1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumJerman

Dipenjara Tanpa Diadili, Wajah Lain Hukum di Jerman dan UE

9 Juni 2022

Satu dari lima orang yang dipenjara di Uni Eropa tidak didakwa lakukan kejahatan, termasuk 12.000 kasus di Jerman. Studi menunjukkan banyak kasus pemenjaraan tanpa dakwaan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

https://p.dw.com/p/4COvL
Gambar ilustrasi mengenai hukum dan keadilan
Maraknya kasus memenjarakan tersangka sebelum diadili menjadi masalah penegakan hukum di Jerman dan Uni EropaFoto: fikmik/YAY Images/IMAGO

Seorang pria berusia 19 tahun yang dibawa ke pengadilan distrik Berlin pada April 2021 karena dituduh mencuri dua botol parfum La Vie est Belle buatan Lancome. Pada saat penangkapannya, dia bermasalah kecanduan narkoba dan menggelandang sebagai tuna wisma di stasiun kereta api Berlin. Karena tunawisma dan penyalahgunaan zat terlarang, hakim memerintahkan agar dia ditahan di penjara sampai persidangannya. Hal itu untuk memastikan bahwa ia tidak akan kabur.

Kasus serupa terjadi ribuan kali per tahun di Jerman, seperti yang dijelaskan oleh pengacara dan jurnalis Ronen Steinke dalam bukunya "Vor dem Gesetz sind nicht alle gleich" (Di Hadapan Hukum Tidak Semua Setara). Sekitar 27.500 orang ditahan sebelum diadili di Jerman pada tahun 2020, sekitar 3% dari semua orang yang didakwa melakukan kejahatan. Itu berarti bahwa pada Januari 2021, misalnya, 12.000 dari 60.000 orang di penjara Jerman sama sekali tidak menjalani persidangan. Hal ini menandakan mereka dipenjara tanpa vonis bersalah.

Di banyak negara Uni Eropa, proporsi orang ditahan atau dipenjara sebelum diadili, bahkan lebih tinggi daripada di Jerman. Di seluruh Uni Eropa, sekitar 100.000 orang saat ini ditahan dalam pemenjaraan sebelum disidang. Umumnya mereka dipenjara dalam kurun waktu beberapa bulan hingga lebih dari satu tahun tergantung pada negaranya.

Tuduhan melakukan kejahatan ringan

Seringkali ada pola yang jelas, tentang siapa yang dipenjarakan sebelum diadili. Meskipun kouta warga negara asing hanya 12% dari populasi di penjara umum di Jerman, menurut statistik federal, mereka mewakili 60% dari kasus orang yang ditahan dalam pemenjaraan sebelum disidangkan.

Kebanyakan orang dalam penahanan itu tidak memiliki pekerjaan, dan sekitar setengahnya adalah tunawisma pada saat ditangkap. Hal ini berdasarkan pada hasil sebuah penelitian.

Lebih dari sepertiga orang yang ditahan sebelum disidangkan di seluruh Jerman, dituduh melakukan kejahatan ringan seperti pencurian kecil-kecilan atau mengutil. "Biasanya, mereka mencuri sebotol minuman keras, kopi atau minuman energi ditambah daging olahan atau sarden," kata Christine Morgenstern, profesor hukum pidana dan studi gender di Free University of Berlin. Morgenstern menulis penelitian pada tingkat postdoktoral mengenai kasus penahanan tanpa diadili di Eropa.

Hasil penelitian juga menunjukkan, kasus ini bukan hanya masalah yang terjadi di Jerman. "Kami telah menemukan pola serupa di negara-negara Eropa lain yang kami pelajari," kata Morgenstern, "bahkan di negara-negara dengan kebijakan yang lebih liberal."

Dalam memutuskan apakah akan menahan orang sebelum digelarnya persidangan, hakim harus menilai apakah orang tersebut mungkin merusak atau menghilangkan barang bukti, mengintimidasi saksi, serta yang paling penting melarikan diri dari penuntutan jika dibebaskan. Dalam 95% kasus di Jerman di mana diperintahkan penahanan sebelum disidangkan, hakim menyebutkan risiko melarikan diri sebagai alasan utama.

Secara teoritis, hakim harus membuat keputusan ini berdasarkan bukti nyata dalam setiap kasus individual. Kenyataannya seringkali berbeda, pengacara pembela kriminal Lara Wolf mengungkapkan: "Orang yang berwenang, memenjarakan berdasarkan perasaan, asumsi, teori pribadi." Tesis doktoralnya yang menjadi salah satu dari sedikit studi empiris tentang risiko melarikan diri di Jerman dan Uni Eropa, menyelidiki faktor individu mana yang mungkin menentukan apakah seseorang melarikan diri dari penuntutan.

Hakim cenderung mengurung orang-orang marjinal

Jika kekurangan bukti yang tegas, tesis Wolf menemukan, hakim membentuk teori mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan prasangka pribadi. Pekerjaan referensi hukum dan wawancara dengan hakim menunjukkan, kontak di luar negeri, umumnya dianggap sebagai faktor peningkatan risiko melarikan diri, seperti halnya tunawisma, pengangguran, dan kurangnya pendidikan formal. Pekerjaan tetap, pendidikan yang baik dan ikatan pribadi ditafsirkan sebagai penurunan risiko tersangka melarikan diri.

