Kelas Poligami Ajarkan "Cara Kilat Dapat Empat Istri"
5 April 2019Forum Poligami Indonesian (FP Indonesia) memanfaatkan minat di antara pria Muslim yang ingin mengambil istri lebih dari satu orang dengan menawarkan seminar satu hari untuk mempersiapkan klien mereka berpoligami. Demikian dikutip dari media Australia, ABC.
Vicky Abu Syamil, pria berusia 32 tahun yang memfasilitasi lokakarya, mengatakan bahwa peserta laki-laki masing-masing dikenakan biaya Rp. 3.500.000 untuk mengambil kelas ini.
Dikutip dari forumpoligamindonesia.com, program lanjutan bagi peserta alumni yang telah siap mengamalkan poligami akan didampingi langsung oleh konsultan selama enam bulan mulai dari proses ta'aruf, nadzor, khitbah, akad nikah hingga satu bulan setelahnya.
Diskon untuk perempuan
Dilansir dari ABC, kelas ini terbatas hanya untuk 20 orang - kebanyakan dari mereka adalah laki-laki. Diskon 50 persen ditawarkan kepada peserta perempuan dalam upaya untuk menarik lebih banyak peserta perempuan.
Topik yang dibahas meliputi bagaimana memulai dan mempertahankan pernikahan poligami, bagaimana memperoleh empat istri dalam waktu singkat, dan bagaimana menghindari perceraian.
Dikutip dari ABC, Abu Syamil mengatakan bahwa dia berpoligami ketika berusia 24 tahun, dan sekarang memiliki empat istri. "Saya menikah dengan istri pertama saya pada 2006 dan yang kedua pada 2011. Itu adalah proses yang panjang untuk benar-benar mencapai keputusan besar itu berdasarkan rasa saling pengertian," katanya.
Klub, yang didirikan pada tahun 2017 itu, mengadakan sesi yang dihadiri oleh umat Islam di seluruh Indonesia, dengan seminar berikutnya dijadwalkan untuk Jakarta pada pertengahan April.
Hanya satu dari sejuta pria yang menolak poligami
Fadil Muzakki Syah, adalah seorang putra ulama karismatik yang secara terbuka berpoligami dengan tiga istri di Jember, Jawa Timur. Ia mengatakan: "Saya percaya pepatah lama bahwa di antara sejuta perempuan, hanya satu yang mau menerima poligami," kata Muzaki Syah kepada media Jawapos, yang dikutip oleh ABC. "Di sisi lain, hanya satu dari sejuta pria akan menolak poligami."
Dia memuji istri pertamanya karena tidak hanya membiarkannya menikah lagi, tetapi juga secara aktif terlibat dalam "pembinaan" istri kedua ke dalam keluarga mereka. Ketika dia bertemu wanita lain, seorang janda muda, kedua istrinya yang lain sangat terlibat dalam persiapan untuk pernikahan.
Sementara pria yang mempromosikan praktik ini cenderung melukiskan gambaran keharmonisan perkawinan, sebagian besar istri dalam perkawinan poligami menderita dampak buruk bagi kesejahteraan mereka, baik "secara psikologis maupun ekonomi", demikian menurut Nina Nurmila, komisioner Komisi Nasional Perempuan, sebagaimana dikutip dari ABC.
Istri 'dirugikan'
Nina Nurmila, lulusan Universitas Melbourne melakukan penelitiannya dengan berfokus pada perkawinan poligami di Indonesia, mengatakan bahwa istri yang dia wawancarai menggambarkan bahwa mereka merasa dikesampingkan secara emosional dan finansial.
Istri kedua katanya, sering dirugikan karena pernikahan mereka tidak didaftarkan, yang berarti mereka tidak punya perlindungan hukum jika terjadi perselisihan. Dan para kritikus mengatakan kekerasan dalam rumah tangga juga lebih mungkin terjadi dalam pernikahan poligami.
Komisioner Komnas Perempuan, Indriyati Suparno, mengatakan kepada DW, Komisi Nasional Perempuan menganalisa kasus-kasus dari berbagai sumber, salah satunya adalah Pengadilan Agama. "Nah ketika kami menganalisa putusan dari Pengadilan Agama yang dikategorikan sebagai 'Poligami Tidak Sehat,' di dalamnya unsur-unsur kekerasan dalam rumah tangga terpenuhi. Misalnya ada kekerasan fisik, seksual, psikologis yang bermacam-macam, mulai dari ancaman atau pemaksaan untuk menyetujui pasangannya melakukan pernikahan lagi. Toh pengadilan agama sudah mencantumkan poligami sebagai salah satu penyebab perceraian.”
Sementara itu penulis masalah sosial Uly Siregar berpendapat, perempuan rentan dibenturkan pada konflik-konflik yang seringkali terjadi bukan karena kesalahan mereka. Dalam pernikahan poligami, mereka dituntut memahami kebutuhan suami. "Ketika mempertanyakan poligami, selain dituduh tak taat agama, mereka disodori alternatif mengenaskan: 'Lho, daripada diselingkuhi ya mending dikawini, toh?'……. "
ABC mengutip media lokal Indonesia yang melaporkan bahwa hanya 897 pernikahan poligami yang terdaftar pada tahun 2018, tetapi dengan sebagian besar menghindari pendaftaran resmi. Nurmila memperkirakan bahwa hingga lima persen orang di Indonesia mempraktikkan poligami.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatakan belum menerima keluhan tentang kelas poligami dan juga tidak berencana untuk secara resmi mencegah praktik tersebut.
"Poligami tidak diwajibkan, direkomendasikan, dianggap tercela, atau dilarang, tetapi bisa haram atau dilarang jika hal itu akan merusak keluarga," kata Aminuddin Yaqub dari MUI kepada ABC.
Nurmila meramalkan bahwa praktik itu tidak mungkin dilarang dalam waktu dekat, karena politisi pria tidak termotivasi untuk mengatasi masalah ini.
"Perjuangan untuk melarang poligami menurut saya tidak akan berhasil dalam 10 hingga 20 tahun mendatang, sampai perempuan dapat terwakili suaranya secara setara di DPR."
ap/vlz(ABC,forumpoligamiindonesia,dw)