1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libanon di Jalan Buntu

9 Juli 2007

Kekerasan di Libanon terus berlanjut: serangan bom di berbagai lokasi, pembunuhan terhadap anggota parlemen Walid Eido, tewasnya enam anggota pasukan UNIFIL.

https://p.dw.com/p/CIrk
Foto: AP

Pembangunan kembali di Beirut berlangsung sejak berbulan-bulan. Suara truk pengangkut timbunan batu dan rongsokan menjadi bagian dari keseharian ibukote Lebanon itu. Meski perkembangan ini bagaikan pertanda optimisme, warga Lebanon masih dirundung awan kelabu. Pemilik butik pakaian, Naida Meyassi menggambarkan ketakutannya,

„Sebenarnya situasi sekarang sangat mengerikan. Kami takut, sedih dan khawatir, bagaimana nasib anak-anak kami nanti? Berapa lama lagi situasi ini akan berlangsung? Apa akan terus begini atau akan berakhir?"

Harapan akan terciptanya situasi damai di negara berlambang pohon kehidupan itu masih menghadapi berbagai tantangan berat. Lebanon berada dalam krisis.

Beberapa anggota kabinet dari kubu Shiah mengundurkan diri dari kabinet yang dipimpin Perdana Menteri Fuad Siniora. Tujuannya mendesak agar dibentuk pemerintahan koalisi baru. Namun akibatnya, mayoritas pengikut Shiah di negara itu tidak terwakili dalam pemerintahan.

Menurut pakar politik, Sami Baroudi di Beirut, terjadi perpecahan hebat dalam masyarakat Lebanon. Perang di tahun 2006 merupakan pertanda hal ini. Menurut Sami Baroudi,

“Perang ini telah menyapu bersih semua ikatan yang tersisa diantara berbagai kelompok di Lebanon. Perang itu bagaikan serangan hebat terhadap sistim yang sebelumnya memang lemah. Sampai kini Lebanon belum berhasil pulih dari dampaknya”

Kepercayaan sudah punah antara kubu anti-Suriah yang dekat dengan Perdana Menteri Fuad Siniora dan kubu pro-Shiah, seperti kaum Hisbollah maupun pendukung lainnya seperti Jenderal Michel Aoun yang beragama Kristen. Bahkan kedua pihak tak bersedia untuk berkomunikasi secara langsung satu sama lain.

Baik kubu pemerintahan maupun kubu Shiah berpendapat, perseteruan ini menentukan keberadaannya. Demikian menurut seorang diplomat. Di satu pihak, kubu pemerintahan Siniora khawatir bahwa kaum Hisbollah akan membuka pintu bagi Suriah, yang pasukannya sempat bercokol selama 30 tahun ketika keluar dari Lebanon pada Mai 2005.

Pasukan Suriah akhirnya ditarik dari Lebanon setelah adanya desakan internasional ketika Rafik Hariri, yang ketika itu menjabat Perdana Menteri diasasinasi.

Walid Jumblatt, politisi dari kubu pemerintahan menilai, kini hanya mujijat yang dapat menyelamatkan Lebanon, karena kedua kubu itu bukan hanya bertentangan secara ideologis, melainkan juga dari segi praktek maupun politik. Menurut dia, kubu Shiah yang beroposisi tidak melihat Lebanon sebagai negara yang independen.

Lebanon menghadapi jalan buntu. Secara politis, kedua pihak sama kuat. Tak ada yang mau menglah. Musim gugur mendatang, Presiden Lebanon yang baru akan dipilih secara konsensus. Bila ini gagal, kemungkinan besar Lebanon akan terpuruk dalam situasi kaos.