Kenapa UE Ingin Tunda UU Anti-Deforestasi?
14 November 2024Regulasi Deforestasi Uni Eropa, EUDR, awalnya dirancang untuk menghadang deforestasi, terutama dari sektor pertanian dan perkebunan yang bertanggung jawab atas 90 persen punahnya hutan, menurut riset Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO.
Idenya adalah bahwa importir Uni Eropa (UE) harus membuktikan bahwa rantai suplai untuk produk seperti kopi, cokelat, kulit, kertas, ban, dan furnitur tidak berkontribusi terhadap penebangan hutan. JIka ketahuan melanggar, perusahaan akan dikenakan denda hingga 4 persen dari omzet tahunan.
Undang-undang tersebut, yang merupakan bagian dari Kesepakatan Hijau Eropa, dinegosiasikan secara rinci selama beberapa tahun dan diadopsi oleh Parlemen Eropa pada bulan Desember 2022. EUDR mulai berlaku pada bulan Juni 2023 dan seharusnya mulai ditegakkan pada akhir tahun ini. Namun sekarang UE sedang mempertimbangkan untuk menunda pelaksanaannya selama satu tahun lagi.
Analisis mengungkap bahwa pada tahun 2023, dunia kehilangan sekitar 37.000 kilometer persegi hutan tropis, atau area yang luasnya hampir setara dengan Provinsi Jawa Timur.
"Kita menghadapi keadaan darurat global," kata Anna Cavazzini, anggota Parlemen Eropa untuk Partai Hijau Jerman. "Saya merasa tidak bertanggung jawab jika menunda undang-undang ini selama satu tahun lagi dalam situasi ini."
Penundaan selama 12 bulan akan berarti hilangnya hutan global seluas sekitar 2.300 kilometer persegi menurut studi Uni Eropa.
Keterlambatan dalam implementasi EUDR juga akan membuka kotak Pandoradan memberi ruang untuk melemahkan isi undang-undang, tambah Cavazzi.
"Dengan penundaan ini, proposal legislatif yang baru secara efektif kembali berproses, di mana amandemen juga dapat dilakukan, dan ada banyak aktor yang ingin membatalkan atau melemahkan undang-undang tersebut."
Siapa serukan penundaan?
Adalah dewan menteri pertanian dan lingkungan hidup, serta perwakilan masyarakat, termasuk dari Austria, Republik Ceko, Finlandia, Italia, Polandia, Slowakia, Slovenia, dan Swedia yang menyerukan agar penerapannya ditunda.
Salah satu alasan yang diberikan adalah bahwa pelaku usaha dan bisnis mengaku tidak siap karena sistem pengukuran yang dinilai belum memadai.
"Terutama beberapa negara anggota Eropa belum mengerjakan pekerjaan rumah mereka dalam mempersiapkan pemangku kepentingan, asosiasi industri, dan Kamar Dagang untuk mengimpelentasikan undang-undang ini secara tepat waktu," kata Nicole Polsterer, juru kampanye konsumsi dan produksi berkelanjutan di Fern, sebuah LSM perlindungan hutan internasional yang berpusat di Brussels, Belgia.
Polsterer terlibat dalam pembentukan peraturan deforestasi UE sejak beberapa tahun terakhir dan mengklaim cakupannya "tidak jauh berbeda derngan peraturan kayu UE yang sudah berlaku. Jadi ketidaksiapan bukan argumen yang valid untuk menunda undang-undang tersebut."
Argumen yang lebih dapat dipahami, kata Polsterer, adalah bahwa Komisi Eropa seharusnya membantu negara-negara menerapkan peraturan tersebut dengan menyediakan perangkat digital. Perangkat ini akan membantu perusahaan mengunggah hasil uji tuntas atau menunjukkan apakah negara mitra memiliki risiko deforestasi yang tinggi, sedang, atau rendah. Namun, perangkat tersebut tidak akan beroperasi penuh hingga Desember 2024.
"Dan sekarang memang agak terlambat bagi beberapa perusahaan untuk mempersiapkan diri menghadapi undang-undang baru tersebut," kata Polsterer. "Namun, ada solusi lain untuk masalah ini selain menunda peluncurannya sama sekali."
Produsen cokelat tuntut pengesahan
Sejumlah kelompok industri, termasuk Federasi Perdagangan Kayu Eropa dan Serikat Pekerja Ternak dan Daging Eropa, serta perusahaan kayu besar AS, mengklaim bahwa mereka tidak dapat memenuhi persyaratan EUDR tepat waktu, atau tidak siap untuk mematuhinya.
Pantai Gading dan Ghana adalah produsen kakao terkemuka di dunia, dan Eropa adalah pasar terbesar bagi kedua negara.
Pantai Gading telah menyiapkan kartu identitas elektronik untuk petani yang membantu melacak biji kakao dari perkebunan ke pelabuhan ekspor. Hal ini memungkinkan mereka mengakses pembayaran elektronik sekaligus menjamin harga bagi petani untuk hasil panen berdasarkan peraturan UE yang baru.
Ghana sejauh ini telah berhasil memetakan semua perkebunan dan petani kakao di dalam negeri, serta menyederhanakan sistem pengawasan dan sertifikasi untuk mengurangi biaya bagi petani kecil.
Dengan keberhasilan di kedua negara, sekelompok 120 organisasi masyarakat sipil dan petani Ghana dan Pantai Gading baru-baru ini menulis surat kepada UE yang berisi kekhawatiran soal rencana penundaan EUDR. Beberapa raksasa di sektor kakao dan cokelat, termasuk Nestle, Mars Wrigley, dan Ferrero, juga menentang penundaan.
"Penundaan ini hanya akan meningkatkan ketidakpastian dan membahayakan investasi signifikan yang telah dilakukan perusahaan dalam mempersiapkan penerapannya," tulis mereka dalam surat terbuka.
Dan Polsterer mengatakan bahwa perusahan seperti produsen ban Michelin telah menginvestasikan jutaan dolar ke dalam sistem baru agar dapat mematuhi undang-undang tersebut pada akhir tahun 2024, dan telah menawarkan kontrak khusus dengan premi kepada para pemasok.
"Jadi mereka siap. Dan mereka sekarang akan kehilangan keunggulan kompetitif ini jika undang-undang tersebut ditunda karena yang lain telat melewati batas waktu. Saya tidak berpikir ini menjadi pertanda baik bagi keamanan bisnis dan hubungan Eropa dengan mitra dagangnya," katanya.
Pertaruhan besar
Parlemen Eropa akan memutuskan penundaan undang-undang penggundulan hutan pada Kamis, 14 November.
Polsterer berharap pengesahan undang-undang akan berjalan sesuai rencana. "Pertanian skala besar merupakan pendorong utama penggundulan hutan tropis, khususnya di Brasil. Dan sebagai UE, kami memainkan peran besar dalam deforestasi melalui konsumsi yang tinggi. Undang-undang ini merupakan cara untuk memantau jejak Eropa, untuk mengambil tindakan dan meminta pertanggungjawaban perusahaan," katanya.
Undang-undang ini juga akan mengirimkan sinyal yang tepat ke pasar lain yang terkait dengan penggundulan hutan di seluruh dunia, tambah Polsterer.
"Jika pasar penting seperti UE mengadopsi persyaratan rantai pasokan semacam ini," kata Polsterer, "maka harapannya adalah pasar lain akan mengikutinya."
rzn/yf
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris