Janji Politik Prabowo Diklaim "Terlalu Mahal"
15 Januari 2019Dalam pidato kebangsaannya, calon Presiden Prabowo Subianto menjanjikan banyak hal, antara lain program pemerintah yang lebih berpihak kepada rakyat miskin. Reorientasi pembangunan yang dijanjikan antara lain membidik swasembada pangan, energi dan air bersih, serta jaminan kemakmuran buat aparat keamanan dan pegawai yudikatif.
Untuk mencapainya Prabowo mengklaim akan melawan tren deindustrialisasi Indonesia dengan memperbaiki kualitas industri di tanah air agar setara seperti Korea Selatan atau India. Selain itu dia juga berjanji memberikan insentif untuk pelaku Usaha Menengah dan Kecil (UMKM) serta membangun Bank Tani dan Nelayan.
Bekas danjen Kopassus itu ingin menggalakkan kawasan hutan sekunder agar dipakai sebagai lahan untuk pertanian, perkebunan dan pertambangan.
Baca juga: Pidato Kebangsaan ´Indonesia Menang´ Begini Tanggapan Netizen
Adapun terkait sektor pendidikan dia merencanakan kenaikan gaji bagi guru honorer, memperbanyak beasiswa dan alokasi dana bantuan untuk sekolah, universitas dan madrasah.
Secara umum pengamat menyambut baik program-program politik yang ditawarkan Prabowo. Namun belum jelas bagaimana kelak pemerintahan Prabowo-Sandiaga Uno berniat membiayai kebijakan tersebut.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai pidato Prabowo "seperti hanya mimpi," tandasnya saat dihubungi Deutsche Welle. "Karena kalau melihat dari penerimaan negara yang 2019 nanti tidak lebih dari 2.500 triliun. Sekitar separuhnya saja sudah buat belanja pegawai. Tidak akan ada anggarannya untuk menutupi program-program tersebut."
Menurutnya jika kelak Prabowo bersikeras menjalankan janji kampanyenya, Indonesia harus menambah jumlah utang untuk membiayai program pemerintah. Tidak heran jika program politik paslon nomer urut dua itu dinilai "terlalu ambisius," kata Uchok. "Seharusnya dia melihat dulu penerimaan negara berapa, apa yang mau digenjot? Karena pendapatan hasil bumi tidak bisa lagi digenjot."
Dalam hal swasembada energi, tim sukses Prabowo-Sandi membidik pengembangan sektor energi terbarukan. Kepada Katadata, Sudirman Said mengklaim Indonesia memiliki potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 441,1 Gigawatt (GW) dengan realisasi cuma sebesar 8,90 GW. Dapaun potensi produksi energi dari tenaga air mencapai 75 GW, dengan realisasi sebesar 5,1 GW.
Baca juga:Profil Sandiaga Uno: Pengusaha Kaya Raya Calon Wakil Presiden Pendamping Prabowo Subianto
Sudirman mengakui membutuhkan waktu lama buat merealisasikan swasembada energi untuk Indonesia. Tapi menurutnya hal tersebut tidak terelakkan."Satu-satunya cara adalah membangun energi baru terbarukan karena sumbernya dari domestik,” ujarnya seperti dikutip Katadata, November 2018 silam.
Hal serupa juga dijanjikan paslon Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Namun niat baik kedua paslon yang ingin mengurangi kebergantungan dari energi fossil dengan mendorong investasi di sektor energi terbarukan, saat ini masih terbentur biaya investasi yang masih terlampau mahal.
"Kalau dilihat dari realitas anggaran, tidak memungkinkan untuk menutupi alokasi programnya," tutur Uchok.
Hal serupa juga berlaku untuk swasembada pangan. Pemerintah Joko Widodo masih bergantung pada beras impor untuk menjamin stabilitas harga, antara lain dengan mengeluarkan izin impor buat dua juta ton beras pada 2018 lalu. Masalah utama adalah laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan produksi pangan yang memadai.
"Saat ini saja pemerintahan Jokowi kewalahan. Semua harus impor. Menurut saya Prabowo juga akan menghadapi masalah yang sama," yakni antara lain keterbatasan lahan, kata Uchok.
Baginya hanya ada satu jalan bagi Prabowo untuk mewujudkan semua janji kampanyenya, yakni dengan memperbaiki politik anggaran dan meningkatkan penerimaan negara dalam waktu cepat.
"Kalau Prabowo bisa meningkatkan penerimaan negara sampai Rp. 3.000 triliun saja, bisa lebih ringan" buat mewujudkan janjinya, kata dia. "Cuma ini sangat sulit."
rzn/ap (dari berbagai sumber)