Lagu Bahasa Kölsch Warnai Karnaval
17 Februari 2012Riasan yang terbaik saat karnaval adalah rasa humor. Siapa yang tidak memiliki rasa humor harap tinggal di rumah. Tapi siapa pun boleh datang jika berani gila-gilaan.
Orang-orang di berbagai penjuru dunia merayakan hari-hari sebelum puasa pra Paskah, antara musim dingin dan musim semi. Sebelum berpuasa 40 hari menjelang Paskah, para penggila pesta karnaval keluar dari rumah dan berpesta besar-besaran.
Di Jerman Selatan, acara karnaval yang dimulai Selasa sebelum puasa pra Paskah dan berakhir pada Rabu Abu dikenal dengan nama Fasching. Sementara di negara bagian Nordrhein Westfalen, acara itu dinamakan Karneval. Warga Düsseldorf dan Köln selalu berdebat merekalah yang paling meriah merayakan karnaval.
Musik Sukaria
Karnaval tidaklah lengkap tanpa musik rakyat. Wicky Jungggeburth, mantan "pangeran karnaval" tahun 1993, dengan senang hati menjelaskan musik apa yang diputar saat acara karnaval.
Musik karnaval yang diputar di penjuru kota Köln berbahasa Kölsch, bahasa daerah setempat. Lagu-lagunya biasanya berlirik lelucon, menertawakannya, hingga tentang mencium dan berdansa dengan siapa saja di jalanan.
"Lupakan sementara masalahmu, kebebasan datang dan berakhir lagi pada hari Rabu Abu," kata Junggeburth.
Warga Köln suka sekali berpesta. Sejarahnya mungkin dimulai sejak kota itu didirikan 2000 tahun lalu oleh orang Romawi. Bercampur dengan budaya Perancis dan Prussia yang sempat berkuasa di Köln, menghasilkan paduan budaya yang unik.
"Gaya hidup Romawi, bersanding dengan gaya hidup Paris, menciptakan mentalitas dan logat Kölsch yang menarik," begitu komentar pelawak Jerman Konrad Beikircher suatu hari.
Kelompok Musik Bahasa Daerah
Hanya kota Köln yang melahirkan sangat banyak musisi yang bernyanyi dalam bahasa daerah Kölsch. Kelompok musik Bläck Fööss (Bahasa Kölsch: telanjang kaki – red.) salah satu contohnya. Lagu-lagu mereka penuh warna dan menceritakan lingkungan lokal dengan gaya humoris. Musik Bläck Fööss dinyanyikan dalam bahasa daerah Kölsch dan mencerminkan sifat masyarakatnya.
"Saya pikir bahasa merupakan hal satu-satunya yang mempersatukan orang-orang saat ini, dan satu-satunya yang mencerminkan suatu kota atau daerah," kata pemain bass Bläck Fööss Harmut Priess.
"Kawasan pejalan kaki dan pusat perbelanjaan di setiap kota kurang lebih mirip. Satu-satunya hal yang mencerminkan kekhasan suatu kota adalah bahasanya," tambahnya.
Bahasa daerah Köln membuat warga lokal bangga akan budayanya dan juga menciptakan suasana khas karnaval bagi setiap orang yang mengunjungi Köln saat musim karnaval.
"Bagi setiap orang yang mengunjungi kota ini, mereka bisa membiasakan diri dengan bahasa daerahnya melalui karnaval dan musiknya," tutur Priess.
Para pendatang yang tinggal di Köln, langsung merasa pas ketika berpesta pada musim karnaval. Mereka mungkin tidak berbahasa Jerman dengan sempurna, tapi setelah beberapa hari berpesta, mereka pasti bisa menyanyikan lagu-lagu berbahasa Kölsch. Bersama band Bläck Fööss, mereka mengungkapkan kecintaan pada kota Köln. "Du bes die Stadt, op die mer all he stonn." Yang berarti kurang lebih, "Kau adalah kotaku yang kami cinta."
Tentang Bläck Fööss
Bläck Fööss hanya salah satu kelompok musik yang menyanyikan lagu dalam bahasa Kölsch. Akar musik mereka sebenarnya musik rock berbahasa Inggris. Bläck Fööss tampil untuk pertama kalinya pada tahun 1970 dengan gitar listrik, rambut gondrong, celana jins dan telanjang kaki. Mereka berhasil menggoyang penonton yang sebelumnya terbiasa dengan musik tradisional acara karnaval. Tidak ada yang bisa menghentikan kesuksesan mereka, dan lagu-lagu Bläck Fööss menjadi legendaris.
Lingkup musik Bläck Fööss kini terbentang luas mulai dari rock ke reggae, waltz ke tango, mars ke gospel dan madrigal. Walau pun di tengah sukaria karnaval, lagu mereka yang berlirik kritis atau ironis dengan mudah diterima telinga pendengarnya. Masalah rasisme, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan juga disinggung Bläck Fööss dalam liriknya.
"Kami mewujudkan keinginan orang akan solidaritas dan semangat kemasyarakatan dalam lagu-lagu kami," ujar penyanyi dan gitaris Bömmel Lückerath. "Tapi hidup tidaklah sempurna. Orang juga harus menghadapi kenyataan."
Jika sudah waktunya musim karnaval dan kegilaan meliputi daerah bantaran sungai Rhein, kenyataan tidak terelakkan lagi. Mereka yang menjejakkan kaki di Köln akan sulit menolak energi untuk tidak bernyanyi dan berpesta dalam bahasa Kölsch.
Suzanne Cords/Louisa Schäfer/Luky Setyarini
Editor: Hendra Pasuhuk