Mao, Ekonomi dan Hak Asasi Manusia
12 Oktober 2012Sebuah negara industri di jantung Eropa, yang setelah masa kekuasaan fasisme Hitler dan persatuan kembali bangga akan azasnya sebagai negara hukum yang demokratis. Di pihak lain, negara diktatur dengan satu milyar penduduk dan wilayah yang hampir seluas satu benua. Kedua negara yang bermitra ini, Jerman dan Cina begitu beda, sehingga tak mengherankan, bila perkembangan hubungannya kini sulit dibayangkan 40 tahun lalu.
Salah satu indilkator hubungan itu adalah konsultasi tahunan antara kedua pemerintahan. Akhir Agustus 2012, separuh kabinet Jerman berangkat ke Beijing untuk memenuhinya. Tahun sebelumnya, Perdana Menteri Cina datang ke Berlin bersama 13 orang menteri. 2004, hubungan kedua negara secara resmi ditingkatkan menjadi Mitra Strategis dalam Tanggung Jawab Global. Setiap tahunnya, berlangsung sekitar 30 temu kerja tetap di berbagai tingkatan, pakar, menteri, menteri luar negeri dan kepala negara kedua negara. Ada lebih 500 proyek kerjasama antar universitas. Disamping itu, ada lima lembaga penelitian bersama, serta serangkaian kota yang saling berpartner. Pendek kata: Cina adalah salah satu diantara sedikit negara yang memiliki hubungan begitu erat dengan Jerman.
Ekonomi Di Peringkat Utama
Inti dari hubungan itu bisa digambarkan dengan angka: 140 Milyar Euro. Itulah nilai perdagangan antara kedua negara pada 2011. Jerman adalah partner dagang Cina yang terpenting di Eropa, dan Eropa adalah mitra dagang Cina yang terpenting di dunia. Sebaliknya Cina adalah importir kelima terbesar untuk produk Jerman, dan di luar Eropa merupakan mitra dagang kedua terpenting bagi Jerman. Menurut ilmuwan Sebastian Heilmann dari Trier, hubungan dagang ini memiliki prioritas tertinggi. "Semua urusan lainnya, mengintil di belakangnya dan saat ini, Jerman dan Cina negara saling memasok produk yang dibutuhkan".
Merintis Awal Baru
Jerman dan Cina mulai merintis hubungan baru usai perang dunia ke dua. Kesepakatan dagang pertama ditandatangani pada tahun1957, meski hubungan diplomatis belum digalakkan kembali. Saat itu, negosiasi berlangsung antara Komisi Kawasan Timur dari Kamar Dagang Jerman dan Badan Perdagangan Luar Negeri Cina, CCPIT. Pengusaha Otto Wolff von Amerongen memimpin negosiasi bagi pihak Jerman. Dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle pada tahun 2007, mendiang Amerongen mengatakan bahwa Jerman ingin agar hubungan dagang yang sebelumnya pernah dibangun, tidak punah begitu saja.
Kunjungan Nixon Yang Mengejutkan
Di masa perang dingin, Jerman dan Eropa terpecah belah. Amerika dan Uni Soviet saling bertentangan. Di puncak konfrontasi 1972, Presiden AS saat itu, Richard Nixon tanpa disangka berkunjung ke Beijing bersama menteri luar negerinya, Henry Kissinger. Menggunakan logika bahwa "musuh dari musuh saya adalah teman“, kedua petinggi Amerika itu meluncurkan strategi baru. Pasalnya, Mao Zedong yang ketika itu berkuasa di Cina telah mengambil jarak dari mitra komunisnya, Uni Soviet. Menurut sejarawan dan mantan Konsul Jerman di Guangzhou, Wolfgang Runge, kunjungan Nixon ke Cina merupakan tindakan yang menentukan bagi politik dunia dan berimbas pada kebijakan politik Jerman Barat. "Di masa itu, banyak negara seakan berlomba untuk membuka hubungan dengan Cina, dan setelah Republik Rakyat itu tahun 1971 kembali mengisi kedudukannya di Dewan Keamanan PBB, pemerintah di Bonn tidak mau ketinggalan“.
Wakil Mao di Bonn
Mao menugaskan jurnalis Wang Shu ke Bonn pada tahun 1972, sebagai koresponden resmi kantor berita Xinhua. Di samping itu, secara tidak resmi Wang ditugaskan untuk meniti jalan menuju hubungan diplomatis. Kesepakatan awal berlangsung cepat. Mengenang pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Jerman Barat Walter Scheel, menurut Wang, „negosiasi hanya berlangsung sepuluh menit.“ Nyatanya, negosiasi selanjutnya sangat alot, 40 hari lamanya dibutuhkan untuk membahas butir-butir kesepakatan bilateral itu. Status istimewa Berlin Barat kerap mengganjal. Akhirnya, pada 11. Oktober 1972 hubungan diplomatis Jerman dan Cina secara resmi dihidupkan kembali. Di tahun yang sama ditandatangani juga kesepakatan dagang baru. Namun pada masa itu, besaran nilai perdagangan kedua negara tidak seberapa dan berkisar pada satu juta D-Mark.
Tiananmen
Reformasi yang digulirkan Deng Xiaoping di Cina, pada 1978 meniupkan dinamika baru dalam hubungan ekonomi dengan Jerman. Laju hubungan itu terputus tahun 1989, ketika gerakan demokrasi para mahasiswa diakhiri penuh darah pada tanggal 4. Juni di lapangan Tiannanmen. Namun pembekuannya tidak berlangsung lama: "Menariknya jeda ini sangat singkat, dan tidak pernah ada embargo perdagangan sepenuhnya. 1991 nilai perdagangan telah pulih dan bila diperhatikan, pada tahun 90-an jumlahnya terus meningkat".
"Konsep Asia" Kohl
Tahun 1993, Kanselir Jerman waktu itu, Helmut Kohl mempresentasikan sebuah konsep politik baru sehubungan dengan Asia. Dalam "konsep Asia“ itu diterangkan bahwa Asia merupakan kawasan yang memiliki peluang besar di masa depan. Konsep itu mengimbau para pengusaha untuk berinvestasi ke Asia, termasuk Cina dan pemerintah mendukung upaya perdagangan dengan negara itu. Kanselir-kanselir Jerman berkunjung ke Cina diiringi delegasi besar pengusaha. Sukses tidaknya kunjungan itu seringkali diukur dari jumlah dan nilai kontrak dagang yang ditandatangani. Kinipun masih begitu, meski dibarengi dengan dialog mengenai negara hukum dan hak azasi manusia, serta nilai-nilai budaya yang berbeda.