Mengapa Pemilu Sela di AS Juga Penting Bagi Dunia?
2 November 2018Kebijakan luar negeri
Kebijakan luar negeri biasanya bukan masalah yang menonjol dalam pemilu paruh waktu, yang cenderung fokus pada topik nasional dan lokal. Tapi ini bukan masa-masa normal. Dalam pemilihan presiden yang dimenangkan Donald Trump tahun 2016, kebijakan luar negeri memainkan peran besar dan bisa menjadi faktor penting lagi dalam pemilihan sela 6 November - meskipun secara tidak langsung.
"Pemilu sela biasanya merupakan ujian bagi popularitas presiden," kata Trevor Thrall, sarjana kebijakan luar negeri di George Mason University dan Cato Institute. "Kebijakan luar negeri Trump sangat tidak populer di kalangan publik Amerika - itulah ditunjukkan oleh sebagian besar hasil jajak pendapat baru-baru ini - dan itu memiliki efek yang bisa menekan popularitasnya."
Hasil pemilu sela juga berpengaruh pada komposisi perimbangan kekuatan di dewan perwakilan rakyat AS. Seandainya kubu Demokrat berhasil merebut mayoritas di Senat yang saat ini masih dikuasai kubu Republik, hal itu akan memberi kekuasaan signifikan atas kebijakan luar negeri AS. Karena persetujuan Senat diperlukan misalnya untuk perjanjian internasional atau nominasi jabatan-jabatan eksekutif.
Kubu Demokrat bisa saja memblokir penunjukan pejabat kebijakan luar negeri dan menunda perjanjian perdagangan, salah satu fokus utama agenda politik Trump. Bagi Presiden AS, kekalahan kubu Republik di Senat adalah skenario mimpi buruk. Terutama jika Demokrat merebut mayoritas di dewan perwakilan rakyat.
"Dalam melakukan pendapat dan dalam wacana publik, jika Demokrat mengambil kendali DPR, itu akan membuat perubahan cukup nyata. karena akan ada komisi penyelidikan yang bisa mengawasi tindakan administrasi di seluruh dewan, termasuk perubahan administratif pada kebijakan, kata Frances Lee, peneliti politik di Maryland University.
Partai Demokrat melalui komisi di Dewan Perwakilan misalnya bisa menuntut penyelidikan baru atas dugaan pengaruh Rusia dalam kampanye pemilu presiden yang lalu. Semua itu mungkin tidak akan mengubah arah kebijakan luar negeri Trump. Tetapi semua itu akan membuatnya lebih sulit menjalankan kebijakan sesuai keinginannya.
Selain itu, di tubuh Republik sendiri akan terjadi penggantian jabatan yang cukup penting karena tokoh-tokoh senior akan pensiun setelah pemilu sela. Kepala Komisi Hubungan Luar Negeri di Dewan Perwakilan, Republik Ed Royce akan memasuki masa pensiun, demikian juga Kepala Komisi Luar Negeri di Senat Bob Corker. Keduanya dari partai Republik.
Kebijakan dalam negeri
Jika kubu Demokrat menang besar, kesulitan Donald Trump dalam politik luar negeri akan lebih besar ketimbang kebijakan luar negeri. Hal ini karena konstitusi AS memang memungkinkan Kongres melakukan lebih banyak intervensi pada kebijakan domestik daripada pada kebijakan luar negeri, yang pada umumnya merupakan wewenang dari pemerintahan.
Jika Demokrat menguasai dewan perwakilam. Mereka akan bisa mendikte kebijakan dalam negeri, misalnya menggagalkan rencana Presiden Donald Trump untuk menghapus atau membatalkan reformasi di bidang kesehatan yang dirintis pendahulunya, Barack Obama. Demokrat juga bisa memblokir rencana pemerintah memberlakukan pemotongan pajak.
Situasi ini juga akan memaksa Presiden Trump lebih banyak berkompromi dengan pihak oposisi dalam berbagai kebijakan dalam negri, karena dia perlu persetujuan Demokrat untuk meloloskan angaran belanja atau menaikkan plafon utang. Sekalipun Trump lebih sering memilih jalan konfrontasi daripada kompromi. Jika itu yang dia lakukan, iklim politik di AS akan makin meruncing dan beracun. (hp/vlz)