Sampai akhir 1980-an, beberapa hakim memiliki aumsi bahwa hubungan homoseksual tidak mengurangi risiko melarikan, karena hubungan dianggap kurang berkomitmen, dibanding hubungan heteroseksual. Hasilnya adalah orang-orang dari kelompok yang terpinggirkan lebih mungkin ditahansebelum diadili.

Wolf menganalisis 169 kasus di seluruh Jerman, di mana hakim menilai ada risiko melarikan diri, tetapi terdakwa dibebaskan karena alasan prosedural. "Saya terkejut betapa jelas hasilnya," katanya. Dalam 169 kasus itu, sebagian besar terdakwa muncul untuk diadili. Kecuali 14 orang yang melarikan diri. Seorang pengacara yang mencoba mengulangi penelitian di distriknya sendiri menemukan, hanya satu terdakwa dari 65 orang yang melarikan diri. "Pada titik ini, ada sesuatu yang salah secara sistematis sehingga seluruh praktik itu melanggar hukum," kata Wolf. "Saya masih merasa terkejut, gagasan bahwa kita menahan orang berdasarkan perasaan, pada asumsi palsu yang belum pernah diperiksa oleh siapa pun."

Baik Asosiasi Hakim Jerman maupun Komisi untuk Keadilan, Keanekaragaman dan Anti-Diskriminasi di Senat Berlin menolak mengomentari temuan penelitian tersebut.

Penahanan sebelum tersangka diajuka ke meja hijau, seringkali lebih keras daripada hukuman penjara. Orang-orang biasna dikurung selama 23 jam sehari dan hanya memiliki sedikit kontak dengan dunia luar dan sedikit waktu luang. Langkah-langkah reintegrasi seperti kerja penjara yang dibayar dan program sosial, tidak tersedia bagi orang-orang yang dianggap tidak bersalah, kata Morgenstern. Ditambah lagi dengan pengalaman traumatis,tercerabut dari kehidupan sehari-hari tanpa wawasan yang jelas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. "Ini adalah situasi pribadi yang sangat tidak nyaman, tidak stabil, menakutkan," kata Morgenstern.

Setengahnya berakhir tanpa hukuman penjara

Penahanan praperadilan adalah situasi yang bisa berlarut-larut. Sekitar 80% orang yang ditahan menghabiskan lebih dari tiga bulan di dalam tahanan pemeriksaan.

Hukum Jerman secara eksplisit menyatakan, waktu yang dihabiskan dalam penahanan sebelum persidangan harus proporsional dengan kemungkinan hukuman. Waktu selama dalam tahanan, juga dipotong dari vonis hukuman final.

Pengadilan di Jerman
30% orang yang ditahan sebelum diadili akhirnya ditangguhkanFoto: REUTERS

Namun, di hampir separuh kasus, persidangan berakhir tanpa hukuman penjara. Statistik penuntutan menunjukkan, sekitar 30% orang yang ditahan sebelum diadili, akhirnya hanya dibebaskan dengan vonis hukuman penjara dengan masa percobaan. Sepuluh persen hanya menerima denda, dan 7% lainnya dibebaskan, dijatuhi hukuman layanan masyarakat atau program rehabilitasi, atau dakwaan mereka dibatalkan.

Ada langkah-langkah alternatif yang bisa diambil pengadilan. Sistem hukum Uni Eropa sudah bekerja sama untuk mengadili terdakwa di negara asal mereka atau mengekstradisi mereka untuk penuntutan daripada memenjarakan mereka. Tetapi Morgenstern berpendapat, "opsi itu hampir tidak digunakan."

Alih-alih penahanan pra-persidangan, beberapa menganjurkan pemantauan elektronik terhadap terdakwa di rumah mereka jika memungkinkan, sebuah praktik yang umum di Italia dan Belgia. Tapi Morgenstern mengatakan, tahanan rumah tidak mengurangi jumlah orang dalam sistem penjara. "Di Belgia, misalnya, mereka menggunakan alternatif ini cukup banyak, tetapi kemudian masih menahan jumlah orang yang sama," katanya. "Kami menyebutnya pelebaran jaring. Ketika itu terjadi, tidak banyak yang dimenangkan dalam hal hak kebebasan."

Mengurangi tahanan pra peradilan dapat kurangi kepadatan di penjara

Dengan tingginya jumlah orang yang dikurung, penahanan sebelum persidangan juga berkontribusi besar terhadap kepadatan penjara. Hampir satu dari tiga negara Uni Eropa memiliki lebih banyak orang yang dipenjara, daripada yang diizinkan oleh kapasitas penjara resmi mereka. 

Kepadatan di penjara sangat bermasalah selama pandemi, utamanya tempat sempit dan kondisi kebersihan yang buruk, menjadikan penjara sebagai tempat berkembang biak yang ideal untuk penyakit seperti virus corona, menurut penyelidikan DW.

Jika semua tahanan yang dipenjara sebelum persidangan dapat dibebaskan, hampir semua negara Uni Eropa akan dapat segera menyelesaikan masalah kepadatan penjara mereka. Meski demikian, penahanan tersangka sebelum disidangkan, mungkin tetap diperlukan dalam beberapa kasus. Upaya mengurangi praktik tersebut, akan memberikan sedikit kelegaan bagi penjara, yang terlalu terbebani dengan orang-orang yang dipenjara tanpa keputusan pengadilan. (rs/as)