Nilai Ekonomi Keragaman Hayati
30 Mei 2008Bagi pakar lingkungan, laporan Sir Nicholas Stern merupakan titik balik perdebatan perubahan iklim. Ekonom Inggris tersebut menyatakan, langkah untuk mencegah perubahan iklim memang menghabiskan dana besar. Tapi, menanggulangi dampaknya akan jauh lebih mahal lagi.
Kini, sebuah laporan serupa diluncurkan untuk dampak ekonomi musnahnya keragaman hayati. Laporan itu digagas sebelum penyelenggaraan Konferensi Keragaman Hayati di Bonn oleh Stavros Dimas, Komisaris Uni Eropa urusan Politik Lingkungan dan Menteri Lingkungan Jerman Sigmar Gabriel:
"Ini menyangkut masa depan anak dan cucu kita. Karena itu kami bertanya: Apa nilai ekonomi dari keragaman hayati? Berapa besar kerugian akibat hilangnya spesies hewan dan tumbuhan? Dan adakah instrumen keuangan yang menjamin bahwa perlindungan lingkungan menghasilkan keuntungan yang sama dengan ekploitasi lingkungan?"
Padanan Sir Nicholas Stern dalam soal keragaman hayati adalah Pavan Sukhdev, pakar pasar global yang bekerja untuk lembaga keuangan Deutsche Bank di India. Jawaban Pavan Sukhdev sangat jelas. Hilangnya keragaman hayati menyebabkan kerugian ekonomi luar biasa. Musnahnya hutan misalnya mengakibatkan kerugian sebesar dua trilyun Euro. Dan dampak terburuknya terutama dirasakan penduduk miskin dunia. Empat puluh tahun dari sekarang tidak ada lagi penangkapan ikan komersial. Dan dampaknya sangat fatal, kata Pavan Sukdhev:
"Ini tak hanya menyangkut hilangnya ratusan milyar Dollar dan sekitar 27 juta peluang kerja di industri perikanan. Tapi juga hilangnya sumber terpenting protein hewani bagi satu miliar orang di negara berkembang. Bila kehancuran keragaman hayati dan ekosistem dunia terus berlanjut, kita akan gagal mencapai salah satu Tujuan Pembangunan Milenium yaitu pengentasan kemiskinan. Kalau kita ingin menghapus kemiskinan dari muka bumi, maka keragaman hayati harus dilindungi di masa depan."
Satu langkah pertama ke arah yang benar telah diambil di Bonn. 34 perusahaan menanda-tangani suatu inisiatif untuk melindungi keragaman hayati. Di antaranya produsen alat tulis Faber-Castell. Perusahaan global ini banyak menggunakan kayu untuk memproduksi pensil dan alat tulis lainnya. Di Brasil, Faber-Castell hanya menggunakan kayu dari hutan produksi yang terjamin keberlanjutannya, kata penanggung jawab proyek Jairo Cantarelli:
"Keragaman hayati menjamin berlanjutnya kehidupan di bumi, sekaligus menyimpan peluang bisnis. Contohnya, di hutan Brasil banyak semut yang merusak pohon. Tapi, masalah ini bisa diatasi karena banyak burung pemakan serangga. Biaya produksi kami rendah karena kami tidak perlu membeli racun insektisida. Selain itu, tidak ada dampak negatif pada sumber air dan tanah di hutan itu."(zer)