Oposisi Pro-Demokrasi Hong Kong Undur Diri Dari Parlemen
11 November 2020Tanpa fraksi oposisi, dewan yang didominasi Beijing itu terancam hanya menjadi perpanjangan tangan Cina.
"Hari ini kami mengundurkan diri dari posisi kami karena mitra kami, kolega kami, telah didiskualifikasi oleh pemerintah pusat," kata Wu Chi-wai, salah seorang anggota parlemen pro-demokrasi, dalam jumpa pers hari Rabu (11/11). "Meski kami menghadapi banyak kesulitan dalam perjuangan demi demokrasi di masa depan, tapi kami tidak akan, tidak akan menyerah," imbuhnya.
Pemecatan terhadap empat politisi oposisi dilakukan usai Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina mengizinkan Hong Kong mendiskualifikasi anggota legislatif yang terbukti mendukung kemerdekaan, bersekongkol dengan pihak asing atau mengancam keamanan nasional.
Senin (9/10) lalu, para legislator pro-demokrasi sempat mengancam akan mengundurkan diri bersama-sama jika salah seorang didiskualifikasi. Namun ancaman itu tidak dParlemen Hong Kong sendiri berjumlahkan 70 anggota.
“Misi saya sebagai anggota parlemen adalah untuk memperjuangkan demokrasi dan kebebasan. Ini tidak lagi bisa dilanjutkan. Tapi saya pasti akan selalu mengawal jika warga Hong Kong terus memperjuangkan nilai-nilai dasar kota ini,” kata Kwok Ka-Ki, salah seorang anggota parlemen yang didiskualifikasi.
Cina menepis tuduhan berusaha meredam demokrasi dan kebebasan di wilayah bekas jajahan Inggris itu. Namun otoritas di Hong Kong dan Beijing mengambil langkah tegas menghalau demonstrasi antipemerintah yang berkecamuk pada Juni tahun lalu dan menyeret seisi kota dalam kekacauan.
Pemerintah Hong Kong menyatakan, keempat anggota dewan – Alvin Yeung Kwok, Dennis Kwok dan Kenneth Leung, dipecat karena membahayakan keamanan nasional. Mereka termasuk 12 anggota legislatif yang sebelumnya sudah didiskualifikasi dari pemilihan umum yang kini ditunda.
Kebanyakan dakwaan yang diarahkan kepada mereka adalah berupa persekongkolan jahat dengan kekuatan asing dan penolakan terhadap UU Keamanan Nasional baru.
Hak dasar terabaikan
Kewenangan untuk mendiskualifikasi anggota parlemen yang memiliki mandat elektoral menambah kekhawatiran terhadap otonomi Hong Kong. Saat dikembalikan oleh Inggris ke Cina pada 1997 lalu, Beijing berjanji merawat doktrin ‘satu negara dua sistem’ di Hong Kong demi menjamin demokrasi.
Sebabnya tindak pendiskualifikasian dinilai “jelas melanggar” doktrin tersebut, termasuk “prosedur hukum dan hak asasi manusia,” kata Dennis Kwok, salah seorang anggota dewan yang dipecat.
“Jika pemecatan menjadi konsekuensi dari upaya memastikan dipatuhinya prosedur hukum, melindungi sistem dan fungsi, serta memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia, maka saya merasa terhormat,” imbuhnya lagi.
Keempat legislator termasuk dari hanya separuh anggota parlemen Hong Kong yang dipilih secara langsung. Sementara sisanya ditunjuk berdasarkan sistem nominasi berbelit yang dibuat untuk memastikan dukungan mayoritas pro-Cina di parlemen.
Pemecatan dilakukan hanya sesaat setelah lembaga legislatif tertinggi Cina mengesahkan resolusi baru yang menyaratkan setiap anggota parlemen harus memiliki pandangan patriotik terhadap negara.
Menurut laporan Reuters, resolusi itu dibuat menyusul keluhan lingkaran pro-Beijing di Hong Kong terhadap taktik oposisi “menunda” pemilihan ketua komite legislatif di parlemen Mei silam. Sidang itu sendiri berujung kericuhan.
Dennis Kwok yang merupakan bekas wakil ketua komite legislatif mengaku aksinya melakukan taktik bernama Filibuster itu banyak dikritik. Hingga akhir pekan lalu, ketika beredar rumor pemecatannya.
“Saat itu saya mengatakan saya hanya menjalankan kekuasaan dan fungsi sesuai prosedur hukum yang ada, dan memastikan prosedurnya dipatuhi, yang menurut saya merupakan prinsip penting bagi masyarakat Hong Kong,” kata Kwok kepada Radio Television Hong Kong (RTHK).
Pada 10 Oktober lalu, Starry Lee, ketua partai DAB yang pro-Beijing akhirnya dipilih sebagai ketua komite legislatif Hong Kong.
rzn/vlz (rtr,ap,afp)