Komisi Eropa Kritik Perbedaan Gaji Perempuan dan Laki-laki
8 Maret 2010Tema persamaan hak tidak hanya masalah keadilan, melainkan juga masalah penghematan. "Persamaan hak gender adalah fokus utama strategi 2020. Potensi pertumbuhan tidak akan tercapai, jika tidak mencakup semua pihak. Mempekerjakan perempuan akan membantu kita keluar dari krisis ini." Demikian ujar Jose Manuel Barroso.
Hal tersebut sepertinya belum disadari semua pihak. Setidaknya, Badan Statistik Eropa Eurostat melaporkan, rata-rata perempuan di Uni Eropa berpenghasilan 18 persen lebih sedikit dari laki-laki. Dan perbedaan ini tidak banyak berubah dalam 15 tahun terakhir. Padahal lebih banyak perempuan yang kini berpendidikan tinggi dan bahkan berprestasi lebih baik dari kaum laki-laki.
Mengapa ini masih terjadi? Komisaris Hukum dan Hak Asasi Uni Eropa, Viviane Reding, berusaha menganalisa hasil statistik tersebut. "Perempuan tidak selalu memilih pekerjaan dengan gaji yang terbesar. Dan jika mereka memiliki pekerjaan semacam itu, mereka tidak akan mencapai posisi yang tertinggi. Perempuan juga cenderung berhenti bekerja setelah punya anak. Dan tidak ada pembagian tugas yang adil antara ayah dan ibu jika menyangkut masalah mengurus anak."
Perbedaan gaji yang cukup besar antara laki-laki dan perempuan tidak selalu berarti ketidakadilan. Di Jerman misalnya, ini terjadi karena pada dasarnya gaji disini cukup tinggi. Dan bekerja secara paruh waktu adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh para perempuan. Reding menekankan, dalam hal ini harus dibedakan dari masalah pemberian gaji yang tidak sama untuk pekerjaan yang sama.
Reding juga menambahkan, bahwa beberapa perusahaan memberikan nama posisi yang berbeda untuk pekerjaan yang sama supaya bisa mengakali perbedaan gaji tersebut. Menurutnya, Komisi Eropa dan masyarakat harus turut terlibat untuk menemukan jalan keluar dari masalah ini. Satu hal yang terpenting adalah urusan pengasuhan atau penitipan anak. "Di negara-negara Eropa utara, para ayah lebih terlibat dalam mengasuh anak. Masalah penitipan anak pun disana sudah sangat maju. Sehingga lebih banyak perempuan yang bekerja. Ini bisa menjadi percontohan negara-negara lain di Eropa."
Dalam masa jabatannya selama lima tahun ke depan dalam Uni Eropa, Viviane Reding ingin mengurangi perbedaan gaji antara perempuan dan laki-laki. Tetapi ia tidak berani menetapkan angka yang pasti.
Christoph Hasselbach / Vidi Legowo-Zipperer
Editor : Agus Setiawan