Kala Pekerja Migran Terampil Datangi Eropa Tengah dan Timur
19 Juli 2023"Tiga tahun lalu saya tidak dapat membayangkan bahwa saya akan duduk di Warsawa sambil minum bir Polandia," kata Shourya Singh, konsultan manajemen risiko dari Varanasi di wilayah timur laut India. Ia bekerja di Ernst & Young (EY), sebuah perusahaan jasa profesional, di ibu kota Polandia.
Shourya mengatakan kepada DW bahwa agen kepegawaian internasional mengontaknya melalui LinkedIn. Sebelum bergabung dengan EY, ia tengah mengerjakan kontrak untuk sebuah bank Belanda, ING.
Kisah Shourya Singh bukan hal yang jarang terjadi.
Abraham Ingo, usianya sekitar 20-an dari Namibia, bekerja sebagai pengembang model risiko kredit untuk sebuah bank besar di Warsawa. Ingo mengatakan bahwa pindah ke Polandia telah membuka sebuah dunia baru.
"Pengalaman saya bekerja di sini benar-benar luar biasa. Perusahaan tempat saya bekerja memiliki budaya kerja yang hebat, karyawan yang beragam, dan manajemen yang hebat. Pengalaman di Polandia ini telah membantu saya tumbuh dan memungkinkan saya untuk berkontribusi lebih banyak ke Namibia dalam jangka panjang," ujarnya kepada DW.
Transformasi di negara Eropa tengah dan timur
Perubahan di Polandia dan negara Eropa Tengah dan Timur (CEE) lain memang sangat luar biasa. Sebagian besar negara anggota Uni Eropa (UE) di bekas wilayah yang dikuasai komunis bergerak sangat cepat dari status pasar berkembang ke negara maju dalam 19 tahun sejak bergabung dengan UE.
Hal ini tentu saja membawa investasi yang besarnya tidak main-main, sekaligus beberapa masalah klasik ekonomi Barat: populasi yang menua, kekurangan tenaga kerja, upah yang meningkat pesat, dan kebutuhan akan tenaga kerja migran.
Kekurangan tenaga kerja paling parah terjadi di sektor industri, kedokteran, transportasi, dan teknologi informasi (TI). Kekurangan tersebut adalah hasil dari perubahan demografis, terutama populasi yang menua dan emigrasi, ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagian besar negara di kawasan Eropa tengah dan timur mengalami penyusutan populasi selama 15 tahun terakhir. Data dari European Employment Services (EURES), yakni jaringan yang bertujuan memfasilitasi pergerakan bebas tenaga kerja di UE, menunjukkan bahwa populasi di hampir semua negara CEE menurun antara tahun 2010 dan 2021.
Migrasi dan rendahnya tingkat kesuburan diperkirakan akan menyebabkan penyusutan populasi usia produktif (20-64 tahun) di negara-negara CEE sekitar 30% pada tahun 2050.
Selama dekade terakhir, rasio ketergantungan, yakni rasio jumlah penduduk usia tidak bekerja dengan jumlah penduduk usia kerja, telah meningkat. Menurut kantor jaminan sosial Polandia, ZUS, untuk menghentikan pertumbuhan rasio ini, jumlah orang asing usia kerja harus meningkat setiap tahun sebesar 200.000 hingga 400.000 orang di Polandia.
Transisi hijau mengubah pasar tenaga kerja CEE
"Konteks transisi hijau dan digital juga harus dipertimbangkan," Nadia Kurtieva, pakar di sebuah organisasi bisnis Poland's Lewiatan Confederation, mengatakan kepada DW.
"Transisi kembar ini membentuk kembali pasar tenaga kerja dengan menciptakan peluang kerja baru dan memengaruhi jenis keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan organisasi," kata Kurtieva. Dia menambahkan bahwa ada "kekurangan pekerja dengan keterampilan yang diperlukan" untuk memenuhi permintaan ini.
Beberapa negara CEE juga menghadapi kekurangan tenaga kerja di pasar domestik karena emigrasi. Menurut Bank Dunia, Slovenia menghadapi angka migrasi bersih tertinggi di negara-negara CEE, mencapai 4.568 orang pada tahun 2021. Migrasi bersih adalah rasio tahunan dengan mempertimbangkan imigrasi dan emigrasi. Sementara angka emigrasi bersih di Rumania adalah yang paling rendah, dengan kehilangan 12.724 warga negara akibat emigrasi.
Situasi ini juga berubah setelah Rusia menginvasi Ukraina, yang berdampak signifikan terhadap pasokan tenaga kerja di wilayah tersebut. Saat ini, Polandia menampung jumlah pengungsi tertinggi dari Ukraina, diperkirakan mencapai 1 juta.
Pekerja asing dari Filipina dan Asia Selatan
Tahun 2021, pemerintah Rumania menyetuju peningkatan jumlah visa yang dapat diberikan kepada pekerja asing untuk tahun 2022 menjadi 100.000 visa. Jumlah karyawan asing yang bekerja di Rumania hanya sekitar 1,1%.
Pemerintah Rumania mengatakan siap menerima 100.000 pekerja non-Uni Eropa pada tahun 2023. Rumania membuka pintunya bagi pekerja terampil dari Bangladesh, dengan pekerjaan di sektor pertanian, konstruksi, dan jasa.
Sementara di Hongaria, ada lebih dari 4,7 juta pekerja dan 85.000 di antaranya adalah orang asing, menurut Kantor Pusat Statistik Hongaria.
Situasi serupa juga bisa dilihat di Polandia. Tomasz Danel, wakil konsul Kedutaan Besar Polandia di Manila, mengatakan kepada portal berita online yang berbasis di Filipina, The Freeman, bahwa Polandia membutuhkan pekerja konstruksi, tukang las, tukang pipa, pengemudi, dan pekerja kerah biru lainnya.
"Polandia menjadi semakin populer di kalangan orang Filipina sebagai negara tujuan untuk bekerja dan jumlahnya terus bertambah setiap tahun," kata Danel.
Sebuah studi oleh Institut Ekonomi Polandia dan bank pembangunan Polandia, BGK, menunjukkan bahwa satu dari tiap empat perusahaan di Polandia mempekerjakan orang asing yang bukan warga negara Uni Eropa.
Sementara di Republik Ceko, hampir satu juta orang asing bekerja di sana per akhir Desember 2022, menurut data resmi pemerintah. Jumlah ini setara dengan 15% dari tenaga kerja dewasa. Kurang dari setengahnya berasal dari negara-negara UE.
Di sebagian besar negara CEE, integrasi tetap menjadi masalah. Namun ini bukan hambatan bagi Shourya Singh dari India. "Secara profesional, saya tidak melihat banyak kekurangan, kecuali di bidang bahasa," katanya kepada DW sambil tersenyum. "Dan dengan bantuan Google Translate, tentunya."
(ae/hp)