Humor yang Baik itu Ibarat Hidangan Utama Penuh Gizi
5 Januari 2022Ada humor dalam lagu, ada humor pada drama, dan ada humor di dalam karya sastra. Meski ada di mana-mana, humor masih dianggap sepele dan disepelekan karena dipandang semata unsur pembantu.
Padahal sebetulnya ada aspek sastra, antropologi, dan psikologi di dalam humor. Humor itu serius dan perlu diseriusi. Jika diandaikan makanan, humor seharusnya dipandang sebagai hidangan utama penuh gizi, bukan sekadar penyedap.
Di dalam buku berjudul The Act of Creation, Arthur Koestler membagi kreativitas manusia ke dalam tiga wilayah, yakni humor, pengetahuan, dan seni. Seni membuat orang takjub, ilmu pengetahuan membuat orang paham, dan humor membuat orang tertawa.
Meskipun fungsinya berbeda, menurut Koestler, ketiga unsur itu sederajat posisinya, selain karena batasannya sering tumpang tindih, ketiganya bisa tampil pada saat bersamaan. Masih banyak orang belum memahami hal ini.
Selain The Act of Creation, ada banyak buku yang menunjukkan bahwa humor sebetulnya berdiri sejajar dengan sektor-sektor budaya lainnya, seperti dalam Creativity and Humor karya Sarah L. Luria, Philosophy of Laughter and Humor karya John Morreall, and The Psychology of Humor: An Integrative Approach oleh Rod A. Martin.
Buku-buku itu dapat diakses dan dibaca di The Library of Humor Studies, perpustakaan milik Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3). Berlokasi di Menara DDTC di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, tempat ini tidak hanya menjadi perpustakaan humor pertama, tetapi juga pusat kajian humor pertama di Indonesia.
"Selama ini kita menganggap humor itu sesuatu untuk bercanda. Padahal banyak hal yang kita bisa kaji dari humor itu sendiri. Mengkaji humor itu menyenangkan karena objek yang diteliti itu lucu. Saya sendiri senang ketika meneliti humor karena bisa ketawa-ketawa," kata Novrita Widiyastuti, akademisi dan Kepala Eksekutif IHIK3, kepada DW Indonesia.
Bagi komedian, humor itu serius
Humor memang menarik untuk dikaji karena berkat humor, segala unek-unek dan kekecewaan bisa disampaikan dengan lebih menyenangkan sekaligus menghibur.
Akan tetapi, buku-buku humor berbahasa Indonesia dan literatur tentang kajian humor Indonesia masih belum banyak. Di The Library of Humor Studies saja sebagian besar koleksi buku dan majalahnya masih berbahasa Inggris.
"Humor dan komedi itu salah satu seni pertunjukan yang sejarahnya paling gelap. Gelap ini maksudnya bukan kelam, tapi belum banyak orang yang betul-betul serius mengkaji hal itu. Padahal kita 'kan seharusnya belajar dari sejarah, tapi sejarahnya itu sendiri belum ditulis," kata Novrita.
Tantangan lain ialah banyak orang masih menganggap bahwa humor itu bukan sesuatu yang serius.
Novrita mengutip pernyataan Arwah Setiawan, pendiri Lembaga Humor Indonesia, bahwa humor itu serius karena sebelum tampil, komedian harus mempersiapkan materi secara serius agar humornya berbobot dan meninggalkan kesan bagi penontonnya.
Sejauh ini, sebagian besar pengunjung The Library of Humor Studies masih mahasiswa, dosen, dan peneliti, kata Novrita. Ia pun berharap, komika-komika mau berkunjung ke The Library of Humor Studies karena perpustakaan ini juga memiliki berbagai literatur tentang teori dan sejarah komedi tunggal (standup comedy).
"Semoga mereka mau banyak baca supaya jokes-nya tidak begitu-begitu saja," kata Novrita.
Ingin Indonesia yang lebih jenaka
The Library of Humor Studies ini punya lebih dari 2.000 buku tentang kajian humor dan komedi yang sebagian besar adalah koleksi pribadi tiga pendiri IHIK3, yakni Danny Septriadi, Seno Gumira Ajidarma, dan Darminto M. Sudarmo.
Darminto adalah mantan pemimpin redaksi majalah HumOr dan pendiri Kelompok Kartunis Kaliwungu, sedangkan Seno dan Danny adalah akademisi dan peneliti kartun, humor, dan komedi di Indonesia, Novrita Widiyastuti bercerita kepada DW Indonesia.
"Mereka sudah mengoleksi buku-buku kajian humor, baik dalam dan luar negeri dari tahun 1980-an. Karena sudah saking banyaknya jumlah buku, majalah, dan DVD tentang humor dan komedi, lalu ide untuk membuat perpustakaan untuk umum muncul," kata Novrita.
Berangkat dari keyakinan bahwa berbagi ilmu itu lebih penting daripada ilmu itu sendiri, koleksi buku di The Library of Humor Studies pun terus bertambah. Bahkan baru-baru ini mendapat tambahan buku dari salah satu pendirinya, Darminto M. Sudarmo.
Menurut Novrita, sebelum meninggal pada 21 Desember 2021, Darminto telah berpesan agar keluarganya memindahkan seluruh buku koleksi yang ada di rumahnya di Semarang, Jawa Tengah, ke The Library of Humor Studies di Jakarta.
Sebagian buku-buku di The Library of Humor Studies juga merupakan hibah dari tokoh-tokoh humor dan komedi Indonesia, seperti Arwah Setiawan yang mendirikan Lembaga Humor Indonesia pada 1978 sebagai wadah untuk mengembangkan humor di Indonesia.
"Dengan perpustakaan ini, kita ingin membuat Indonesia lebih jenaka," ujarnya.
Jangan remehkan terapi humor
Buku-buku koleksi The Library of Humor Studies menawarkan berbagai perspektif dan disiplin ilmu dalam memahami humor dan komedi, kata Novrita.
Buku berjudul Creativity and Humor dari Sarah L. Luria, misalnya, membahas secara jelas bagaimana humor dan kreativitas saling memengaruhi, dan dampak ragam humor dan kreativitas pada dimensi budaya dan pendidikan, dan bahkan bisa bermanfaat sebagai medium terapi.
Untuk menarik minat masyarakat membaca buku-buku tentang terapi humor, IHIK3 pun rajin mengadakan berbagai diskusi dan seminar terkait topik ini. Sebelum pandemi, misalnya, mereka mengundang psikiater dan dosen psikologi untuk berbicara di seminar terapi humor.
Di dalam diskusi itu terungkap bahwa humor memiliki kemampuan untuk mengubah kepribadian orang dan saat ini semakin banyak mahasiswa psikologi yang tertarik meneliti selera humor. Humor dan tertawa juga penting dalam psikoterapi karena bisa membuat pasien rileks.
Selain mengadakan diskusi, IHIK3 juga berkunjung ke sekolah dan universitas untuk memberikan pelatihan humor kepada guru dan dosen karena kekuatan terapi humor juga bermanfaat dalam proses belajar mengajar.
"Bagaimana kita bisa mengajar dengan humor supaya siswa dan mahasiswa tidak bosan," ujar Novrita. "Selama pandemi ini, kita semua masih bisa tetap berhumor, baik WFH (bekerja dari rumah) atau WFO (bekerja dari kantor)." (ae)