Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Pekerja Media Meningkat 2018
18 Desember 2018Sebanyak 80 orang pekerja media tewas saat bertugas di seluruh dunia pada tahun 2018. "Sementara 348 pekerja media dipenjara dan 60 lainnya disandera", ungkap organisasi Reporter Sans Frontieres (RSF) dalam laporan tahunannya yang dirilis Selasa (18/12) di Paris.
"Kekerasan terhadap jurnalis tahun ini telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan situasinya sekarang sudah kritis," kata Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire.
Selanjutnya Deloire mengatakan: "Kebencian terhadap para wartawan kadang-kadang secara terbuka dideklarasikan oleh politisi, pemimpin agama dan pengusaha yang tidak bermoral.".
RSF dalam laporannya menegaskan bahwa "ekspresi kebencian (terhadap wartawan) melegitimasi kekerasan, sehingga merongrong kebebasan jurnalisme dan demokrasi itu sendiri."
Jumlah yang tewas itu belum termasuk kasus kematian 10 pekerja media yang menurut RSF masih diselidiki.
"Kasus pembunuhan, pemenjaraan, penyanderaan, dan penghilangan paksa semuanya meningkat," kata Christophe Deloire menambahkan.
Jadi target pembunuhan
Para pekerja media yang tewas antara lain 63 jurnalis profesional, 13 jurnalis warga dan empat pembantu media. Sebanyak 31 orang tewas ketika menjalankan tugasnya, sedangkan 49 jadi sasaran pembunuhan terarah.
Salah satu kasus terbaru yang mendapat sorotan luas adalah pembunuhan kontributor The Washington Post, Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul, dan wartawan Slovakia Jan Kuciak serta pasangannya.
Pembunuhan Khashoggi bulan Oktober lalu menunjukkan bagaimana "beberapa orang siap membungkam wartawan yang dianggap merepotkan," kata RSF.
Afghanistan adalah negara paling berbahaya bagi wartawan pada tahun 2018, dengan 15 pekerja media tewas. Diikuti oleh Suriah dengan 11 kasus kematian jurnalis dan Meksiko dengan sembilan kasus kematian jurnalis.
Kebencian diperkuat oleh media sosial
Christophe Deloire mengatakan, kebencian yang digerakkan dan disebarkan terhadap jurnalis "diperkuat oleh jaringan media sosial, yang memberi kontribusi dan memikul tanggung jawab besar dalam hal ini."
Cina masih menjadi negara dengan paling banyak kasus penahanan pekerja media, yakni 60 orang berada dalam tahanan, 46 di antaranya adalah blogger. Beberapa orang ditahan "dalam kondisi tidak manusiawi, hanya karena sebuah posting di jejaring sosial."
Laporan RSF juga mengecam "rezim despotik Turki "di mana wartawan didakwa dengan pasal terorisme atas dasar satu kata atau kontak telepon." Mesir dan Iran juga masuk daftar hitam dengan 38 dan 28 wartawan yang dipenjara.
RSF juga mengritik Mesir karena kerancuan sistem peradilan militernya. Sebanyak 30 wartawan saat ini masih ditahan dan belum diadili, sedangkan yang lainnya masih tetap ditahan bahkan setelah pengadilan memerintahkan pembebasan mereka.
"Pembunuhan, pemenjaraan, penyanderaan, dan penghilangan paksa semuanya meningkat. Jurnalis belum pernah mengalami kekerasan dan perlakuan kasar seperti pada tahun 2018," tandas Sekjen RSF Christophe Deloire.
hp/as (afp, rtr, dpa, ap)