1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nasib Siprus, setelah pemilihan di Turki

26 Juli 2007

Kemenangan Erdogan dinilai sebagai langkah maju menuju persyaratan masuknya Turki di Uni Eropa. Namun untuk itu masih ada penghambat. Yakni Siprus, yang solusinya tidak saja diblokir oleh Siprus, tapi juga oleh Ankara.

https://p.dw.com/p/CP4V
Perbatasan Siprus Yunani yang berada di selatan dengan Siprus Turki di utara pulau itu
Perbatasan Siprus Yunani yang berada di selatan dengan Siprus Turki di utara pulau ituFoto: AP

Secara umum Brüssel menyambut hasil pemilihan Turki. Suksesnya Perdana Menteri Erdogan memberikan kejelasan dan merupakan isyarat pro Eropa. Itulah yang terdengar di ibukota Belgia.

Sementara di Siprus, sambutan dingin-dingin saja. Menteri Luar Negeri Siprus Yunani, Erato Marcoullis tidak melihat hasil pemilihan itu sebagai solusi konflik negaranya dengan Turki. Marcoulis mengatakan,

„Kemenangan Erdogan itu memang penting bagi proses pendekatan Turki kepada Uni Eropa, juga untuk mereformasi berbagai sektor. Tapi kami tak melihat ini mengubah peran militer. Dan bagi kami isyu militer sangat menentukan.“

Trauma yang disebabkan penempatan 40 ribu tentara Turki di wilayah utara Siprus pada 1974, masih berbekas. Ketika itu 200 ribu orang keturunan Yunani diusir dari Siprus, kemudian 160 ribu orang keturunan Turki menduduki wilayahnya. Sampai kini antara republik Siprus Yunani di bagian Selatan, yang sejak 2004 menjadi anggota Uni Eropa, dengan Siprus Utara, yang hanya diakui oleh Turki, terdapat wilayah yang masih dipermasalahkan.

Selama militer Turki tidak berada dibawah kontrol demokratis, bagi Siprus tidak ada solusi. Begitu menurut Menteri Luar Negeri Siprus Yunani.

Selain itu, Erato Marcoullis menyesali bertambah kuatnya kubu nasionalis di Turki. Menurut Marcoulis, hal ini mempersulit masalah. Pasalnya, Siprus menuntut agar pemerintah Ankara meratifikasi Protokol Ankara. Dengan begitu “kesepakatan perpajakan” antara Uni Eropa dan Turki akan meliputi ke negara Uni Eropa lain, termasuk Siprus. Di mata Turki hal ini sama saja dengan mengakui kedaulatan Siprus yang dikuasasi Yunani.

Penolakan Ankara terhadap Siprus, menyebabkan Uni Eropa menunda keanggotaan Turki. Siprus dapat tetap mengharapkan solidaritas Uni Eropa, selama wilayah kesepakatan perpajakn antara Uni Eropa dan Turki tidak meluas ke negara lainya.

Namun sejak beberapa waktu, Turki melucurkan sejumlah inisiatif agar Siprus bagian Turki yang berada di Utara pulau itu juga diakui internasional. Antara lain melalui hubungan dagang langsung dengan Uni Eropa dan pembangunan lapangan udara di utara Siprus Utara. Dua hal yang diblokir oleh pemerintah Siprus. Menurut Menteri Luar Negeri Marcoulis,

„Hal ini akan menggangu sejumlah aspek penting, seperti kedaulatan dan hukum internasional. Mengizinkan hubungan dagang itu bisa berarti melegalisi pelabuhan dan bandara udara yang ilegal. Hal ini tak mungkin kami sepakati.“

Akhirnya inisiatif Uni Eropa ini juga buntu. Siprus memang telah menyarankan , adanya dialog baru dibawah naungan Uni Eropa.

Kini tak ada pihak yang dapat berbuat banyak. Awal 2008, Siprus akan memilih Presiden baru. Meski begitu, dengan penggunaan mata uang Euro pada 1 Januari di Siprus Yunani, maka mata uang ini akan menjadi alat pembayaran tak resmi di wilayah Utara Siprus, yang mayoritas warganya keturunan Turki.