Militer Myanmar Kembali Serang Etnis Rohingya
22 November 2016Nestapa kembali menyapa etnis minoritas Rohingnya setelah insiden pembunuhan sembilan prajurit penjaga perbatasan Myanmar 9 Oktober silam. Sejak saat itu 100 orang tewas terbunuh, ratusan ditahan di penjara militer dan lebih dari 150.000 pengungsi dibiarkan tanpa makanan dan obat-obatan. Belasan perempuan mengaku diperkosa. 1.200 bangunan rata dengan tanah dan 30.000 orang melarikan diri.
U Aung Win, pejabat yang ditugaskan menyelidiki insiden 9 Oktober 2016 mengatakan, para serdadu tidak akan memerkosa perempuan Rohingya karena "mereka sangat kotor."
Myanmar punya sejarah panjang mengebiri hak sipil etnis Rohingya. Minoritas muslim di negara bagian Rakhine itu tidak diakui sebagai warga negara dan sebab itu kehilangan hak untuk menikah secara resmi, mendapat pendidikan layak atau bahkan beribadah.
Citra satelit yang dipublikasikan oleh lembaga HAM, Human Rights Watch mengindikasikan setidaknya 430 rumah dibakar oleh militer. Pemerintah Myanmar membantah tudingan tersebut. Pemerintah sebaliknya menuduh kelompok teror Islam yang membakar desanya sendiri untuk menyudutkan militer dan mencari perhatian dunia internasional.
Myanmar sejauh ini melarang aktivis kemanusiaan dan wartawan asing memasuki kawasan yang terkena "operasi pembersihan" oleh militer di Maungdaw yang didominasi etnis Rohingya.
Namun serangan 9 Oktober diyakini dipicu oleh rencana pemerintah menggusur perumahan ilegal di Maungdaw, termasuk diantaranya 2.500 rumah, 600 toko, lusinan masjid dan lebih dari 30 sekolah. "Mereka seperti ingin mengurangi populasi Rohingya," kata U Kyaw Min, seorang politisi Myanmar berlatarbelakang Rohingya.
Pemerintahan Myanmar yang dimotori pemenang hadiah nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, tidak bisa banyak berbuat banyak di Rakhine. Sejumlah analis politik meyakini kerusuhan di Rakhine memperjelas batas kekuasaan Suu Kyi. Militer hingga kini masih menguasai pos strategis seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan.
Sebuah delegasi internasional yang diizinkan mengunjungi lokasi kerusuhan awal bulan November hanya mampu mencapai "hasil terbatas," kata Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee. "Angkatan bersenjata tidak boleh diberikan cek kosong dalam operasi militer ini," ujarnya.
rzn/yf (afp,rtr)