Lima Tahun di Puncak Gereja Katolik: Paus Fransiskus
Sejak menjabat sebagai pimpinan GereJa Katolik tahun 2013, Paus Fransiskus mencoba melakukan reformasi dengan mencontohkan kerendahan hati. Beberapa kalangan memuji usahanya, yang lain melontarkan kritik.
'Buona sera!' (Selamat malam)
13 Maret 2013, Uskup Agung Buenos Aires Jorge Mario Bergoglio ditetapkan sebagai Paus yang baru. Dia menyalami umat yang menunggu di lapangan Santo Petrus dengan kata-kata sederhana: Selamat malam! Sejak itu, dia tidak henti mempromosikan kerendahan hati dan pentingnya pelayanan.
Keberpihakan pada yang lemah
Banyaknya pengungsi yang tewas dalam upaya mencapai daratan Eropa dari benua Afrika adalah "duri dalam hati," kata Paus Fransiskus ketika pertama kali berkunjung ke Pulau Lampedusa. Pada saat kunjungannya tahun 2013, ribuan migran menunggu di pulau ini untuk mendapat ijin masuk secara legal ke daratan Eropa.
Simbol kerendahan hati dan kesederhanaan
Paus Fransiskus menolak mobil dinas baru dan tetap menggunakan mobil tuanya yang sudah berusia 30 tahun. Dia ingin agar gereja tampil lebih sederhana dan lebih dekat kepada kaum miskin.
Promotor perdamaian
Paus Fransiskus melihat peran dirinya sebagai pembangun jembatan dan mediator antara pihak-pihak yang bertikai. Dia membantu mediasi dalam konflik sipil di Afrika Tengah dan di Kolumbia. Dia juga mendesak Presiden AS Donald Trump untuk membangun jembatan daripada tembok di perbatasan ke Meksiko.
Skandal pelecehan dan kekerasan seksual di gereja
Gereja tengah mengalami masa-masa sulit dengan adanya skandal pelecehan dan kekerasan seksual. Di Cile, uskup Juan Barros (foto kanan) diduga mengetahui kasus-kasus pelecehan tersebut, namun tetap diam. Paus Fransiskus menolak tuduhan-tuduhan terhadap Barros dan menyebutnya fitnah. Paus kemudian meminta maaf atas kata-katanya, namun membiarkan uskup Barros tetap menjabat.
Kritik dari kalangan gereja
Bagi sebagian kalangan gereja, reformasi yang dilakukan Paus Fransiskus terlalu radikal. Poster yang tersebar di Roma ini menuduh Paus terlalu keras terhadap gerejanya sendiri dan tidak punya waktu untuk perbedaan pendapat di Vatikan. Beberapa orang menganggap bahasa yang digunakannya terlalu sekuler dan dia terlalu sering tampil di media.