Instruktur Asal India Mendekolonisasi Yoga di Jerman
22 Mei 2023"Ada yang salah di sini," pikir Sangeeta Lerner ketika masuk ke studio yoga di Jerman untuk pertama kalinya sekitar satu dekade lalu. Lerner baru saja pindah dari India ke Jerman dan ingin kembali berlatih yoga.
Mengapa instruktur yoga begitu bugar? Mengapa ruangan itu didekorasi dengan campuran dewa Buddha dan Hindu seperti dalam sebuah kuil? Mengapa ada musik tekno superfisial yang diputar selama fase relaksasi akhir (shavasana)?
"Semuanya sangat steril dan mewah. Setiap orang mengenakan pakaian olahraga, sementara saya datang dengan pakaian yang nyaman. Guru yoga berjalan keliling ruangan memperbaiki asana (atau postur)," kenang Lerner.
Dia kesal karena merasa tidak terhubung dengan guru dan praktisi lainnya, karena yoga berarti rasa kebersamaan. Lerner mengira melakukan sesuatu yang salah, merasa tidak cukup fleksibel, dan membutuhkan lebih banyak latihan.
Ditiru, tapi tidak terintegrasi
Sepuluh tahun kemudian, perempuan berusia 44 tahun itu tahu bahwa dia tidak melakukan kesalahan, sama seperti sekitar tiga juta orang Jerman yang berlatih yoga secara teratur. Karena ini bukan tentang benar atau salah — ini tentang kesadaran.
"Yoga bukanlah olahraga, tidak peduli jenis tubuh yang Anda miliki. Yoga adalah pekerjaan penyembuhan — dapat diakses oleh semua orang. Dan untuk itu, harus ada ruang di mana setiap orang dapat merasa diterima," kata Sangeeta Lerner kepada DW.
Berasal dari India, yoga erat kaitannya dengan filosofi dan praktik Hindu. Namun, masyarakat Barat sering menganggap yoga di luar konteks dan dikomersialkan.
Lerner melihat ini sebagai perampasan budaya. Di bawah pemerintahan Inggris, yoga dilarang. Sekarang simbol dan praktik sakral secara tidak sadar disesuaikan dan dipisahkan dari negara asalnya, India.
Yoga, seperti yang diajarkan di Barat, sebagian besar terbatas pada aspek fisik asana atau postur. Ada juga beberapa gerakan aneh seperti yoga bir, yoga dengan kambing, atau yoga di atas papan dayung berdiri, yang sering kali menyertakan nyanyian "om". Studio yoga Barat kebanyakan memadukan ide-ide esoterik, filsafat timur jauh, dan psikologi barat. Buddha dicampur sembarangan dengan lagu religi Sakti dan Siwa (dewa utama Hindu).
"Saya bukan seorang Buddhis," Lerner menjelaskan, "tetapi simbol-simbol spiritual ini sangat berarti bagi orang-orang di Asia."
Dia mengamati bagaimana budaya ditiru, tapi tidak terintegrasi di studio yoga negara-negara Barat. Yoga jenis itu lebih mengingatkannya pada semacam pertunjukan seni. "Saat itulah supremasi kolonial berperan. Anda mengambil sesuatu dari suatu budaya dan menyesuaikannya untuk Anda," ucap Lerner.
Dari penulis wara hingga guru yoga
Sangeeta Lerner lahir dan besar di Mumbai, India. Keluarganya tidak punya banyak uang, tinggal di sebuah apartemen kecil, tapi Lerner menganggap ibunya sebagai orang yang bahagia.
Lerner pernah bekerja sebagai copywriter atau penulis wara di industri periklanan. Dia juga bekerja selama tiga tahun di Bahrain dan bertemu calon suaminya yang berkebangsaan Jerman, yang bekerja di bidang pemasaran. "Ketika saya memberikan presentasi, para pria tidak pernah menghargai ide saya. Saat itulah saya menyadari bahwa sebagai perempuan India, saya tidak memiliki kekuatan di negara ini."
Lerner merasa selalu menjadi seseorang yang berjuang melawan ketidakadilan sosial. Untuk mengatasi semua kekacauan di sekitarnya, termasuk diskriminasi di negaranya sendiri, dia sudah lama mencari jawaban dalam yoga.
Yoga adalah praktik fisik, mental, dan spiritual dari India yang diyakini berusia sekitar 3.000 tahun. Kata yoga berasal dari bahasa Sansekerta dan secara luas berarti "bersatu". Ini adalah interaksi antara tubuh, pikiran, dan pernapasan, menggabungkan latihan fisik, teknik pernapasan, meditasi, dan prinsip etika.
"Siapa pun yang memutuskan untuk menjadi guru yoga tidak melakukannya untuk menghasilkan uang atau menjadi terkenal. Mereka menyadari itu adalah latihan yang ampuh yang membawa Anda lebih dekat ke jiwa Anda," kata Lerner. Yoga juga menjadi alasan dia meninggalkan industri periklanan.
Dekolonisasi yoga
Industri yoga global menghasilkan €35 miliar dari kelas, retret, perlengkapan yoga, buku, majalah, dan tongkat beraroma, menurut firma riset pasar Allied Market Research.
Yoga di Barat sering diiklankan oleh orang kulit putih bertubuh kurus, memperkuat stereotip dan mengecualikan orang yang tidak sesuai dengan norma kecantikan ini.
Sangeeta Lerner membeli matras yoga pertamanya di Jerman. Setelah banyak kursus pelatihan lebih lanjut, dia mengumpulkan keberanian untuk menawarkan kelas yoganya sendiri. Namun, bukan di sanggar yoga, melainkan di family center dan ruang praktik bidan.
Dia muncul mengenakan celana longgar warna-warni dan blus. Berkali-kali, dia mengarahkan perhatiannya pada pernapasan dan asana. Dia membuat latihan sederhana tanpa perubahan bentuk. Kondisi meditasi dicapai dengan cepat.
"Saya masih mendapatkan stereotip sapi di jalanan atau pawang ular," katanya. Kedua anaknya juga memiliki pengalaman rasis, katanya. "India adalah negara besar dan kami juga memiliki banyak masalah politik. Namun, alih-alih membicarakannya, kami terus dikucilkan."
Untuk mengubahnya, Sangeeta Lerner telah memberikan lokakarya Yoga Dekolonisasi di seluruh Jerman selama dua tahun terakhir di mana mereka belajar bagaimana mengajar yoga tanpa menyesuaikan budaya.
"Apakah kamu mengambil yoga dari kami sekarang?" adalah salah satu pertanyaan yang sering didengar Lerner. "Tentu saja tidak!" adalah jawabannya. Lerner ingin menciptakan kesadaran akan kerumitannya dan meneruskan akar budayanya.
"Kita semua hidup dalam budaya toxic, baik di Jerman atau India," kata Lerner. Tujuannya adalah untuk membawa yoga keluar dari lingkungan yang dikomersialkan dan diistimewakan menjadi arus utama. Dia sudah berhasil dalam skala kecil.
Lerner dijuluki 'Wali Kota Schillerkiez' di lingkungannya, Distrik Neukölln Berlin, di mana semua orang mengenal dan menyapanya. Ada rasa kebersamaan, seperti yang dia pelajari dari ibunya.
(ha/hp)