Menkeu RI: Masih Banyak Yang Harus Dipelajari Indonesia
11 Juli 2017Deutsche Welle: Bagaimana bobot Indonesia dibandingkan negara G20 lainnya?
Sri Mulyani: Indonesia dilihat dari dari nominal GDP ada di peringkat 16, tapi jika dilihat dari paritas daya beli, lebih ke peringkat 10. Dari performa ekonomi, Indonesia termasuk yang terbaik dari negara-negara G20. Dari segi pertumbuhan, kita nomor tiga setelah India dan Cina. Dari stabilitas inflasi, kita sangat kuat. Kebijakan fiskal, defisit dan utang Indonesia termasuk yang paling rendah dari negara G20 lainnya. Fundamen Indonesia sangat kuat.
Karena itu dalam forum semacam G20 ini, apalagi kali ini setelah fase krisis keuangan global, Indonesia bisa berpartisipasi secara aktif dan mencoba untuk melakukan kebijakan yang baik agar kemajuan ekonomi dari semua negara G20 dan secara global memiliki pertumbuhan yang lebih baik, lebih inklusif. Kami tidak hanya ingin mencapai pertumbuhan yang lebih baik, tetapi juga bagaimana cara melibatkan semua negara yang tertinggal, agar mereka semua bisa menikmati kemakmuran yang sama. Ini adalah topik yang juga menarik bagi dalam negeri Indonesia. Kita siap dengan berbagai program di dalam negeri dan kami siap berpartisipasi dalam diskusi di G20 dan menerapkan kebijakan yang baik.
Ini khususnya sesuai untuk KTT G20 di Jerman, karena lingkungan dan level global sangat membingungkan. Tidak ada lagi kebijakan satu arah yang disepakati oleh anggota G20. Ada banyak ragam dan perbedaan. Karena itu dengan semakin banyaknya negara yang telah memiliki performa baik, akan bisa membentuk arah kebijakan dan semoga bisa mewujudkan kesepakatan yang baik dan komitmen yang bisa dipercaya oleh para pemimpin negara untuk membawa ekonomi global ke arah yang lebih baik.
Bagaimana Indonesia bisa memperbaiki performanya dalam hubungan di bidang perekonomian dengan negara-negara di Eropa dan Jerman khususnya?
Indonesia adalah negara yang berbeda dengan Eropa, tapi bisa saling melengkapi bagi negara-negara di Eropa. Masih banyak yang harus dipelajari Indonesia. Seperti misalnya dari segi produktivitas atau dari segi teknis, Eropa dan khususnya Jerman memiliki reputasi bagus dalam membangun negara menjadi lebih mampu di bidang teknik dan kompetensi engineering nyasangat dikenal. Bahkan mantan presiden, BJ Habibie, dikenal sebagai salah satu ilmuwan yang kemudian kembali ke Indonesia.
Jadi bentuk kerjasama sebenarnya bisa saling menguntungkan antara ekonomi Indonesia atau ASEAN dengan Eropa atau Jerman. Antara lain lewat pelatihan vokasi, pelatihan engineering, sekolah teknik. Saya rasa ini bidang yang bisa ditawarkan negara Eropa dan Jerman, sementara Indonesia bisa lebih menawarkan populasi yang masih muda dan dinamis dengan pertumbuhan yang sangat kuat. Ini akan bisa mewujudkan investasi perdagangan bagi kedua belah pihak dan hubungan aliran modal yang menurut saya akan saling menguntungkan.
Wawancara dilakukan oleh Vidi Legowo-Zipperer saat KTT G20 di Hamburg, Jerman.
(vlz/as)