Jerman Terbelah soal Pengiriman Senjata Berat ke Ukraina
3 Mei 2022Tekanan publik dan desakan negara sekutu akhirnya menggerakkan pemerintah Jerman pekan lalu untuk mengamini pengiriman senjata berat ke Ukraina.
Saat itu koalisi pemerintah yang terdiri atas Partai Sosialdemokrat, Partai Hijau dan Partai Demokrat Bebas secara resmi mendukung mosi oposisi oleh Uni Kristen Demokrat di parlemen.
Namun, jajak pendapat teranyar justru membuktikan belum adanya konsensus umum terkait keterlibatan tank-tank Jerman dalam perang di Ukraina.
Survei Infratest Dimap antara 25 hingga 27 April lalu menyebut sebanyak 45 persen responden mendukung pengiriman senjata berat ke jiran di timur itu. Jumlah tersebut turun sepuluh persen dibandingkan sebulan lalu.
Meski demikian, sebanyak 52% responden mengatakan Jerman perlu melakukan tindakan yang lebih tegas terhadap Rusia.
Adapun jajak pendapat Forschungsgruppe Wahlen antara 26 dan 28 April memberikan gambaran berbeda. Hasil survey menunjukkan sebanyak 56 persen warga mendukung pengiriman senjata berat, sementara 39 persen menolak.
Pada saat yang sama 59 persen responden meyakini pengiriman senjata dari Jerman kepada Ukraina akan meningkatkan ancaman serangan Rusia terhadap Eropa.
Perpecahan di Jerman semakin kentara ketika pada 29 April silam sebanyak 28 tokoh budaya memublikasikan petisi yang mendesak Kanselir Olaf Scholz menghentikan pengiriman senjata ke Ukraina.
Berbeda dengan hujan kritik yang selama ini diarahkan terhadap kanselir, para pembuat petisi justru memuji Scholz karena "sejauh ini mengukur risikonya dengan hati-hati,” dan mencegah meluapnya eskalasi di Ukraina ke arah perang dunia.
Scholz kehilangan dukungan
Kebimbangan pemerintah Jerman dalam isu Ukraina secara umum berdampak negatif terhadap popularitas Olaf Scholz. Menurut survey Infratest Dimap, hanya sepertiga warga Jerman yang puas atas kinerja pemerintah, sementara hampir separuh responden meragukan kemampuan Scholz mengeluarkan Jerman dari krisis.
Hasil tersebut menandakan kejatuhan tingkat kepuasan publik yang signifikan di usia pemerintahan Scholz yang baru seumur jagung.
Kebergantungan energi
Isu lain yang menjadi duri dalam daging adalah kebergantungan terhadap minyak dan gas dari Rusia. Survey Infratest menampilkan lebih dari separuh responden menginginkan pengurangan berkala impor energi Rusia
Sebanyak 22 persen warga mendukung penghentian impor sepenuhnya. Jumlah itu hanya berbanding tipis dengan 19 persen warga yang mendukung pembelian energi Rusia.
Hasil tersebut mencerminkan sikap pemerintah Jerman. Berlin khawatir boikot energi Rusia akan seketika melumpuhkan sektor manufaktur dan padat karya. Saat ini Jerman berupaya mencari sumber energi alternatif.
Jika berhasil, impor minyak dari Rusia akan bisa dihentikan dalam waktu beberapa bulan, dan impor gas dalam dua tahun.
Bagi Scholz, isu Ukraina tidak lagi bisa ditunda karena mulai berdampak terhadap elektabilitas Partai SPD. Dalam jajak pendapat bulanan Deutschlandtrend, SPD yang tahun lalu unggul kini mengekor CDU/CSU dengan dua persen, antara 24 dan 26 persen. (rzn/vlz)