Iran Rencanakan Deportasi Jutaan Warga Afganistan Secepatnya
16 September 2024"Dalam enam bulan ke depan, sekitar dua juta orang asing tanpa status kependudukan yang sah diperkirakan akan meninggalkan Iran," Kepala Polisi Nasional Iran, Ahmad-Resa Radan, mengumumkan pada awal September dalam wawancara dengan portal berita Young Journalists Club.
Menurutnya, otoritas keamanan dan Kementerian Dalam Negeri sedang berupaya mengambil langkah-langkah yang memungkinkan pengusiran "sejumlah besar warga asing ilegal" dalam jangka panjang.
Ketika pihak berwenang Iran berbicara tentang imigran ilegal, yang mereka maksud adalah migran Afganistan. Kedua negara bertetangga ini berbagi perbatasan yang panjangnya lebih dari 900 kilometer.
Sejumlah titik di wilayah perbatasan terhalang pegunungan tinggi yang sulit diakses. Selama lebih dari 40 tahun, warga Afganistan melarikan diri dari perang saudara, kemiskinan, dan baru-baru ini mereka mengungsi dari Taliban ke Iran.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Warga Afganistan adalah masyarakat yang berbudaya, tapi negara kita tidak dapat menerima begitu banyak migran," kata Menteri Dalam Negeri Iran dalam wawancara dengan televisi pemerintah pada tanggal 9 September.
Dia menggarisbawahi penderitaan yang dialami warga Afganistan dan kesamaan budaya mereka dengan Iran. "Kami punya rencana untuk menangani masalah ini dengan tertib dan tidak menimbulkan keributan. Prioritasnya adalah para migran ilegal."
Pada awal Mei 2024, Kementerian Dalam Negeri mengumumkan sedikitnya 1,3 juta imigran ilegal telah dideportasi ke Afganistan dalam waktu dua belas bulan.
UNHCR: Iran tampung lebih dari empat juta warga Afganistan
Menurut perkiraan badan pengungsi PBB, UNHCR, Jumlah orang Afganistan yang mengungsi di Iran hampir mencapai 4,5 juta. Namun menurut laporan media Iran, jumlah sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi. Ada yang memperkirakan jumlahnya 6 hingga 8 juta orang. Banyak imigran tidak punya status kependudukan yang sah dan tidak mendaftarkan diri karena takut dideportasi. Banyak juga yang berniat meneruskan perjalanan ke Eropa.
Karena kesamaan bahasa, mereka mampu berbaur dengan masyarakat di Iran dan tetap bertahan dengan dukungan imigran gelap lainnya. Mereka bekerja sebagai buruh murah di bidang pertanian atau di lokasi konstruksi yang tidak begitu diminati oleh warga Iran.
Perdebatan sengit telah berlangsung selama berbulan-bulan mengenai tingginya jumlah pengungsi Afganistan di Iran. Debat ini menitikberatkan kekhawatiran dan klaim bahwa para pengungsi akan merebut lapangan pekerjaan dan membebani sistem sosial.
Hampir setiap hari media memberitakan peningkatan kejahatan, seperti pemerkosaan atau pembunuhan oleh pengungsi, kekurangan bahan makanan pokok seperti tepung dan telur, dan kelebihan beban sistem kesehatan, antara lain karena penyakit menular yang diduga dibawa oleh migran ilegal.
Di internet juga beredar petisi yang menyerukan deportasi pengungsi Afganistan, serta sejumlah ujaran kebencian terhadap mereka.
Pendukung pengungsi Afganistan juga diancam
Siapa pun yang menentang sentimen ini, membela hak-hak migran, atau mendiskusikan kondisi hidup mereka yang genting, juga akan menjadi sasaran hinaan dan kebencian. Hal yang sama juga terjadi pada jurnalis dan pakar Afganistan Jila Baniyaghoob.
"Saya terus-menerus mendapat pesan kebencian dan bahkan ancaman pembunuhan. Mereka ingin membungkam saya," ujar Baniyaghoob dalam sebuah wawancara dengan DW.
Baniyaghoob adalah salah satu di antara 540 profesional media, pengacara, artis, dokter, dan aktivis yang menandatangani petisi solidaritas terhadap migran Afganistan pada tahun lalu. Mereka secara khusus mempertanyakan kampanye kebencian terorganisasi terhadap migran dan memperingatkan konsekuensi tak terduga dari tindakan populis tersebut.
"Negara ini telah lama menderita krisis ekonomi dan salah urus yang kronis. Sejak tahun lalu, pihak berwenang menyalahkan migran ilegal atas masalah seperti harga pangan yang terlalu mahal. Kini, mereka berada di bawah tekanan untuk bertindak dan melakukan deportasi massal. Namun mereka hampir tidak bisa mengamankan perbatasan. Banyak migran yang akan kembali. Anda tidak dapat menyelesaikan masalah ini dengan kebencian dan agitasi."
Iran akan bangun tembok di perbatasan
Dalam beberapa bulan terakhir telah berulang kali terjadi protes massal dan serangan terhadap migran Afganistan di berbagai kota di Iran. "Suasananya tengah memanas," kata Nazar Mohammad Nazari dalam wawancara dengan DW. Pemuda asal Afganistan ini berharap kehidupan yang lebih baik di Iran.
"Beberapa bulan yang lalu, seorang warga Iran terbunuh dalam sebuah pertikaian yang terjadi setelah pernikahan antara warga Iran dan Afganistan," ujarnya. "Setelah itu, terjadi serangan acak terhadap seluruh warga Afganistan. Saya tidak lagi merasa aman." Dia kemudian kembali ke Afganistan.
Para migran juga diancam akan ditangkap dan dideportasi ke kamp kapan saja. Menurut laporan media, warga Afganistan yang lahir di Iran, punya dokumen identitas Iran, dan hanya tahu sedikit atau tidak tahu sama sekali tentang Afganistan, juga telah dideportasi dalam beberapa pekan terakhir.
Pada saat yang sama, Iran sedang membangun tembok di perbatasan dengan Afganistan. Tembok ini akan dibangun di timur laut Iran, tempat yang sering kali dilintasi secara ilegal. Rencana awalnya, akan dibangun tembok beton sepanjang 74 kilometer dengan tinggi empat meter dan dilengkapi kawat berduri.
Banyak pihak meragukan apakah tembok ini benar-benar bisa secara signifikan mengurangi penyeberangan perbatasan secara ilegal. Apalagi mengingat panjang perbatasan yang hampir seribu kilometer.
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Jerman