Indonesia Segera Kirim Tenaga Kerja Kesehatan ke Jerman
17 Desember 2019Pada 17 Oktober 2019 lalu, loka karya kerja sama rekrutmen dan pengembangan perawat antara Indonesia dan Jerman diselenggarakan di Aula KBRI Berlin. Loka karya ini digelar dalam rangka menjawab permasalahan kekurangan tenaga kerja di sektor kesehatan di Jerman, khususnya tenaga perawat.
Selain dihadiri oleh Plt. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI, workshop ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Jerman, yaitu Managing Director Badan Tenaga Jerman (BA) dan Direktur Kawasan Asia Kementerian Kesehatan Jerman dan Regional Manager GIZ.
Pihak BA dan GIZ menyampaikan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tenaga perawat di Jerman, telah dibuat suatu skema kerja sama antara pemerintah (G to G) yang disebut kerja sama Triple Win.
Apa maksud kerja sama Triple Win ini? Sudah sejauh apa tindak lanjut kerja sama soal pemenuhan tenaga kesehatan RI untuk Jerman? DW Indonesia mewawancarai Plt. Kepala BNP2TKI Tatang Budie Utama Razak terkait hal ini.
DW Indonesia: Bisa dijelaskan kerja sama Triple Win seperti apa?
Budie Utama Razak: Triple Win itu pemerintah Indonesia dan Jerman di satu sisi, di pihak kedua ada pekerja dan pihak ketiga adalah majikan. Jadi Triple Win itu artinya ketiga pihak diuntungkan. Ini adalah program G to G jadi antara pemerintah dengan pemerintah. Kita sediakan tenaganya, Jerman akan membiayai termasuk pendidikan bahasa Jerman, dan yang akan membayar adalah user-nya, misalnya rumah sakit. Dengan begitu dia juga akan mendapat tenaga (kerja) sesuai yang diharapkan. Ini memberikan keuntungan baik bagi pihak di Jerman maupun Indonesia.
Jerman kekurangan tenaga kesehatan dan Indonesia buka peluang untuk memasoknya. Sudah sejauh mana pembicaraan terkait hal ini?
Ini baru. Sebelumnya Jerman atau negara barat tidak mau terima tenaga kerja kesehatan dari Indonesia karena dalam laporan WHO disebutkan bahwa Indonesia kekurangan tenaga kerja di bidang kesehatan. Padahal setelah kita cross-check itu ternyata data lama. Kita pun kerja sama dengan Kementrian Kesehatan serta cross-check data. Ternyata dari sekitar 2140-an sekolah kesehatan baik menengah maupun sekolah tinggi termasuk politeknik tiap tahunnya meluluskan 840 ribuan orang, sedangkan yang terserap hanya setengahnya. Sisanya bekerja di luar negeri dan sisanya lagi tidak terserap, jadi bekerja apa saja.
Baca juga: Perkuat Kerja Sama Pendidikan Vokasi Indonesia-Jerman, Mendikbud RI Kunjungi Frankfurt
Bulan lalu saya datang ke Jerman untuk meyakinkan Jerman, mereka pun setuju. Sekarang kita sedang dalam proses untuk penandatanganan Letter of Intent. Ini adalah surat keinginan untuk meningkatkan kerja sama dalam kerangka G to G. Nanti Kamis (19/12) tim dari Jerman akan bertemu saya, saat ini (Senin, 16/19) tim mereka juga sudah datang dan bertemu beberapa instansi di Indonesia. Setelah itu akan ada MoU dan diharapkan tahun depan sudah akan bisa merekrut. Itu yang sektor kesehatan.
Baca juga: Merkel Peringatkan Kekurangan Tenaga Kerja di Jerman Akan Persulit Ekonomi
Saya juga bicara di sektor lain dan Jerman menyampaikan tahun depan juga di sektor lainnya ada kebutuhan tenaga kerja asing yang cukup besar. Jadi sampai tahun 2030 Jerman membutuhkan 260 ribu tenaga kerja di berbagai sektor, tapi prioritas mereka itu ‘kan (negara-negara anggota) Uni Eropa. Untuk yang non-Uni Eropa ada 146 ribu tenaga dari berbagai sektor (yang dibutuhkan).
