Kematian Ibu Hamil: Belajar dari India dan Amerika Serikat
10 Maret 2023Di penghujung Februari 2023, PBB merilis laporan tahunan kematian ibu hamil di seluruh dunia. Riset yang digalang Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu mencatat, seorang perempuan tewas setiap dua menit saat hamil atau dalam proses persalinan.
"Tragisnya, kehamilan secara sangat mengejutkan masih menjadi pengalaman yang berbahaya bagi jutaan manusia di dunia,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO.
Studi yang mengukur angka kematian ibu hamil pada periode tahun 2000 sampai 2020 itu antara lain menyimpulkan, setelah menurun secara drastis hingga 2015, tingkat mortalitas kehamilan mengalami stagnasi sejak 2016.
"Stagnasi sama sekali tidak bagus,” kata Jenny Cresswell, peneliti WHO dan salah seorang anggota tim riset. Pada 2020, laju mortalitas kehamilan (MMR) berada di angka 339 kematian per 100.000 kelahiran.
"Target Pembangunan Berkelanjutan adalah mengurangi tingkat kematian ibu menjadi hanya 70 kasus per 100.000 kelahiran pada tahun 2030 dalam median rata-rata global. Kita saat ini masih sangat jauh dari target itu,” kata Cresswell lagi.
Minim kesadaran perihal risiko kehamilan
"Secara klinis, tenaga kesehatan harus bisa memantau perkembangan kehamilan, hingga berakhirnya proses persalinan", kata Usha Ranji, Direktur Kebijakan Kesehatan Perempuan di Yayasan Kaiser, sebuah LSM kesehatan di AS.
"Sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu hamil adalah pendarahan selama atau sesudah persalinan, dan juga keracunan darah serta eklampsia atau kejang dalam persalinan,” kata dia.
Menurutnya, tenaga kesehatan harus dilatih untuk "bisa mendengar dan berkomunikasi dengan pasien dengan lebih baik.” Hal ini diperlukan guna mendeteksi gangguan sejak dini. "Sangat penting bagi perempuan untuk menjaga kesehatan, jauh sebelum hamil,” imbuhnya.
Peningkatan angka kematian di AS
Amerika Serikat menjadi mencolok, karena mencatatkan angka kematian ibu hamil tertinggi di antara negara industri maju, dengan angka rata-rata 23 kematian per 100.000 kelahiran. Jumlahnya meningkat sebanyak 78 persen antara 2000 hingga 2020.
Adalah terbatasnya akses jaminan kesehatan yang diyakini ikut mendorong naiknya angka kematian ibu hamil. "Jumlah pasien yang mengabaikan perawatan kesehatan di AS tergolong tinggi dibandingkan negara industri lain,” kata Munira Gunja, peneliti senior Commonwealth Fund, sebuah yayasan yang meriset tentang isu asuransi kesehatan di AS.
Dia terutama merujuk pada tingkat kesehatan ibu sebagai faktor utama, akibat "ragam gangguan kesehatan yang bermunculan dalam beberapa tahun terakhir.”
Kondisi ini diperparah dengan "rasisme struktural” terhadap warga kulit hitam di AS, yang antara lain termanifestasikan pada tingginya angka kemiskinan dan bias rasialis. "Jika warga kulit hitam berkonsultasi dengan dokter, mereka sering mengalami tindak rasialis secara langsung,” kata Gunja lagi.
Perbaikan di India
Ketika laju kematian ibu hamil di AS meningkat rata-rata 2,88 persen antara 2000 dan 2020, di India angkanya anjlok sebanyak 6,64 persen. Namun begitu, jumlah kematian ibu di India masih tergolong tinggi, dengan angka 103 per 100.000 kelahiran.
Rajib Dasgupta, Guru Besar Kedokteran di Jawaharal Nehru University di New Delhi, menilai keberhasilan India berpangkal pada peningkatan kemakmuran. "Secara umum, angka kemiskinan turun drastis, di sisi lain ada perbaikan pada sejumlah indikator penting, seperti pendidikan dan pendapatan perempuan, atau juga infrastruktur kesehatan.”
Meski begitu, tingkat kematian ibu hamil berbeda di tiap-tiap negara bagian. Angka terendah dibukukan Kerala dengan 19 kematian per 100.000 kelahiran, alias lebih rendah ketimbang Amerika Serkat.
Tapi di negara bagian Assam, angka mortalitas mencapai 195 kasus, atau sepuluh kali lipat lebih tinggi.
"Untuk mencapai target pembangunan SDG yang saat ini di bawah 70 per 100.000 ibu hamil, ketimpangan antara wilayah harus mendapat perhatian,” kata Dasgupta.
rzn/as