendirinya pada suatu saat mungkin juga duduk di kursi tergugat.“
Pakar politik Mekelberg berharap Israel serta Palestina kembali bertemu di meja perundingan. Sementara Xavier Abu Eid, juru bicara tim perundingan Palestina sudah membeli sebotol sampanye untuk merayakan pengakuan Palestina, terserah apa yang akan terjadi kemudian.