Melodi Perang untuk Film 'All Quiet on the Western Front'
14 Maret 2023Film drama antiperang karya sutradara Edward Berger dinominasikan untuk sembilan kategori penghargaan Oscar. Sebelumnya, All Quiet on the Western Front sudah lebih dulu menggondol tujuh penghargaan BAFTA, antara lain untuk kategori "film terbaik."
DW berbincang dengan komponis Jerman, Volker Bertelmann, yang mengarang komposisi untuk film tersebut. Berikut kutipannya:
--
DW: Lagu yang Anda ciptakan ikut dinominasikan untuk Oscar. Apakah proses pembuatannya dikerjakan selama atau setelah produksi film?
Volker Bertelmann: Saya memang telat bergabung. Filmnya sebenarnya sudah selesai diproduksi, ketika saya diundang ke Berlinuntuk audisi. Saat itu pun filmnya sudah terlihat sangat bagus dan saya yakin film ini akan diterima dengan baik. Dan keesokan harinya saya mendapat ide pertama, yang bisa Anda dengar pada awal film, yakni sebuah harmoni dengan tiga nada.
Saya lalu mengirimkan gagasannya saya kepada Edward Berger. Biasanya komponis tidak cuma mengirimkan sebuah ide ke sutradara, melainkan menunggu hingga terkumpul antara sepuluh sampai 15 ide, untuk bisa memastikan ada pilihan yang baik. Tapi dalam kasus ini saya sangat yakin untuk mengirimkan ide pertama saya, karena sifatnya yang kuat dan jelas. Saya ingin tahu apakah dia juga merasakan hal yang sama.
Keesokannya, Edward menghubungi saya dengan nada girang, "Hasilnya sangat keren, kami senang karena komposisinya tepat seperti yang kami inginkan!" Buat saya jelas, saya harus mengolah semua komposisi dengan satu tema ini.
Anda menggunakan harmoni yang sederhana, tapi sangat kuat dan menakutkan. Musik Anda memperkuat gambaran mengerikan dari medan perang. Bagaimana Anda memilih komposisi untuk film ini?
Pada sepuluh menit pertama, penonton menyimak sejarah seragam, bagi saya adegannya terlihat seperti sebuah rangkaian gambar. Tidak ada teks, melainkan kita hanya melihat bagaimana serdadu berperang. Lalu serdadu-serdadu ini meninggal dunia. Seragam mereka dilepaskan dan tubuh mereka dimandikan. Seragam-seragam ini dikirimkan ke pabrik untuk dicuci dan dijahit dengan nama baru. Bagi saya, proses ini adalah sebuah mesin perang yang menghilangkan kemanusiaan bagi semua yang terlibat. Mereka tiba-tiba menjadi sebuah komoditas. Dan saya melihat, bahwa musiknya harus bisa konsep mesin perang, seperti misalnya dengan mesin jahit. Konsep ini cuma berhasil jika kita mengambil elemen-elemen ikonik dan menampilkannya berulangkali dalam tempo singkat, layaknya sebuah instalasi seni.
Pada saat yang sama, saya juga berpikir tentang lima pemuda yang berangkat ke medan perang, dan dalam waktu singkat, mereka kehilangan semua yang mereka impikan sebagai seorang manusia. Kendati begitu, mereka sesekali mendapat momen, di mana mereka memegang sapu tangan seorang perempuan atau melihat plakat bergambar seorang perempuan. Dalam film ini, perempuan melambangkan sesuatu yang diimpikan oleh para serdadu, di mana mereka bisa merasakan kembalinya normalitas. Itulah harapannya. Dan saya merasa, untuk itu dibutuhkan suara mesin perang yang kuat, yang juga dibalut dengan tema religius.
Apa tantang terbesar dalam pembuatan lagu untuk film ini?
Bagian tersulit adalah untuk tidak menyuntikkan terlalu banyak elemen heroisme ke dalam musik, dan berusaha menjauh dari heroisme, terutama ketika filmnya menampilkan penderitaan para serdadu. Seorang komponis biasanya akan cendrung menulis melodi-melodi yang melankolis atau sedih. Bagi saya sangat sulit dan juga sangat penting untuk selalu menjaga jarak, tapi saat yang sama menyentuh emosi tanpa terdengar menyedihkan.
Film ini dinominasikan untuk tujuh penghargaan BAFTA dan sembilan kategori Oscar. Apa yang membuat film ini sedemikian dihargai di dunia internasional?
Saya kira, jawabannya terletak pada fakta bahwa audiens bisa membentuk bayangannya sendiri tentang apa yang ditampilkan. Dan tentunya juga karena peristiwa aktual, ketika perang berkecamuk di depan pintu, rasanya pasti berbeda dengan jika perang berjarak 15.000 kilometer. Pastinya hal ini berpengaruh. Tapi dampaknya juga bisa terbalik, bahwa penonton sekarang tidak lagi ingin menyimak film perang. Namun dalam hal ini, filmnya beresonansi dengan isu kekinian, punya cerita dan konsep produksi yang kuat. Saya kira, kombinasi ini mendorong banyak orang untuk menghormati film ini."
Wawancara oleh Marina Baranovska.
rzn/hp