Stoltenberg: NATO Harus Menghadapi Rezim Otoriter Cina-Rusia
15 Juni 2021"Di era persaingan global, Eropa dan Amerika Utara harus melawan rezim otoriter seperti Rusia dan Cina,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dalam pidatonya saat mengakhiri KTT NATO, Senin (14/06).
Para pemimpin dari 30 negara anggota bertemu di Brussels untuk membahas berbagai masalah keamanan internasional, yang dirangkum dalam 79 poin komunike bersama.
Komunike final NATO tersebut menyebutkan bahwa "ambisi dan perilaku keras Cina menghadirkan tantangan sistemik terhadap tatanan internasional yang berbasis aturan, dan juga terhadap area yang relevan dengan keamanan aliansi.”
Komunike tersebut juga menggarisbawahi kekhawatiran NATO tentang perkembangan kekuatan militer dan modernisasi Cina dengan menyatakan bahwa "Cina dengan cepat memperluas persenjataan nuklirnya dengan lebih banyak hulu ledak dan sejumlah besar sistem pengiriman canggih untuk membangun triad nuklir.”
"Cina semakin dekat dengan kita. Kita melihat mereka di dunia maya, kita melihat Cina di Afrika, tapi kita juga melihat Cina berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur penting kita sendiri,” kata Stoltenberg, yang tampaknya merujuk pada pembangunan pelabuhan Cina di Afrika dan perselisihan terkait pembangunan jaringan 5G oleh raksasa telekomunikasi Cina, Huawei.
"Kita perlu meresponsnya bersama-sama sebagai sebuah aliansi,” tambah Stoltenberg.
Meski begitu, Stoltenberg sebelumnya menekankan bahwa: "Kita tidak memasuki Perang Dingin baru dan Cina bukan musuh kita, bukan musuh kita.”
Ia menambahkan bahwa "sebagai aliansi, kita perlu mengatasi bersama tantangan yang ditimbulkan oleh kebangkitan Cina terhadap keamanan kita.”
Hubungan dengan Rusia di ‘titik terendah sejak Perang Dingin'
Dalam komunike bersamanya, NATO juga mengkritik Rusia atas "tindakan agresifnya”.
"Tindakan agresif Rusia merupakan ancaman bagi keamanan Euro-Atlantik,” kata komunike tersebut. NATO juga mengutuk Rusia atas pelanggaran terus-menerus terhadap "nilai-nilai, prinsip, kepercayaan, dan komitmen yang diuraikan dalam dokumen yang telah disepakati dalam mendukung hubungan NATO-Rusia.”
"Hubungan kita dengan Rusia berada di titik terendah sejak Perang Dingin,” kata Stoltenberg. "Kita akan terus menjaga pertahanan kita tetap kuat sambil tetap siap untuk berbicara,” tambahnya.
Stoltenberg menekankan bahwa tujuan NATO adalah untuk menghindari kesalahpahaman dan eskalasi.
Seperti diketahui, Presiden AS Joe Biden akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (16/06) di Jenewa, Swiss sebagai bagian dari tur luar negeri pertamanya sebagai presiden AS.
Perubahan iklim dan tantangan keamanan luar angkasa
Komunike NATO juga turut membahas mengenai tantangan keamanan "luar angkasa” dengan mengatakan: "Kami menyadari semakin pentingnya keberadaan ruang angkasa bagi keamanan dan kemakmuran negara kami.”
NATO menilai ruang angkasa akan berkontribusi pada rencana pencegahan dan pertahanan organisasi dan mengatakan bahwa akses yang aman ke ruang angkasa adalah sesuatu yang "esensial”.
"Kami menganggap bahwa serangan ke, dari, atau di dalam ruang angkasa menghadirkan tantangan yang jelas bagi keamanan aliansi,” tambah komunike itu.
Selain itu, NATO juga akan menggodok rencana aksi iklimnya sendiri. NATO telah mengidentifikasi perubahan iklim sebagai ancaman ganda yang berdampak pada keamanan, demikian disampaikan dalam komunike bersama, Senin (14/06).
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini, NATO pun menyetujui rencana aksi iklim dan akan memasukkan pertimbangan perubahan iklim ke dalam spektrum kerja penuhnya. Hal ini akan berkisar dari perencanaan pertahanan dan pengembangan kemampuan, hingga kesiapsiagaan dan latihan sipil, menurut komunike tersebut.
Negara anggota menyambut kembalinya Amerika Serikat (AS)
KTT NATO kali ini merupakan pertemuan pertama bagi Joe Biden sejak menjabat sebagai Presiden AS.
Banyak pemimpin negara menyambut baik komitmen baru Biden terhadap NATO. Salah satunya dari Perdana Menteri Belgia Alexander de Croo yang mengatakan bahwa kehadiran Biden "menekankan pembaruan kemitraan trans-Atlantik.”
Sementara itu, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, juga menyinggung Trump saat menyambut Biden. "KTT ini merupakan kelanjutan dari G7 kemarin dan merupakan bagian dari proses penegasan kembali, pembangunan kembali aliansi fundamental Amerika Serikat yang telah dilemahkan oleh pemerintahan sebbelumnya,” katanya.
"Pikirkan bahwa kunjungan pertama Presiden Biden adalah ke Eropa dan coba ingat di mana kunjungan pertama Presiden Trump,” tambahnya, merujuk pada tur luar negeri perdana Trump ke Arab Saudi pada tahun 2017.
gtp/ha (AFP, AP, dpa, Reuters)