Untuk Indonesia lebih fokus ke tenaga kesehatan atau ada sektor lain lagi?
Awalnya tenaga kesehatan dulu. Nanti setelah tenaga kesehatan baru di sektor lain. Kita juga sudah punya best practices dengan mengirim tenaga kesehatan ke Jepang dalam kerangka G to G. Jerman melihat praktik ini, Jepang sebagai negara maju juga punya standar.
Setelah MoU apakah akan ada pelatihan di dalam negeri?
Kita sesuaikan kurikulum pendidikan dengan Jerman. Kedua, harus mampu berbahasa Jerman, karena itu butuh pelatihan bahasa Jerman. Selama pelatihan yang berlangsung enam bulan itu akan dibiayai oleh Jerman semua.
Keuntungan untuk Indonesia apa lagi?
Orang Indonesia dapat pekerjaan dengan gaji dasar 2000 euro atau sekitar Rp 32 juta. Jerman juga tidak menetapkan harus lulusan S1 atau S2, tidak, yang penting adalah pendidikan vokasi, jadi misalnya dari Sekolah Menengah Perawat. Yang penting nanti kurikulumnya sama, dalam artian sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Jerman, lalu dilatih bahasa Jermannya.
Baca juga: Ratusan Pelajar Indonesia di Taiwan Dijebak Dalam Skema Kerja Paksa
Jadi keuntungannya pertama mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan. Kedua, dia akan belajar di Jerman yang tentunya rumah sakit di sana menggunakan teknologi yang cukup baik. Sehingga perawat dan tenaga kesehatan kita belajar teknologi Jerman, ini meningkatkan pembangunan kapasitas pendidikan.
Komunikasi dengan instansi terkait mengenai hal ini sudah sejauh apa?
Kalau bicara MoU itu sektornya di Kementerian Tenaga Kerja, dan untuk mengisi persyaratannya di Kementerian Kesehatan. Jadi kita sudah beberapa kali rapat koordinasi antara Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI dan Kementerian Kesehatan. Nanti tinggal mematangkan LoI ini dan diharapkan bisa secepatnya ditandatangani. Dalam sebulan atau dua bulan ke depan kita harapkan sudah ada penandatanganan.
Setelah itu kita berproses, mereka juga akan melihat karena kalau sudah ke Jerman, ini juga bisa dijadikan standar untuk Uni Eropa, karena kebutuhan di Eropa itu banyak sekali, di Belanda, Jerman, Inggris dan berbagai negara lain. Dengan banyaknya populasi lanjut usia, kebutuhan tenaga kesehatan, care giver, perawat atau orang yang menangani peralatan rumah sakit itu juga perlu tenaga. Ini harus kita jadikan satu momentum.
Selain itu ada undang-undang baru no 18 tahun 2017 tentang perubahan fundamental tata kelola pekerja migran. Nanti BNP2TKI akan diganti dengan badan yang bernama BP2MI atau Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Target yang ingin dicapai adalah meningkatkan tenaga kerja terampil dan profesional, menurunkan yang low level dan high risk dan juga bisa mengelola yang non-prosedural yang paling banyak itu ke Malaysia.
Apakah ada angka target khusus?
Saya tidak mau bicara angka dulu. Sekarang tembus dulu, toh kebutuhannya juga pelan-pelan. Seperti di Filipina, pertama kali masuk kita kirim dua atau sepuluh (tenaga kerja), tidak langsung banyak. Dalam hal ini BNP2TKI juga sudah berbicara dengan lembaga-lembaga yang punya sumber daya. Amerika (Serikat) juga membutuhkan dan bisa lebih besar lagi, Kanada juga. Standar mereka cukup tinggi. Ini yang harus kita perhatikan, bahwa pasar terbuka sangat lebar tapi tantangannya adalah kualifikasi standar yang ditetapkan oleh negara-negara tersebut yang cukup tinggi.
Wawancara untuk DW Indonesia dilakukan oleh Prihardani Ganda Tuah Purba dan telah diedit sesuai konteks.
(ae/hp)