Ketegangan Laut Cina Selatan Bisa Ancam Perdagangan Global
22 Agustus 2024Laut Cina Selatan (LCS) merupakan bagian dari Samudra Pasifik bagian barat dan terletak di antara Cina bagian selatan, Taiwan, Filipina, Indonesia, Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Malaysia.
Sekitar sepertiga perdagangan maritim global melewati jalur laut seluas 3,5 juta kilometer persegi ini setiap tahunnya, menurut badan PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan, UNCTAD. Sekitar 40% produk minyak bumi yang diperdagangkan secara global, dikirim melalui jalur laut ini setiap tahunnya.
Pada tahun 2016, diperkirakan barang dan komoditas bernilai USD3,6 triliun melintasi jalur laut, menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional CSIS yang berbasis di Washington. Perkiraan lain menyebutkan, angkanya bahkan mencapai USD5,3 triliun.
Para peneliti di Duke University di North Carolina menghitung bahwa total perdagangan melalui Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur – yang terletak di antara Cina, kedua Korea, dan Jepang – bernilai USD7,4 triliun per tahun.
Puluhan ribu kapal kargo melintasi LCS setiap tahunnya, membawa sekitar 40% volume perdagangan Cina, sepertiga perdagangan India, dan 20% perdagangan Jepang dengan negara-negara lain di dunia, menurut data CSIS.
Dari seluruh Asia, keamanan ekonomi Cina, India dan Jepang sangat erat kaitannya dengan kelancaran jalur laut. LCS merupakan persimpangan penting, baik bagi perdagangan intra-Asia maupun perdagangan dengan seluruh dunia, khususnya Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
Apa yang membuat LCS jadi isu kontroversial?
Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan sebagai miliknya, sehingga membuat marah negara-negara tetangganya, yang mengatakan ambisi teritorial Cina memotong zona ekonomi eksklusif mereka.
Cina mengabaikan keputusan pengadilan arbitrase internasional di Den Haag, Belanda, pada tahun 2016, yang menyatakan bahwa Beijing tidak memiliki dasar hukum atau sejarah atas klaimnya yang luas berdasarkan hukum internasional.
Militer Cina telah melakukan tindakan yang semakin agresif di perairan LCS, termasuk terlibat bentrokan dengan kapal-kapal Filipina, sehingga memicu kekhawatiran akan konflik skala penuh. Amerika Serikat berulang kali memperingatkan, mereka akan membela Filipina, jika militer Filipina diserang di LCS.
Selain itu, kawasan LCS diperkirakan menyimpan sekitar 5,38 triliun meter kubik gas alam serta 11 miliar barel cadangan minyak, menurut badan administrasi informasi energi AS, Energy Information Administration (EIA).
Perairan yang disengketakan juga mengandung banyak mineral tanah jarang yang penting bagi ambisi teknologi Cina. Beberapa perkiraan menunjukkan bahwa Samudera Pasifik mengandung mineral tanah jarang seribu kali lebih banyak dibandingkan cadangan daratan yang diketahui saat ini.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ketegangan di jalur perdagangan penting
Ketika perang Ukraina terus berlangsung dan perang Israel-Hamas mengancam akan meluas ke wilayah Timur Tengah, dan Iran dilaporkan merencanakan serangan langsung terhadap Israel, ada kekhawatiran bahwa Teheran akan menutup jalur perdagangan laut pentimg lainnya, yaitu Selat Hormuz, yang dilewati hampir sepertiga perdagangan minyak dunia.
Jika ketegangan antara Cina dan negara-negara tetangganya semakin memburuk, hal ini dapat memperburuk krisis pelayaran global. Perusahaan maritim mungkin berupaya menghindari bagian-bagian Laut Cina Selatan. Penundaan dan kenaikan harga selanjutnya dapat menyebabkan kekurangan barang dan komoditas, serta mengurangi pendapatan penting pelabuhan-pelabuhan utama di Asia, termasuk di Singapura, Malaysia, dan Taiwan.
Meskipun ketegangan utama saat ini terjadi antara Cina, Filipina, dan Taiwan, ancaman nyata terhadap perdagangan di LCS bisa terjadi di Selat Malaka, yang terletak lebih jauh ke selatan antara Malaysia, Indonesia, dan Singapura.
Tahun lalu, 23,7 juta barel minyak dan produk minyak bumi ditransportasikan melalui Selat Malaka setiap hari, menurut EIA. Angka tersebut masih 13% lebih tinggi dibandingkan volume minyak bumi yang ditransport melalui Selat Hormuz.
Beberapa pakar geopolitik dan militer memperkirakan, jika Cina menyerang Taiwan, misalnya, AS dan sekutunya akan memblokade Selat Malaka, sehingga membatasi akses Cina terhadap minyak serta ekspor dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia itu.
(hp/as)