Krisis di Libanon dan Kasus Litvinenko
4 Desember 2006Harian Spanyol “El Pais” berkomentar:
“Libanon diancam sebuah konflik baru, yang tidak mempunyai akibat yang sangat buruk, bukan untuk negara itu saja, tetapi juga untuk keseluruhan wilayah. Setiap harinya puluhan ribu pendukung Hisbullah menuntut mundurnya pemerintahan terpilih yang pro barat. Kelompok radikal Islam ini mempunyai tujuan untuk menambah ketegangan. Dengan demikian mereka mengarahkan negara ini menuju sebuah perang saudara baru. Penyebab perkembangan terbaru ini ini adalah invasi Israel. Hal ini mengacaukan keseimbangan konfesional. Dan akibatnya milisi Hisbullah, yang telah membuktikan efisiensi tertentu, baik dalam medan perang maupun dalam pembangunan kembali, menjadi lebih kuat.“
Harian Rusia „Kommersant“ juga berkomentar tentang naiknya ketegangan di Libanon. Harian ini menulis:
„Jalan menuju demokrasi barat menjadi semakin jauh, baik di Irak pasca Saddam Hussein maupun di Palestina, yang telah dibangun Yasser Arafat sebagai pemimpin otoriter,. Karena itu orang tidak perlu membuat celaan kalau bibit demokrasi tidak tumbuh disana. Lain halnya dengan Libanon. Negara kosmopolit Libanon, yang pernah mempunyai keinginan menjadi „Swiss Timur Tengah“ ditengah-tengan dunia Arab, merupakan satu-satunya pulau liberalisme dan pemikiran bebas. Tetapi potensi revolusi pohon Aras, rangkaian dari proses demokrasi di Libanon, sudah habis terpakai dan konsep Timur Tengah yang dibuat Amerika Serikat gagal. Lebih buruk lagi: Libanon terancam hilang untuk Amerika serikat, seperti Iran dengan revolusi Islamnya hampir 30 tahun yang lalu.“
Tema lain yang disoroti harian dunia adalah presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam kasus pembunuhan mantan agen Litvinenko. Harian Belgia “Der Standard” berkomentar:
„Untuk banyak rakyat Rusia, negara yang menjadi kurang demokratis dibawah Presiden Putin, merupakan harga yang siap mereka bayar untuk stabilitas. Dalam sebuah jajak pendapat yang baru dipublikasikan, dapat dilihat, bahwa mayoritas rakyat Rusia akan memilih siapa saja yang mendukung Putin. Tetapi pertanyaannya adalah, apakan Putin masih dapat mengendalikan hal ini. Pertarungan kekuasaan ini akan dilakukan dibalakang layar, bukan dalam pemilihan demokratis. Menurut beberapa pihak, perebutan kekuasaan ini berhubungan dengan kejadian yang terjadi minggu lalu.“
Harian Inggris „Financial Times“ juga menyoroti hal yang sama dalam komentarnya. Harian ini menulis:
“Putin mulai berkuasa pada tahun 2000 dengan sebuah janji, yaitu kembali menciptakan sebuah negara kuat yang berpegang teguh kepada undang-undang. Kematian Alexander Litvinenko dan banyak pembunuhan lain membuat orang mengira, bahwa Rusia yang dipimpin Putin kembali kuat – tetapi jauh dari kesetiaan terhadap undang-undang. Sampai sekarang tidak ada yang dituntut. Daftar orang yang dicurigai sangat panjang. dari mantan dan pensiunan agen rahasia, pengusaha, sampai bandit biasa. Kremlin menolak semua keterlibatan. Tetapi Putin tidak dapat mundur dari tanggung jawab, bahwa ia telah menciptakan sebuah negara, dimana pembunuhan sudah menjadi kejadian sehari-hari.“