1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kemenangan Hamas Adalah Realitas Demokrasi

27 Januari 2006

Kelompok garis keras Hamas secara mengejutkan menang dalam pemilu Palestina. Negara-negara barat selama ini menuntut demokratisasi Palestina. Jadi, bagaimanapun juga hasilnya, pilihan rakyat Palestina dalam pemilu yang demokratis itu, tetap harus dihormati.

https://p.dw.com/p/CPLR
Pendukung kelompok Hamas
Pendukung kelompok HamasFoto: AP

Negara barat, harus menerima realitas yang terjadi di Timur Tengah, demikian komentar harian Inggris The Independent yang terbit di London. Lebih lanjut harian ini menulis :

"Terbukti Palestina sudah demokratis. Tentu saja kita berharap, bahwa Hamas akan berhasil, mengikuti jalan politik yang tidak dapat dibendung itu hingga tahapan akhir. Dan terdapat pertanda yang memberikan harapan, bahwa Hamas sudah berada di jalur tersebut. Akan tetapi, kita juga dapat memahami ketakutan sejumlah kalangan, yang menilai hasil pemilihan umum Palestina sebagai membahayakan, baik bagi Palestina sendiri maupun bagi Israel. Bagaimanapun juga suara demokrasi rakyat Palestina harus didengar. Sekarang Barat harus menerima realitas baru."

Harian Rusia Kommersant yang terbit di Moskow menulis komentar, Hamas pasti dapat berubah.

"Dunia baru saja menjadi saksi mata dari sebuah eksperimen, untuk menemukan alternatif dari penumpasan dengan cara kekerasan sebuah gerakan radikal, yang selama ini disingkirkan dari proses politik di negaranya. Jika Hamas setelah berhasil meraih kekuasaan tetap pada haluan lamanya, kita harus mengakui kegagalan dari eksperimen pemilihan umum tersebut. Akan tetapi, bagaimana jika Hamas dengan cara yang tidak konvensional berubah, dan teladan ini menular ke mana-mana? Apa yang akan diperbuat oleh para tokoh politik, yang kepemimpinannya hanya bertumpu pada satu program saja, yakni perang melawan terorisme."

Harian Spanyol El Pais yang terbit di Madrid menulis, terjadi gempabumi politik di Timur Tengah.

"Pemilu parlemen di Palestina, menimbulkan gempa bumi politik, yang akan memicu masa-masa bergejolak di Timur Tengah. Dengan Sharon yang sekarang terbaring koma, Israel baru saja kehilangan aktor utamanya di bidang politik. Sementara dengan tampilnya Hamas di pusat kekuasaan Palestina, muncul pemeran utama baru, yang akan membuat situasi bertambah sulit. Tidak ada politisi barat yang memperkirakan, kelompok radikal Hamas akan meraih suara mayoritas absolut, mengalahkan Gerakan Fatah yang korup."

Harian Italia Corriere della Serra yang terbit di Milan menulis, barat kini harus berhati-hati menerapkan politik cambuk dan gula-gula.

"Bagi Eropa, gempa bumi politik di Timur Tengah itu, merupakan awal dari sebuah dilema yang lebih tajam. Mengabaikan begitu saja keberadaan Hamas, mulai sekarang ini menjadi hal yang mustahil. Akan tetapi, mencoba mendekati Hamas dengan cara diplomasi tradisional Eropa, yakni memberikan gula-gula tanpa ancaman cambuk atau memberikan hadiah uang untuk kesediaan perundingan, hanya akan menjerumuskan pada bencana. Uni Eropa harus menghadapi Hamas dengan tekad bulat, siap bereaksi memanfaatkan setiap celah, dan tetap siaga mengantisipasi kebencian, kekerasan dan teror. Inilah satu-satunya cara, untuk menggiring ke arah jalan perdamaian, yang penuh rintangan dan masih amat jauh."

Sementara harian Belanda De Volkskrant yang terbit di Den Haag berkomentar, kemenangan Hamas merupakan hukuman bagi Gerakan Fatah.

"Kekalahan Fatah merupakan hukuman yang layak, bagi aparat dan para penanggung jawabnya, yang menyebabkan administrasi pemerintahan Palestina menjadi sebuah kubangan dari ketidakbecusan dan korupsi. Masyarakat internasional juga harus diminta perhitungannya, karena selama bertahun-tahun mereka hanya melihat salah urus itu tanpa bertindak, dengan alasan adanya kemauan untuk berdamai dari pihak Palestina. Kini semua memetik hasilnya."