Indonesia Lenyapkan Konten Negatif dari Internet
3 Januari 2018Pada hari Rabu (3/1), Presiden Indonesia Joko Widodo melantik Mayjen TNI Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Tugas Djoko akan mencakup pembongkaran jaringan teroris yang berkomunikasi online dan memberantas ujaran kebencian di berbagai media sosial.
Teknologi untuk berantas terorisme
"Kami akan mengendalikan dunia maya. Teknologi kami tidak hanya bisa mendeteksi, tapi juga untuk menembus jaringan (teroris)," kata Djoko. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, menambahkan: "Kami membutuhkan badan ini untuk membantu menjaga keamanan secara nasional, regional, dan global."
Pekan lalu, Kepolisian Republik Indonesia mengatakan bahwa pihaknya bahkan menambah sekitar 600 personil lagi ke jajaran polisi anti-terorisme dalam upaya untuk menindak kelompok-kelompok yang disinyalir berafiliasi dengan ISIS dan militan lainnya.
Kemenkominfo operasikan mesin AIS
Sementara itu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia telah mengoperasikan mesin pengais konten negatif (mesin Ais) pada hari yang sama. Mesin tersebut akan dioperasikan oleh tim Cyber Drone 9 (CD9). Mesin berbasis crawling tersebut berguna untuk menemukan situs dan akun penyebar konten pornografi, perjudian online, penipuan online, radikalisme, dan sebagainya.
“Dulu pemblokiran sifatnya pasif (laporan), kecuali ada permintaan khusus. Sekarang aktif dan pasif,” terang Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kominfo, Teguh Arifiyadi. Saat mesin Ais menerima kata kunci tertentu, dalam waktu lima sampai sepuluh menit mesin tersebut mampu menciduk situs dan akun media sosial penyebar konten negatif.
Namun dalam hal pemblokiran ada tim verifikasi tersendiri untuk mengedepankan demokrasi. Apabila situs, akun media sosial, dan portal berita yang dilacak telah diperiksa ulang, tim eksekutor yang akan melakukan blokir.
Hak privasi harus diutamakan
Lebih dari 150 juta orang telah menjadi pengguna internet di Indonesia. Ledakan jumlah pengguna internet datang di tengah kekhawatiran global tentang penyebaran berita palsu. Masih ada juga beberapa kekhawatiran tentang agen siber ini akan mengancam hak privasi masyarakat. "Akan sangat disayangkan jika itu digunakan untuk memantau diskusi publik karena itu adalah hak setiap masyarakat," kata pengamat media sosial Nukman Luthfie.
yp/hp (AFP, kompas.com)