1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Isu 'Taliban' KPK: Itu Hanya Dipolitisasi

16 September 2019

Isu internal yang berkembang di tengah KPK awalnya disebut-sebut membawa konotasi agama. Mantan ketua KPK, Busyro Muqoddas jelaskan 'Taliban' yang selama ini sudah ada dalam tubuh KPK memiliki konteks yang berbeda.

https://p.dw.com/p/3PeaE
Indonesien Koeeuptions-Kommission 2015 | Saut Situmorang, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Agus Raharjo und Laode Muhammad Syarif
Foto: imago/Xinhua

Ketua KPK Agus Rahardjo mempersilakan siapa pun datang ke KPK untuk membuktikan ada-tidaknya isu 'Taliban' yang berembus di tengah dinamika revisi UU KPK. Agus memastikan isu itu hanya isapan jempol.

"Kami undang mereka melakukan penelitian di KPK, siap kami membuka diri," kata Agus di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/9). Agus menyebut isu itu mendiskreditkan KPK. Padahal, menurut Agus, selama ini di KPK siapa pun yang bekerja selalu berlandaskan semangat pemberantasan korupsi.

"Saya silakan kalau mereka melakukan penelitian. Orang-orang dan profesor-profesor, mereka akan tahu dalamnya KPK," kata Agus, "wong setiap hari Jumat itu ada yang Jumatan di sini dan ada kebaktian. Jadi di mana sih Taliban-nya?"

Isu 'Taliban' pernah tiba-tiba disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane. Dia menyampaikan itu dalam diskusi bertema 'Bersih-bersih Jokowi: Menyoroti Institusi Antikorupsi' pada Minggu, 5 Mei 2019.

 

Indonesischer Antikorruptionsermittler Novel Baswedan nach Säureattacke erblindet
Novel Baswedan, penyidik senior KPKFoto: picture alliance/AP/A. Ibrahim

"Sekarang berkembang isu di internal (KPK). Katanya ada polisi India dan ada polisi Taliban. Ini kan berbahaya. Taliban siapa? Kubu Novel (penyidik senior KPK, Novel Baswedan). Polisi India siapa? Kubu non-Novel. Perlu ada ketegasan komisioner untuk menata dan menjaga soliditas institusi ini," kata Neta.

Setelah itu, isu itu berkembang menjadi landasan panitia seleksi calon pimpinan (pansel capim) KPK menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam proses seleksi untuk menghindari penyusupan radikalisme. Atas hal ini, mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menepisnya. Busyro menjelaskan bahwa Taliban yang selama ini ada dalam tubuh KPK memiliki konteks yang berbeda, yaitu menggambarkan penyidik-penyidik KPK yang militan.

"Waktu saya masuk itu sudah ada Taliban-taliban. 'La, kok Taliban to?' 'Pak, ini tidak ada konotasi agama.' 'Loh, kenapa?' Ini ikon Taliban itu menggambarkan militansi orang Afganistan dan penyidik-penyidik KPK itu militan-militan. Ini ada Kristian Kristen, ini ada Kadek Hindu, ada Novel cs Islam. Jadi mereka biasa-biasa saja," kata Busyro kepada wartawan, Minggu (15/9).

Busyro pun menduga isu Taliban tersebut diembuskan pihak Istana. "Jadi Taliban itu tidak ada konteksnya radikal. Hanya itu dipolitisasi. Dan politisasi itu ada indikasi dari Istana," imbuhnya.

Dia menyayangkan isu radikalisme kemudian digoreng sedemikian rupa untuk melemahkan KPK. Busyro menilai isu radikalisme yang bahkan masuk materi psikotes pimpinan KPK kekanak-kanakan.

"Kemudian dikembangkan oleh pansel kan. Mengapa baru kali ini pansel itu nggak punya kerjaan seolah-olah nggak punya konsep. Ada tiga guru besar, (tapi) materi psikotesnya pakai isu-isu radikalisme, tapi pertanyaan-pertanyaannya itu childish banget, misalnya kalau ada bendera Merah Putih menghormati itu bagaimana. SMP itu," tutur Busyro. (ck)

Baca selengkapnya artikel dari (detikNews):

Ketua KPK: Di Mana Sih Talibannya?

Menepis Narasi 'Taliban' yang Menyerang Internal KPK

Ngabalin Bantah Tudingan Isu 'Taliban di KPK' Dipolitisasi Istana