1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu RI Bicara Cara agar Rohingya Kembali ke Myanmar

14 Desember 2023

Menlu RI Retno Marsudi mengajak masyarakat internasional untuk menghentikan konflik di Myanmar sehingga pengungsi Rohingya yang tersebar di berbagai negara bisa kembali ke rumahnya.

https://p.dw.com/p/4a8M8
Pengungsi Rohingya tiba di Aceh
Pengungsi Rohingya tiba di pesisir pantai di Pidie, AcehFoto: Rahmat Mirza/AP/picture alliance

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Lestari Priansari Marsudi berbicara mengenai pengembalian pengungsi Rohingya ke Myanmar. Agar Rohingya dapat kembali ke negara asalnya itu, tentu dunia perlu terlebih dahulu membikin Myanmar menjadi aman.

Hal ini disampaikan Menlu Retno di acara Global Refugee Forum (GRF) di Jenewa, Rabu (13/12), dilansir situs web Kemlu RI, Kamis (14/12).

Menurut Retno, gelombang pengungsi dunia disebabkan oleh peperangan dan konflik. Akar masalah berupa perang dan konflik harus diselesaikan. Itu berlaku untuk konteks Jalur Gaza Palestina maupun Rohingya.

"Sementara itu, di Myanmar, kekerasan terus terjadi yang memaksa kaum Rohingya meninggalkan rumah mereka, yaitu Myanmar," kata Retno dalam press briefing.

Sebagaimana diketahui, Indonesia kini juga kedatangan gelombang pengungsi Rohingya, terutama ke Aceh. Masalah kedatangan pengungsi Rohingya ini menjadi perhatian serius negara.

"Karena itu, saya mengajak masyarakat internasional bekerja sama untuk menghentikan konflik dan memulihkan demokrasi di Myanmar, sehingga pengungsi Rohingya dapat kembali ke rumah mereka," lanjut Retno, menceritakan soal hal yang dia sampaikan di forum yang diikuti 140 negara itu.

Ada Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, dibikin di Kantor Eropa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, 2 sampai 25 Juli 1951. Indonesia tidak meratifikasi konvensi, tidak pula meratifikasi Protokol Pengungsi 1967. Maka Indonesia bukanlah negara tujuan pengungsi, melainkan negara transit untuk pengungsi saja.

Adapun negara tujuan (kadang disebut pula sebagai negara ketiga/negara penerima) pengungsi adalah negara-negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol Pengungsi 1967, di antaranya Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, hingga Kanada.

Proses memukimkan pengungsi dari luar negeri ke negara tujuan disebut sebagai 'resettlement'. Sayangnya, proses resettlement pada era ini kurang cepat.

Retno mengingatkan negara-negara tujuan pengungsi untuk lebih 'sat-set' menampung pengungsi. Menlu Retno mengkritik sikap negara-negara tujuan akhir-akhir ini yang ogah menerima pengungsi, padahal mereka meratifikasi Konvensi 1951.

"Selain itu, saya juga menekankan kewajiban menerima resettlement bagi negara pihak Konvensi Pengungsi. Saya sampaikan proses resettlement akhir-akhir ini berjalan dengan sangat lamban. Banyak negara pihak bahkan menutup pintu mereka untuk para pengungsi," sorot Retno.

Masalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melatarbelakangi mobilisasi pengungsi juga menjadi perhatian Retno. Dia menggalang kerja sama dunia untuk mengatasi masalah perdagangan manusia.

Situasi di Gaza Palestina menjadi topik nomor satu. Majelis Umum PBB memang sudah menghasilkan resolusi gencatan senjata, namun Israel berpotensi terus menyerang.

"Saya ingatkan bahwa kita semua memiliki kewajiban yang sama untuk menghentikan perang dan konflik, dan menghormati hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional. Kewajiban ini juga berlaku untuk Palestina. Rakyat Palestina telah terusir dari rumah dan tanah mereka dan mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, tanah mereka direbut dan diambil," tutur Retno. (ha)

 

Baca selengkapnya: Detik News

Di Forum Dunia, Menlu RI Bicara Cara agar Rohingya Kembali ke Myanmar