050112 Syrien Opposition D
6 Januari 2012Dengan raut wajah serius dan sedikit sedih, para wakil oposisi Suriah menjawab pertayaan wartawan di Berlin. Sepuluh bulan setelah dimulainya aksi protes, lebih dari 6.000 orang tewas akibat tindakan brutal aparat keamanan. Sekarang oposisi mengharapkan dukungan lebih besar dari luar negeri. Tujuannya adalah mengakhiri kekuasaan Presiden Bashar al Assad, dan menciptakan Suriah yang pluralistis bagi semua orang. Dan itu semua harus dicapai dengan cara damai.
Untuk itu penentang rejim juga mengharapkan dukungan Jerman. "Kami meminta pemerintah Jerman untuk mengakui Dewan Nasional Suriah (SNC) sebagai wakil legitim rakyat Suriah," demikian dikatakan Hozan Ibrahim. Pria berusia 28 tahun yang pernah mendekam di penjara Suriah selama setahun itu, menjadi salah satu pimpinan SNC. Selama ini SNC belum mendapat pengakuan resmi dari negara manapun sebagai wakil rakyat Suriah.
Dalam Dialog dengan Pemerintah Jerman
Agustus lalu, sejumlah kelompok oposisi di luar dan dalam Suriah bergabung dengan SNC. Pemimpinnya, Burhan Ghalioun mengajar sebagai profesor di Universitas Sorbonne di Paris. Nama-nama anggota SNC di Suriah dirahasiakan akibat alasan keamanan. Desember lalu, Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menerima kedatangan wakil Dewan Keamanan Suriah, di antaranya Hozan Ibrahim. Minatnya besar, demikian dikatakan pria muda yang mengenakan kacamata itu.
Ibrahim berharap, pemerintah Jerman akan memperkuat tekanannya terhadap Assad. "Jerman dan negara-negara Uni Eropa sebaiknya menarik duta besarnya dari Suriah." Pemerintah Jerman memberikan reaksi yang sangat hati-hati atas tuntutan ini. Kelompok oposisi lain mengatakan, duta besar Jerman sebaiknya tetap berada di Damaskus, demikian kilah Departemen Luar Negeri Jerman.
Zona Keamanan
Sanksi-sanksi kini menjadi cara satu-satunya untuk menekan Suriah, yang dilancarkan negara-negara yang mengkritik tindakan brutal rejim terhadap rakyatnya. Politisi Partai Hijau Jerman, Fehrad Ahma, yang juga anggota SNC menganggap itu tidak cukup. Ia mengkritik reaksi "lamban" masyarakat internasional.
Ahma menyatakan pentingnya zona keamanan di perbatasan dengan Turki, sebagai tempat warga melarikan diri. Zona ini harus ditetapkan di bawah larangan terbang. Ahma berharap Dewan Keamanan PBB akan mengambil tindakan. Menurut pendapatnya, masyarakat internasional setidaknya harus mengancam dengan intervensi militer. "Kita tidak akan menemukan jalan keluar lain, jika kekerasan terhadap rakyat tidak berakhir dalam waktu dekat."
Ahma menuturkan, para desertir yang tergabung dalam Pasukan Suriah Bebas (Free Syrian Army) mendapat semakin banyak dukungan di tanah air. Mereka tergabung dalam oposisi, tetapi memiliki senjata. Mereka terdiri dari tentara yang membelot karena tidak mau melaksanakan perintah menembak warga sipil. Sampai sekarang, desertir terutama melindungi demonstran atau pengikut arak-arak upacara pemakaman. Demikian dikatakan Ahma. Tetapi ia melihat bahaya, bahwa konfrontasi dengan aparat keamanan semakin menajam. "Harus diperhitungkan juga, bahwa Pasukan Suriah Bebas bisa mengadakan perang gerilya terhadap militer resmi."
Serangan di Berlin
Sejauh mana tangan-tangan rejim Damaskus dapat menjangkau oposisi di luar negeri, telah dialami sendiri oleh Ahma. Akhir Desember lalu ia mengalami serangan di apartemennya di Berlin. Dua orang tak dikenal mengetuk pintunya di malam hari, kemudian memukulinya dengan pentungan. Penyelidikan terhadap pelaku masih berjalan, tetapi Ahma memperkirakan, pelaku serangan adalah kaki tangan rejim Assad.
Fehrad Ahma yang berusia 38 tahun mengemukakan, keluarganya di Suriah terus mengalami tekanan dari pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Mereka diberitahukan, bahwa aktivitas Ahma di Jerman "diikuti dengan seksama". Demikian tutur Ahma, yang hidup di Jerman sejak 1996. "Upaya-upaya intimidasi ini akan terus berjalan, terutama sekarang, karena rejim telah menganggap eksistensinya terancam."
Nina Werkhäuser / Marjory Linardy
Editor: Hendra Pasuhuk