India Terima Kunjungan Pemimpin Junta Militer Myanmar
27 Juli 2010Guyuran hujan mewarnai kedatangan Jendral Than Shwe, yang disambut dengan upacara kenegaraan lengkap di istana negara. Setelahnya, orang nomor satu di Myanmar itu bertemu dengan menteri luar negeri India SM. Khrisna dan kemudian dengan Perdana Menteri India Manmohan Singh. Pemimpin junta militer Myanmar itu juga berkunjung ke tempat persemayaman terakhir pahlawan India, yang merupakan ikon perdamaian dunia, Mahatma Gandhi dan meletakan karangan bunga di sana.
Kecaman Kelompok HAM
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengutuk keputusan India yang dianggap mengakui legitimasi junta militer dengan menerima kunjungan kenegaraan Than Shwe, yang selama ini dikecam oleh negara-negara barat.
Hubungan India-Myanmar
Hubungan India dengan pemerintahan junta militer yang telah dimulai sejak pertengahan 1990-an, ketika prioritas keamanan, energi dan strategis mengesampingkan hak asasi manusia. India membutuhkan militer Mynamar untuk mengatasi gerakan separatis etnis yang beroperasi di perbatasan kedua negara. Pemerintahan di New Delhi juga mengincar ladang minyak dan gas bumi di negara yang dulu bernama Birma tersebut. Usaha-usaha itu dilakukan India ditengah kecemasan akan kalah dibanding Cina dalam menancapkan pengaruhnya di Asia. Cina selama ini dikenal sebagai sekutu kunci Myanmar dan mitra dagang terpentingnya. Investor Cina yang agresif menanamkan modalnya di wilayah yang sumber daya alamnya cukup besar namun terisolasi itu. Pada bulan November lalu produsen minyak raksasa Cina telah mulai membangun pipa melewati Myanmar.
Selain membahas kesepakatan ekonomi, pertemuan antara pemimpin Myanmar dan India di New Delhi kali ini, juga menyepakati beberapa hal menyangkut : kerjasama dalam penanggulangan penyelundupan senjata, obat bius dan amunisi di perbatasan.
Kritik HRW
Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia, Elaine Pearson menuding India telah menggadaikan suaranya terhadap isu politik dan HAM di Myanmar. Seharusnya India secara terbuka mengritik undang-undang pemilu Myanmar dan pembatasan hak-hak dasar di negara tersebut. Junta militer Myanmar yang telah berkuasa hampir 50 tahun menjanjikan pada akhir tahun ini untuk menggelar pemilu. Namun atuaran pemilu yang berlaku telah mempersulit oposisi untuk ambil bagian dalam pemilu tersebut, diantaranya tidak memperbolehkan tahanan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
Bila di istana di New Delhi, Than Shwe disambut dengan kehormatan penuh, di jalan-jalan di ibukota India itu, para pengunjuk rasa berteriak dan mengusung poster bertuliskan 'pemimpin Myanmar merupakan pembunuh kaum tak berdosa' dan diktator militer.
Ayu Purwaningsih(afp/dpa)
Editor : Agus Setiawan