Lavrov di Suriah Mirip Masa Lalu
9 Februari 2012Konflik berdarah yang masih melanda Suriah menjadi sorotan harian Italia Corierre della Sera
„Italia dan pemerintahan lainnya di Eropa memanggil pulang dutabesarnya dari Damaskus, negara-negara Arab di kawasan Teluk juga demikian. Washington menutup kantor diplomatiknya di ibukota Suriah. Dan bahkan utusan tinggi urusan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan bahwa kini Assad seharusnya pergi. Tapi tidak ada yang dapat menutupi kenyataan: Setelah veto Rusia dan Cina terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB untuk kasus Suriah, negara Barat dan Liga Arab semakin tidak berdaya dibanding sebelumnya, menghadapi pembunuhan massal yang terjadi setiap hari di Suriah.“
Harian Jerman Stuttgarter Zeitung mengkhawatirkan konflik di Suriah sehubungan veto Rusia di Dewan Keamanan PBB
"Pada saat ini masyarakat internasional bereaksi antipati dan marah terhadap keraguan Rusia. Dengan demikian satu hal yang luput dari pandangan mata. Apa yang akan terjadi seandainya resolusi itu disahkan? Larangan yang tegas terhadap Assad saja tidak akan menghentikannya. Langkah selanjutnya akan menjadi masalah waktu. Kemungkinan serangan militer, sementara ini ditolak secara senada oleh semua pihak. Tapi langkah apa lagi yang masih tersisa?“
Kunjungan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Suriah menjadi sorotan harian Rusia Kommersant yang terbit di Moskow
"Itu upaya kebingungan yang dilakukan Rusia, untuk menghentikan perang saudara di Suriah dan menolong rezim mitranya. Dalam kunjungannya di Damaskus, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menyerukan Presiden Bashar al-Assad agar memulai reformasi dan melakukan dialog dengan oposisi. Tekanan dari barat terhadap Assad semakin meningkat, oleh karena itu tamu dari Moskow tersebut disambut dengan amat tidak sabar. Sambutan sorak sorai dari ruangan kelas di sekolah-sekolah dan orang-orang tua mengingatkan pada masa lalu, ketika pimpinan Uni Sovyet juga disambut sedemikian meriah. Namun orang-orang di Libya juga mengelu-elukan Muammar al Gaddafi, sesaat sebelum rezimnya terguling.“
Krisis utang Yunani juga menjadi tema sorotan media cetak internasional. Harian Belanda de Volksrant mengomentari perundingan seputar upaya penghematan baru di Athena
"Kesenjangan produktivitas antara Eropa kawasan utara dan selatan adalah masalah mendasar di kawasan pengguna Euro. Kesalahan konstruksi mata uang Euro membuat Eropa utara, juga bertanggung jawab untuk krisis ini. Yunani dituntut menyelesaikan masalah itu lebih energik dibanding yang dilakukan selama ini. Tapi dari Eropa Utara juga dapat diharapkan adanya solidaritas. Biaya krisis ini tidak boleh sepihak dibebankan kepada penduduk Yunani, yang jauh lebih miskin dibanding tetangganya di utara.“
Obat yang pahit tapi manjur. Demikian judul komentar harian Luxemburger Wort mengenai upaya-upaya reformasi di Yunani. Lebih lanjut harian Luksemburg itu menulis
“Sungguh sulit jika melihat gambar-gambar di televisi yang menunjukkan tunawisma di Athena, untuk tidak ikut merasa kasihan terhadap orang-orang di Yunani yang menderita akibat haluan penghematan yang penting dilakukan. Tapi yang menentukan adalah dimana dalam situasi saat ini ditetapkan landasan yang benar. Hanya dengan demikian situasi Yunani dapat pulih kembali. Masa depan Yunani terletak di kawasan pengguna Euro. Dan langkah berikutnya sudah ditunjukkan. Dengan penerapan kewajiban yang sudah disanggupi dalam rangka paket bantuan pertama bagi Yunani yang sudah berjalan, akan berlanjut dengan paket bantuan kedua. Mitra-mitra di kawasan Euro tidak meninggalkan warga di Yunani. Politisi di Athena juga seharusnya bertindak serupa.“
Dyan Kostermans/dpa/afp
Editor: Hendra Pasuhuk