IS Picu Debat Soal Radikalisme
12 Agustus 2014Sebuah video yang baru-baru ini diunggah di YouTube menunjukkan seorang militan Indonesia dengan berapi-api mengajak kawan-kawannya bergabung dengan para jihadis di luar negeri.
“Kami menyerukan kepada Iman dan hati nurani kalian, apa yang kalian takutkan?“ kata seorang laki-laki yang diidentifikasi sebagai Abu Muhammad al-Indonesi, yang diapit oleh beberapa militan bertopeng yang memegang senjata.
“Apakah istri dan anak-anak anda yang mencegah anda dari jihad atas nama Allah? Atau bisnis anda, rumah dan harta anda?” kata dia dalam video yang dirilis oleh Islamic State.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah menteri dan para pemuka agama telah berbicara menentang Islamic State dan memperingatkan bahwa itu merupakan ancaman bagi negara.
"Ini menggembirakan, fakta bahwa pemerintah, lembaga masyrakat dan public bereaksi cepat atas ancaman yang ditimbulkan IS,” kata Agus Surya Bhakti dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. (Baca: Kepolisian RI Tangkap Pendukung IS)
Laporan bulan Januari lalu dari Institute for Policy Analysis of Conflict yang berbasis di Jakarta mengatakan bahwa konflik Suriah telah ”menangkap imajinasi para ekstrimis Indonesia dengan cara yang tidak pernah ada dalam melihat perang di luar negeri sebelumnya.“
Obesesi negara Islam
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto telah mengumumkan bahwa ideologi para jihadis itu tidak akan diperbolehkan menyebar luas di Indonesia.
"Setiap upaya untuk menyebarluaskan ideologi IS harus dihentikan,” kata dia.
Kepala Kepolisian Sutarman, sebelumnya mengatakan bahwa 56 warga Indonesia dipercaya ikut bertempur bersama para jihadis di Suriah. Tiga diantaranya diketahui tewas dalam pertempuran, kata dia.
Pengamat Zuhairi Misrawi mengatakan, kelompok yang simpati kepada IS hanya berjumlah kecil, meski mereka tetap merupakan sebuah ancaman.
”Ini adalah alasan untuk optimis bahwa mayoritas Muslim Indonesia moderat dan mereka senang hidup harmonis dengan anggota masyarakat yang mempunyai keyakinan berbeda,” kata Misrawi.
"Tapi ada sejumlah kantung sejarah radikalisme di mana orang-orang masih punya keinginan mendirikan sebuah negara Islam,” kata dia.
ab/rn (afp,ap,rtr)